eQuator.co.id – Jakarta –RK. Ahmad Fauzi tidak mau disalahkan seorang diri dalam kasus pemerasan yang dilakukannya. Jaksa pidana khusus Kejati Jatim itu mulai bernyanyi tentang siapa saja yang terlibat. Salah satunya adalah seorang pegawai Kejati Jatim berinisial ABD yang berperan sebagai perantara.
Nama ABD muncul ketika Fauzi menjalani pemeriksaan di Kejagung sebagai tersangka beberapa waktu lalu. Di hadapan penyidik, jaksa yang tertangkap membawa uang hasil memeras Rp 1,5 miliar itu membeberkan kronologi dirinya bisa mendapatkan uang dari Abdul Manaf.
Sumber Jawa Pos menyebutkan, ABD disebut oleh Fauzi karena dia adalah orang pertama yang menghubungkan antara Fauzi dan Abdul Manaf. Sebenarnya, Manaf dan Fauzi sudah saling kenal. Sebab, Manaf pernah diperiksa oleh Fauzi dalam kasus pelepasan tanah kas Desa Kalimook, Kecamatan Kalianget, Sumenep.
Di sela-sela pemeriksaan itu, Fauzi menyebut bahwa status Manaf bisa berubah dari saksi menjadi tersangka. Jika tidak ingin jadi tersangka, harus ada kompensasi berupa uang. Saat itu, tidak jelas berapa nominal yang diminta Fauzi. Hanya, Manaf bingung dengan permintaan duit tersebut.
Karena itulah, dia mencari cara agar bisa lolos dari ancaman penetapan tersangka. Caranya mencari orang yang dianggap bisa mengurus hal tersebut. Dari sanalah, Manaf akhirnya diperkenalkan oleh seseorang dengan pegawai Kejati Jatim bernama ABD.
Kepada ABD, Manaf mengaku takut dengan ancaman Fauzi yang akan menetapkan dirinya sebagai tersangka. ABD kemudian membawa informasi tersebut kepada pejabat penting di Kejati Jatim berinisial M. Oleh M yang merupakan pejabat teras itu, ABD diperintahkan untuk berkomunikasi langsung dengan Fauzi.
Dari sanalah Fauzi bersepakat untuk tidak menaikkan status Manaf sebagai tersangka dengan imbalan duit. Mereka merencanakan penyerahan uang. Uang diserahkan kepada Fauzi sesaat sebelum dia menghadiri sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya (23/11).
Sebenarnya, penyerahan uang itu sudah sukses. Uang telah diterima Fauzi. Tapi, serah terima tersebut terpantau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Informasi itu kemudian bocor hingga ke Kejagung. Agar tidak kedahuluan, Kejagung memerintahkan segera mengamankan Fauzi. Kepada tim Kejagung, Fauzi membenarkan telah menerima uang Rp 1,5 miliar sebagai imbalan tidak menetapkan Abdul Manaf sebagai tersangka.
Siapa sebenarnya ABD? Berdasar data yang dihimpun Jawa Pos, ABD adalah seorang PNS di Kejati Jatim yang berstatus staf tata usaha (TU) di bidang intelijen Kejati Jatim. Dia awal bertugas di Kejati Jatim sebagai honorer sekitar 1999. Dia baru menjadi PNS pada 2000.
Meski hanya seorang pegawai TU, pengaruhnya cukup dipertimbangkan oleh pimpinan. Sebab, selama ini dia dianggap loyal –khususnya kepada pimpinan– dan berhasil menyelesaikan tugas dengan baik. Dia pun mendapat kepercayaan penuh. Sebagai staf TU, dia tidak pernah mengenal mutasi.
Sejak 2000 hingga sekarang, dia belum pernah bergeser ke bidang lainnya. Baik di internal Kejati Jatim maupun instansi kejaksaan di lain tempat. Karena itulah, dia mengerti betul seluk-beluk dunia intelijen Kejati Jatim.
Karena itu pula, dia disebut-sebut memiliki jalur khusus untuk berkomunikasi dengan pimpinan. Termasuk ketika Manaf meminta tolong, ABD langsung meminta petunjuk kepada M dan diberi perintah agar langsung berembuk dengan Fauzi.
Di kalangan Kejati Jatim, ABD sangat populer dengan sebutan pegawai TU yang gaya hidupnya melebihi jaksa. Salah satu yang kerap menjadi rasan-rasan adalah jenis kendaraan yang digunakan. Beberapa waktu lalu, ABD kerap membawa sedan Honda Accord ke Kejati Jatim. Sekarang kendaraannya sudah berganti All New Fortuner VRZ. Kendaraan itu juga kerap dibawa ngantor ke Kejati Jatim.
