
eQuator.co.id – Pontianak-RK. Majelis Hakim yang diketuai Haryanto menjatuhi vonis 1,4 tahun penjara dan denda Rp50 juta terhadap Hamka Siregar di Pengadilan Tipikor Pontianak, Senin (26/3). Rektor IAIN Pontianak terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor atas kasus korupsi pengadaan meubeler Rusunawa IAIN Pontianak yang merugikan keuangan negara Rp522 juta.
Vonis Majelis Hakim ini lebih ringan dari tuntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp50 juta. Sidang putusan ini dihadiri kerabat Hamka Siregar serta pemantauan dari penghubung Komisi Yudisial (KY) RI di Kalbar maupun sejumlah wartawan. Usai membacakan vonisnya, Majelis Hakim meminta Hamka Siregar untuk berdiskusi dengan penasehat hukum. Apakah Hamka Siregar akan melakukan banding atau menerima putusan hukuman tersebut. Setelah berdikusi dengan Maskun selaku Panesehat Hukum, Hamka Siregar menyampaikan akan pikir-pikir dahulu.
Hamka Siregar diberi waktu selama tujuh hari untuk menetukan sikapnya. Jika selama waktu yang diberikan tidak ada tanggapan, maka Hamka Siregar dianggap menerima putusan Majelis Hakim. Akhirnya Majelis Hakim menutup sidang.
Hamka Siregar yang sudah divonis itu pun berdiri dari kursi yang menjadikannya sebagai terdakwa selama berbulan-bulan. Dia sempat menyalami Majelis Hakim, JPU serta penasehat hukumnya. Setelah itu, dirinya keluar dari ruang sidang dan langsung disambut kerabat-kerabatnya. Ada yang menyalami dan ada pula yang merangkulnya.
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Pontianak dan Ketua Tim JPU kasus meubeler Rusunawa IAIN Pontianak Juliantoro, ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan mengatakan, putusan Majelis Hakim itu akan disampaikannya kepada pimpinannya. “Kita pikir-pikir juga, namun jika penasehat hukum Hamka melakukan banding, otomatis kita juga akan banding,” tegasnya. “Batasnya 7 hari kedepan, nanti akan kita sampaikan perkembangannya,” sambung Juliantoro.
Tidak hanya soal putusan yang lebih ringan dari tuntutan JPU selama 2 tahun penjara, Juliantoro juga seperti menyayangkan dengan amar putusan Majelis Hakim. Pasalnya, dalam amar putusan tersebut Majelis Hakim tidak menyebutkan soal penahanan terhadap Hamka Siregar. “Kita sudah sampaikan kalau terdakwa ini untuk dilakukan penahanan. Namun permintaan kita tidak diakomodir oleh Hakim,” bebernya.
Dirinya menyatakan, soal penahanan memang diatur dalam KUHAP. Termasuk wewenang Majelis Hakim apakah menahan atau tidak. Kendati begitu ada yang dikhawatirkan pihak JPU ketika terdakwa tidak dilakukan penahanan sama sekali. “Karena sering kali dalam kondisi seperti ini (tidak ditahan, red), tahanan kota maupun tahanan rumah. Ketika sudah memiliki putusan tetap, pihaknya untuk melakukan eksekusi terhadap terpidana, tetapi sudah tidak ada (kabur, red),” ungkapnya.
Sehingga pihaknya untuk melakukan eksekusi, pihaknya harus melakukan pencarian lagi, kemudian menerbitkan DPO, sebagaimana kasus-kasus yang sudah ada sebelumnya. “Berkaitan dengan tidak dilakukan penahanan, kita juga akan menyampaikan kepada pimpinan,” ucapnya. “Status yang bersangkutan saat ini seperti orang merdeka yang bebas kemana-mana,” sambung Juliantoro.
Sementara itu, Penasehat Hukum Hamka Siregar, Maskun kepada sejumlah wartawan menerangkan, pihaknya akan pikir-pikir terlebih dahulu atas putusan Majelis Hakim. “Kami akan pelajari putusan ini, akan kita pertimbangan kita diberi waktu 7 hari kedepan apakah akan banding atau tidak,” kata Maskun.
Selain itu, Maskun juga mengucapkan terima kasih kepada Majleis Hakim mapun JPU. Penasehat hukum dan kliennya Hamka Siregar memastikan akan kooperatif dengan putusan pengadilan.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Arman Hairiadi