eQuator.co.id – Pontianak-RK. Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) tahun 2012 Kota Pontianak digelar di Pengadilan Tipikor Pontianak, Rabu (28/2). Kasus yang merugikan keuangan negara sekitar Rp13 miliar ini menghadirkan Multi Junto Bhatarendro sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Yekti Sukmawati, Suhadi dan Sugito
Multi jadi saksi pertama dari lima saksi yang dihadirkan seputar pengadaan proyek yang menggunakan APBN sebesar kurang lebih Rp34 miliar tersebut. Multi diminta keterangannya lantaran saat itu menjabat Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pontianak dan KPA dalam pengadaan Alkes tersebut.
Hampir seluruh pertanyaan yang diajukan majelis hakim, JPU dan penasihat hukum terdakwa dijawab Multi tidak tahu atau tidak ada. Di antaranya pertanyaan majelis hakim berkaitan dengan penandatangan kontrak kerja antara pelaksana proyek dengan pejabat pembuat komitmen (PPK). Kemudian, kaitan dengan saat pelaksanaan proyek tersebut apakah ada seseorang yang mengurus untuk memenangkan perusahaan. Selanjutnya, soal ada atau tidak perintah menyusun harga sesuai brosur dan berkaitan aliran dana proyek.
Sedangkan terkait penyusunan HPS hanya menggunakan brosur perusahaan atau dilakukan survei harga pasar menurut Multi itu sepenuhnya tugas PPK. Kemudian Hakim Anggota bertanya, apakah kenal atau tidak dengan M. Nabil dan berbicara soal proyek itu dengan Eka Kurniawan? Multi mengatakan, tidak kenal dengan Muhammad Nabil dan tidak ada berbicara dengan Eka Kurniawan yang saat itu merupakan Wakil Ketua DPRD kota Pontianak.
Selanjutnya, saat JPU mengajukan pertanyaan, Multi pun kerap menjawab tidak tahu. Pada jawaban mengaku tidak tahu dan tidak ikut menandatangani dokumen HPS, JPU lalu menunjukkan bukti di depan majelis hakim bahwa Multi ikut menandatangi dokumen HPS dari proyek tersebut. Di depan hakim multi pun akhirnya mengakui. “Saya lupa” begitu dia menimpali atas bukti yang ditunjukkan JPU.
Usai pemeriksaan saksi, Hakim kemudian menanyakan kepada para terdakwa. Keberatan atau tidak dengan keterangan yang diberikan Multi. Dua orang terdakwa mengangkat tangan, yakni Suhadi dan Yekti.
Yekti mengaku keberatan dengan beberapa pengakuan saksi. Diantaranya mengaku tidak menandatangi kontrak, tidak mengetahui proses HPS dan tidak mengetahui soal pencarian anggaran.
“Soal tanda tangan kontrak, saksi mengetahui karena penandatangan dilakukan di ruang saya dan dihadiri saksi. Soal HPS, saksi pasti tahu, dan soal proses pencairan anggaran saksi mengetahui itu dan ada dokumen yang ditandatanganinya,” Yekti membantah.
Sementara itu, Tim Ketua JPU, Mindaryu enggan berkomentar banyak mengenai hasil persidangan kali ini. Yang jelas ada lima saksi yang dipanggil. “Sidang terbuka untuk umum, kan sudah mendengar langsung” katanya.
Disinggung soal ketidaktahuan Polda Kalbar mengenai petunjuk JPU untuk menetapkan tersangka lain di perkara tersebut, ia pun tak mau berkomentar. “Nanti kalau saya ngomong salah, silakan tanya Humas Kejati Kalbar saja,” saran Mindaryu.
Penasihat hukum terdakwa Yekti Sukmawati tak dapat ditemui karena telah lebih dahulu meninggalkan Pengadilan Tipikor saat Rakyat Kalbar sedang mewawancarai JPU. Begitu pula dengan
Multi Junto saat hendak diwawancara wartawan usai memberikan keterangan, dia enggan berbicara sedikit pun. Multi terus melangkah keluar dari pengadilan, bahkan enggan melihat wartawan yang mencoba mengkonfirmasi. Lambaian tangannya kiri dan ke kanan sebagai menolak untuk dikonfirmasi. Keluar dari pengadilan dirinya berbelok ke arah kanan.
Selain Mukti yang dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, ada empat orang lainnya. Yaitu dua orang staf di Dinkes Kota Pontianak, Ketua Panitia dan Sekretaris pengadaan tersebut.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Arman Hairiadi