eQuator.co.id – Pontianak-RK. Hingga pencarian hari kelima ini, empat awak Tugboat Mega 09 yang tenggelam di perairan Ketapang belum ditemukan. Namun tim pencari belum menyerah.
“Kami bersama tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas Pontianak (Pos SAR ketapang ), Polair, TNI AL, KSOP, SROP, agen kapal dan nelayan setempat terus melakukan pencarian,” kata Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Pontianak, Hery Marantika, Jumat (19/7) sore.
Pada hari kelima, pencarian dimulai sejak pukul 06.00 WIB. Akan tetapi hingga petang tim SAR gabungan belum menemukan keempat korban tenggelam.
“Pencarian hari kelima dilakukan dengan tiga sektor dan dua pola pencarian. Pertama penyisiran permukaan dan kedua dengan penyelaman di lokasi tenggelamnya Tugboat Mega 09 ini,” ujarnya.
Lebih lanjut Hery mengatakan, kendala utama dalam pencarian empat awak kapal Tugboat Mega 09 ini yaitu keadaan cuaca dan ombak laut yang cukup tinggi mencapai 0,7 sampai 1,6 meter. Sehingga mengakibatkan terkendalanya tim SAR gabungan dalam melakukan pencarian di atas permukaan.
“Kami berharap doa dan dukungan dari keluarga serta masyarakat agar keempat ABK Tugboat Mega 09 yang hilang sejak lima hari yang lalu dapat segera ditemukan,” harapnya.
SIAPKAN STANDAR
ANGKUTAN SUNGAI
Berkaca dari peristiwa-peristiwa kecelakaan kapal di sungai Kalbar, Jumat (19/7), Ombudsman Perwakilan Kalbar menggelar diskusi. Focus group discussion (FGD).
Lama tak diperhatikan secara khusus, kini keselamatan perjalanan sungai mulai jadi perhatian serius. Di Kalimantan Barat. Yang urat nadinya dilintasi sungai terpanjang di Indonesia: Sungai Kapuas.
Diskusi itu mengambil tema “Kajian Cepat Pelayanan Publik pada Transportasi Angkutan Sungai di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, dan Kayong Utara”.
Koordinator Kajian Cepat dari Ombudsman Kalbar, M. Rhida Rachmatullah, menuturkan diskusi ini merupakan awal untuk memotret kondisi angkutan sungai di tiga daerah. Yakni Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Kayong Utara.
“Di daerah itu kami melihat masih banyak alat tidak berstandar keselamatan di kapal angkutan sungai, kemudian kami juga menemukan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas tidak konprehensif jadi masih banyak kapal-kapal yang tidak standar itu berangkat,” ujar Ridha saat diwawancarai, usai diskusi di Hotel Orchardz Pontianak, Jalan Perdana, Jumat (19/7) pagi.
Ia mengatakan masih banyak angkutan sungai yang menyediakan life jacket tidak sesuai dengan jumlah penumpang yang diangkut. Seperti speedboat antara Rasau Jaya ke Batu Ampar dan Padang Tikar.
Kemudian tidak ada imbauan kepada penumpang untuk menggunakan life jacket itu. Sehingga ketika naik speedboat, life jacket hanya disimpan di sandaran kursi. Jadi pajangan semata.
“Ketika kecelakaan tidak akan sempat memakai. Tapi sudah dijelaskan oleh direktorat sekarang sudah disiapkan regulasi akan ada untuk bidang angkutan sungai direktoratnya baru,” ungkapnya.
Ridha menuturkan saat ini Kementerian Perhubungan RI sedang menyusun beberapa regulasi tentang keselamatan dari angkutan sungai kemudian tata cara pemeriksaan angkutan itu sendiri. Oleh karena itu, Ombudsman mengimbau kepada seluruh Dinas Perhubungan di kabupaten/kota untuk tetap mengoptimalkan petugas yang ada untuk melakukan pemeriksaan standar keselamatan dalam penerbitan surat izin. Tetap mensosialisasikan edukasi serta mengimbau kepada pengusaha untuk menyediakan standar keselamatan. Selama regulasi itu disusun.
