Dulhadi: Demi Allah, Saya Tak Terima Uang

Tersangka Dugaan Korupsi Meubeler IAIN Pontianak Angkat Bicara

RUSUNAWA. Inilah Rumah Susun Mahasiswa (Rusunawa) IAIN Pontianak, tempat pengadaan meubeler yang menjerat sejumlah pejabatnya sebagai tersangka dugaan korupsi. Foto diambil Senin (24/10). Dokumen Rakyat Kalbar

eQuator.co.idPontianak-RK. Jika Hamka Siregar, Rektor IAIN Pontianak, memilih tutup mulut, tersangka dugaan korupsi meubeler lainnya mau bicara. Kemarin (10/11), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tahun 2012 itu, Dulhadi, ditemui awak media di kantornya.

Ketika ditemui, dia akan melaksanakan Salat Asar. Melihat rombongan awak media, Dulhadi mengajak mereka berjamaah di Masjid IAIN Pontianak. Ia yang memimpin salat. Sejumlah mahasiswa pun jadi makmumnya.

Usai berjamaah, Dulhadi mengajak wartawan ke ruangannya yang terletak di rusunawa IAIN Pontianak. Pengajar psikologi dakwah ini duduk di meja kerjanya.

Membuka cerita, Dulhadi memulai dengan “Setahu saya”. Ia mengatakan demikian lantaran tak tahu detail permasalahan yang ada. Sebab, pihak panitia lelang pengadaan yang mengetahui operasional proyek seperti apa.

Kala itu, dia baru pertama kali dilibatkan. Pun, karena jabatan pembantu rektor (Puket II) sedang diamanahkan kepadanya. Masih dengan peci di kepala, Dulhadi bercerita.

Berawal saat dia hanya disuguhkan sebuah dokumen yang harus ditandatangani pada tahun 2012, tepatnya di bulan November. Selaku PPK, dokumen itu harus ditandatanganinya.

Mengaku tidak tahu sistem pengadaan seperti apa, tapi dia menandatangani saja apa yang disuguhkan. Menurut panitia pengadaan, itu adalah administrasi proyek yang harus disiapkan.

“Setelah itu dilakukan pencairan uang. Barang sudah datang sebagian saat saya tandatangan. Ada 31 item atau jenis barang saat itu. Saya hanya menghitung jumlahnya, mengecek fisik,” ungkap Dulhadi.

Imbuh dia, “Hal serupa juga dilakukan oleh teman-teman dari panitia pengadaan, hanya menghitung jumlah saja”.

Namun, setelah barang-barang itu dimasukkan ke dalam ruangan yang ada, khususnya ruangan mahasiswa sebanyak 92 ruangan, awal 2013 BPK dan Inspektorat melakukan audit.

“Memang ditemukan barang yang tidak sesuai kontrak. Saat itu solusinya adalah mengganti barang agar sesuai kontrak. Kita surati pihak penyedia jasa dan barang itu,” terang Dulhadi.

Tapi, penyedia jasa dan barang (pihak ketiga) hanya mau mengganti kursi dari lima item yang tidak sesuai dengan kontrak. “Itupun bukan digantikan kursi sesuai kontrak, hanya ditempeli merek sesuai kontrak saja,” bebernya.

Akhirnya, dihitunglah selisih uang pengadaan dari lima item yang bermasalah tersebut. Sekitar Rp34 juta.

“Hitung-hitungan dari teman-teman panitia pengadaan, semuanya dikembalikan ke negara,” ujar Dulhadi. Saat itu, dia dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Hamka Siregar serta Ketua Panitia Lelang Fahrizandi merasa tidak ada masalah lagi.

Di sisi lain, pihak ketiga masih saja enggan menukar barang sesuai dengan kontrak. Walaupun mereka sudah disurati berkali-kali.

“Saya panggil. Saya minta dikembalikan barang-barang sesuai kontrak. Saya surati berkali-kali. Yang belum saya lakukan hanya satu, memukulnya atau membunuhnya, agar pihak ketiga mengembalikan barang-barang itu,” tukasnya.

Sepanjang 2013 tak ada masalah. Memasuki 2014, Polresta Pontianak melakukan penyelidikan berdasarkan pengaduan masyarakat (Dumas) atas pengadaan meubeler rusunawa IAIN Pontianak pada tahun 2012 dengan anggaran Rp2 milyar lebih itu. Yang bersangkut-paut dengan proyek pun dipanggil.

Mereka yang diperiksa kala itulah yang kini jadi tersangka meski belum ada yang ditahan Polresta Pontianak. Mulai dari KPA Hamka Siregar, Dulhadi sendiri, Fahrizandi, plus pelaksana proyek Herman dan Richard.

“Kami dikatakan pihak kepolisian tidak menekan pihak penyedia jasa dan barang. Padahal, hanya satu yang tidak saya lakukan, yakni memukul atau membunuhnya agar mengembalikan barang sesuai kontrak,” papar Dulhadi.

Nah, ketika polisi melakukan penyelidikan, barulah Herman dan Richard punya niat untuk mengembalikan kerugian negara. “Mau dia tukarkan dengan barang-barang sesuai kontrak, pabrik yang ada di sini sudah siap. Tapi tidak dilakukan oleh mereka sampai saat ini,” ucapnya.

Tambah Dulhadi, “Kalau tidak percaya, surat-surat pernyataan barang mau dikembalikan sesuai kontrak itu ada sama polisi sekarang”.

Hanya saja, diakui dia, ada yang lain dalam pengadaan di IAIN Pontianak tersebut. Panitia penerima barang sama sekali tak dibentuk. Sehingga, ketika barang datang, tidak ada melakukan pengecekan secara detail.

“Saya tidak tahu mengapa itu tidak dibentuk,” tegasnya.

Dulhadi menganalisa, karena tidak dibentuknya panitia penerima barang itulah dugaan korupsi dituduhkan kepada pihaknya. Saat ditanya berkaitan dengan hasil audit BPKP yang menemukan kerugian negara sebanyak  Rp522 juta, ia langsung bersumpah.

“Demi Allah, demi Nabi Muhammad, sepeserpun saya tak terima uang (kerugian negara,red),” sumpahya mengangkat jari telunjuk ke atas. Matanya mulai berkaca-kaca.

Ia juga menyatakan, tidak mengetahui kerugian negara Rp522 juta itu dibagikan kepada siapa saja. “Bagi-bagi untung, saya tidak tahu. Saya tidak melihat bagi kepada siapa saja,” tutur Dulhadi.

Walhasil, ia merasa dizalimi dengan proses hukum yang dihadapinya sekarang ini. “Saya tidak ada makan uang negara. Sepeserpun tidak ada, saya hanya tandatangan. Inipun kali pertama saya menjadi PPK. Toh barangnya sudah datang. Dalam kasus ini paling saya hanya saksi saja,” ulangnya.

Dengan semua penjelasannya ini, dia bertanya apa yang akan dituntut kepadanya. Kalaupun sampai harus disidang, ia meminta hakim memperhatikan pembelaannya.

“Yang salah katakan salah, yang benar katakan benar. Yang memakan kerugian negara itulah yang harus dihukum,” demikian Dulhadi.

 

Laporan: Achmad Mundzirin

Editor: Mohamad iQbaL