eQuator – SUKADANA-RK. Beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kayong Utara memerlukan kerja pemetaan via wahana tanpa awak atau drone, diharapkan membentuk Kelompok Kerja (Pokja). Tujuannya guna menghindari tumpang tindih kewenangan, penganggaran, hingga kerja di lapangan.
Demikian disampaikan Divisi Campaign dan Advokasi Swandiri Institute, Arif Munandar ketika menjadi fasilitator di Sekolah Drone Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kayong Utara (KKU) yang dihelat 30 November-5 Desember 2015.
“Pemetaan menggunanakan wahana tanpa awak ini, untuk pemetaan wilayah, kelola lahan masyarakat, daerah rawan bencana, tata ruang wilayah, serta kepentingan berbagai program kerja SKPD di lingkungan Pemkab Kayong Utara,” kata Arif, mantan Direktur Walhi Provinsi Jambi ini.
Sekolah Drone Bappeda KKU-Swandiri Institute diikuti kontingen dari Bappeda Provinsi Kalbar. Kemudian di lingkungan SKPD KKU ada enam, yaitu Bappeda KKU sendiri, Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum (PU) KKU, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) KKU, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) KKU, Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) KKU, dan Bagian Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Sekretariat Daerah (Setda) KKU.
“Kita menyarankan ke Pemkab Kayong Utara, supaya kerja pemetaan Drone ini antara SKPD satu dengan lainnya dibikinkan Pokja, ditunjuk koordinirnya, dan hasilnya sesuai dengan kepentingan instansi masing-masing. Apalagi belum semua SKPD di KKU memiliki sarana dan prasarana kerja pemetaan menggunakan Drone,” saran Arif.
Dikatakannya Drone yang dipakai untuk foto udara atau pemetaan, ada jenis Quadqopter, Skywaker, dan fix-wing yang memiliki spesifikasi sesuai kebutuhan. Quadqopter dengan 3 atau 4 baling-baling biasa disebut DJI Phantom, daya baterai 30 menit sekali terbang berjangkauan maksimal 50 hektar. Keunggulan jenis ini lebih stabil dan hasil fotonya lebih jelas. Drone jenis Skywaker dan fix-wing daya baterai 1 jam, sekali terbang dapat menjangkau wilayah 500 hektar.
“Hasil-hasil foto dari Drone dapat dijahit menggunakan sotfware Agisoft Photoscan hingga menjadi lanskap wilayah. Pembeda landskap dari citra satelit, Drone lebih jelas dan valid dengan resolusi 3-10 cm. Apalagi pemetaan Drone juga dilengkapi teknologi Geo-Referensing yang memuat titik koordinat,” kupas Arif.
Imbasnya, lanjut dia, lanskap yang dihasilkan pemetaan Drone ketika di-overlay dengan peta Google Earth dan citra satelit, akan memudahkan sekali melihat batas-batas wilayahnya. Kemudian peta lanskap dari Drone juga dapat dianalisis dengan metode tiga dimensi (3D), sehingga akan kelihatan kontur wilayah yang dipetakan tersebut.
“Dengan demikian, Drone sangat membantu mengetahui obyek-obyek yang luas, seperti wilayah pemukiman, kawasan hutan, wilayah desa, sebaran wilayah pertanian, dan lain-lain,” ulas Atif. (lud)