
eQuator – Pontianak-RK. Setelah menggerebek penampungan TKI nonprosedural di Pontianak Barat akhir Oktober lalu, Polda Kalbar dan BP3TKI Pontianak kembali mengamankan delapan orang yang diduga akan berangkat ke Malaysia untuk bekerja lewat ‘jalur belakang’, Selasa (10/11) sekitar jam setengah tujuh malam.
“Kita dapat info dari masyarakat, katanya ada TKI yang akan berangkat ke Malaysia tanpa melewati prosedur yang sah. Mereka transit di salah satu hotel di Pontianak. Kemudian ditindaklanjuti oleh Tim BP3TKI Pontianak yang kroscek ke sana. Dan benar ditemukan delapan orang yang saat itu berada di dalam hotel tersebut,” kata Kasi Penyiapan Penempatan BP3TKI Pontianak, As Syafii, di kantornya, Rabu (11/11).
As Syafii menjelaskan, nonprosedur yang dimaksud adalah mereka hanya mengantongi KTP dan Paspor tanpa bisa menunjukkan dokumen sah lain sebagai persyaratan untuk bekerja ke luar negeri. Delapan orang itu tidak memiliki Sertifikat Kesehatan, Visa Kerja, Perjanjian Kerja, Surat Keterangan PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan), Asuransi TKI dan E-KTKLN.
Malam itu juga, As Syafii melanjutkan, delapan orang tersebut dibawa ke Kantor BP3TKI Pontianak untuk dilakukan pendalaman kasus, termasuk mencari siapa otak atau pelaku melakukan delivery (mengirim) dan menempatkan mereka ke luar negeri. “Mereka ini yang semuanya laki-laki berasal dari Jawa Tengah. Untuk siapa dalangnya, masih kami selidiki,” ujarnya.
Informasi dari delapan orang itu, ketika ditanyai petugas, menurut As Syafii, mereka berangkat dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta ke Bandara Supadio Pontianak bersama-sama dan langsung ke penginapan. “Rencana mereka, keesokan harinya baru akan melanjutkan perjalanan menuju Malaysia menggunakan jalur darat,” beber dia.
Modus penempatan para TKI ini disebut tergolong baru. Sebab, dari segi transportasi dan akomodasi, mereka menggunakan pesawat dan menginap di hotel. Tentu saja, ini semakin menyulitkan pengawasan dari BP3TKI.
“Jadi seolah-olah mereka turis domestik yang berkunjung ke Kalimantan Barat, padahal tujuan akhir mereka bekerja di Malaysia,” beber As Syafii.
Hanya saja, ia menerangkan, pada dasarnya para TKI ini adalah korban. “Namun, jika ditemukan dari ke delapan TKI ini ada yang menjadi bos atau agennya, maka yang bersangkutan bisa berubah menjadi pelaku,” tegasnya, seraya mengatakan yang menjadi korban akan dipulangkan ke daerah asal.
Ia menduga, seseorang yang akan menempatkan para TKI ini sudah berada di Malaysia. “TKI inipun enggan menelpon ke Malaysia, alasannya mahal. Jadi, mereka ini sudah dipandu dari daerah asal hingga tujuan. Sementara, hasil pemeriksaan kita, mereka ini baru kali pertama berangkat, Paspornya saja masih baru,” ungkap As Syafii.
Penuturan satu diantara 8 orang itu, ia tidak mengetahui prosedur untuk bekerja di luar negeri. “Saya baru pertama kali ke luar negeri. Itupun untuk kerja. Kami dijanjikan bekerja di Malaysia pada sektor kontruksi dengan gaji sebesar 2.000 RM (sekitar Rp6 juta setakat ini,red) setiap bulan,” terang pria yang enggan menyebutkan namanya itu.
Dilanjutkannya, ia bersama rekan-rekan lainnya saling bertemu di Bandara Soekarno Hatta untuk terbang ke Pontianak. “Sampai di Pontianak, kami menginap di hotel. Kemudian besoknya rencana mau berangkat ke Malaysia. Tapi keburu ditangkap,” tutur dia, lesu.
Laporan: Ocsya Ade CP dan Achmad Mundzirin
Editor: Mohamad iQbaL