Pengakuan Fauzi tersebut tidak dibiarkan begitu saja oleh penyidik Kejagung. Penyidik mendalami sejauh mana peran ABD dan pemberi perintah. Hal itu dilakukan dengan cara memanggil dan memeriksa ABD. ”Sudah, beberapa waktu lalu. Belum lama kok,” ucap seorang sumber Jawa Pos di Kejagung. Dalam pemeriksaan itu, dia dicecar tentang nyanyian Fauzi yang menyebut keterlibatannya.
Sayang, di tengah-tengah pemeriksaan itu, berembus kabar bahwa Kejagung tengah menyiapkan skenario penyelamatan Fauzi dan sejumlah jaksa serta petinggi Kejati Jatim. Salah satunya mencarikan pasal dengan tuntutan hukuman yang rendah untuk Fauzi serta menjadikan Fauzi sebagai pelaku tunggal dalam kasus tersebut. Pasal ringan itu merupakan barter karena Fauzi diminta untuk tidak bernyanyi mengenai keterlibatan kolega maupun atasannya.
Skenario penyelamatan Fauzi itu sebenarnya sejak awal terbaca melalui penahanan jaksa yang dikenal dengan dekat dengan Kajati Jatim Maruli Hutagalung tersebut. Sejak tertangkap dan dibawa ke Kejagung, Fauzi ditahan bersama pemberi suap, Abdul Manaf. Hal itu tidak lumrah dilakukan penegak hukum. Sebab, dengan berada dalam satu tahanan, pemeras dan yang diperas bisa menyusun skenario pengakuan yang meringankan mereka.
Dikonfirmasi terkait adanya skenario penyelamatan teman-teman serta pimpinan Fauzi, Jaksa Agung M. Prasetyo mengelak. ”Jika ada oknum jaksa yang melakukan penyimpangan akan ditindak,” kilah kakak Wakil Bupati Jepara (nonaktif) Subroto itu.
Prasetyo berjanji penyidikan kasus suap itu tidak berhenti pada Fauzi saja. Dia menyatakan, penyidik Kejagung masih terus mendalami dan menelusuri keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut. ”Seperti kasus lain yang ditangani KPK. KPK juga berusaha menelusuri dan mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain,” ucapnya di sela-sela Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) di Balai Kartini kemarin (1/12).
Prasetyo menyatakan siap terbuka ke publik dalam menangani kasus Fauzi. Menurut dia, penyimpangan yang dilakukan jaksa harus ditindak sesuai aturan. Bahkan, sanksinya harus lebih berat karena jaksa merupakan penegak hukum.
Mantan kader Partai Nasdem tersebut juga berjanji akan berkoordinasi dengan KPK dalam menangani kasus Fauzi. Itu dilakukan karena komisi antirasuah tersebut mempunyai kewenangan melakukan supervisi, koordinasi, dan pengawasan dalam perkara kasus korupsi. ”Semuanya akan dilakukan secara transparan dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Prasetyo. Prasetyo menargetkan, perkara anak buah Maruli Hutagalung itu dilimpahkan ke pengadilan minggu depan.
Bagaimana keseriusan Kejagung menangani kasus Fauzi bakal menjadi tontonan publik ketika kasus tersebut dibawa ke pengadilan kelak. Apakah benar seperti yang diucapkan Prasetyo atau akan lain cerita. Sebab, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung (Kapuspenkum) M. Rum kemarin justru menyampaikan pernyataan yang bertentangan dengan apa yang disampaikan Prasetyo. Rum menyatakan bahwa perkara tersebut hanya melibatkan Fauzi seorang.
”Fauzi korupsi sendiri, uangnya di kamarnya. Masih dalam koper,” ungkap Rum. Pria yang pernah menjadi Wakajati ketika terjadi kasus suap PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi DKI itu juga menampik bahwa Kejagung tengah mempersiapkan skenario penyelamatan Fauzi.
Dia menyatakan tidak benar jika Fauzi dijanjikan tuntutan ringan dengan konsekuensi tidak membuka keterlibatan teman dan atasannya di Kejati Jatim. ”Itu ngawur. Kalau ada permainan, kita tidak perlu untuk menangkap Fauzi. Yang menangkap saja Kejagung sendiri kok,” kilahnya. (Jawa Pos/JPG)