“Setidaknya ada radio, racun api, life jacket, dan lain-lain, itu standar keselamatan minimal,” ucap dia.
Ridha menilai kondisi yang dipaparkan pada FGD sudah parah. Bahkan para tenaga angkutan sungai ini sangat ingin dididik oleh pemerintah. Karena banyak nahkoda mereka tidak memiliki sertifikat untuk membawa kapal. Kemudian terbentur syarat pendidikan yang minimal SMA sederajat.
“Sementara nahkoda mereka banyak yang lulusan SD. Pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi itu juga minim untuk tingkat kabupaten,” bebernya.
Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Air Kubu Raya, Agus Rianto, berharap kedepannya pemerintah pusat maupun daerah bisa bekerja sama lebih erat dalam mengatur tentang angkutan sungai. Dalam hal ini ikut memperbaiki dari pihak regulator maupun operator.
“Saya rasa seperti yang di dalam diskusi. SDM itu penting baik dari operator maupun regulator jadi kita bersyukur pemerintah sudah membentuk direktorat baru untuk angkutan sungai,” katanya.
Kalbar wilayah sungainya sangat luas. Sehingga, ia menilai wajar bila masih banyak angkutan tradisional yang masih jauh dari standar keselamatan minimal. Yang, tentu saja, harus dibenahi.
“Untuk pendidikan nahkoda memang sudah lama diajukan baru sekarang pemerintah memperhatikan. Dalam 10 tahun saya menjabat sebagai ketua saya memperjuangkan itu bagaimana nahkoda juga diperhatikan,” tukas Agus.
Sementara itu, Kepala Seksi Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Perintis Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XIV Kalbar, Muhammad Alfian, mengatakan kewenangan pemerintah pusat tertuang pada UU 23/2014 tentang kewenangan pusat adalah keselamatan dan keamanan pelayaran.
Sehingga langkah yang dilakukan oleh Kemenhub saat ini masih berkoodinasi dengan direktorat jendral perhubungan laut dan berhubungan dengan Pemda untuk mengawasi pelayaran di sungai dan danau.
“Jadi memang ada keterbatasan SDM dan baru dibentuk direktorat transportasi sungai dan laut kita sedang mempersiapkan regulasi untuk sungai danau karena regulasi yang dipakai ini masih pakai regulasi departemen perhubungan laut. Kurang lebih sama modelnya,” ungkap Alfian.
Ia menjelaskan, kapal yang masih beroperasional saat ini adalah jenis kapal tradisional dan memang belum memilik standar minimal yang baku. Seperti speedboat, kapal motor, kelotok, dan sejenisnya.
“Dan ini sedang disusun. Hampir tahap final sudah mau terbit,” jelas dia.
Sembari menunggu terbitnya regulasi. Kemenhub juga sedang mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dengan memberikan pendidikan dan pelatihan khusus. Kendati begitu, pelatihan itu masih menggunakan Direktorat Kelautan. Oleh sebab itu, regulasi Direktorat Angkutan Sungai dibuat tidak jauh dari laut.
“Makanya regulasinya tidak jauh beda dari laut. Ada sertifikasinya,” terangnya.
Lanjut dia, yang tidak sampai lulus SMA itu nahkoda dan awak kapal-kapal pedalaman. Yang harus diedukasi apabila mereka menahkodai kapal.
“Mereka harus keluar melintasi muara ke laut masuk lagi ke sungai. Mereka harus mengetahui peta sungai, navigasi, baca GPS, dan standar safety untuk membawa kapal dan penumpang,” pungkas Alfian.
Laporan: Tri Yulio HP, Rizka Nanda
Editor: Ocsya Ade CP