BPD Harus Ada Perwakilan Perempuan

Empat Kabupaten Ikutui Sekolah Desa Gemawan

SEKOLAH DESA: Direktur lembaga Gemawan, Laili Khairnur menerangkan pentingnya keterwakilan perempuan di BPD hingga aparatur desa di Pemdes di Sekolah Desa Gemawan dihelat di sekretariat Swandiri Institute, Sabtu (19/12). KAMIRILUDDIN/RAKYAT KALBAR

eQuator – Sukadana-RK. Utusan Desa Satai Lestari dan Dusun Besar, Kecamatan Pulau Maya, Kabupaten Kayong Utara (KKU), mengikuti Kelas I Angkatan I Sekolah Desa Gemawan 18-21 Desember 2015 yang dihelat di kompleks kantor Swandiri Institute (SI) Pontianak. Satu di antara materi yang disajikan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus ada perwakilan perempuan.

Sekolah Desa Gemawan, selain diikuti kontingen KKU, juga diikuti utusan dari Kabupaten Sambas, Kubu Raya, dan Sintang. Menghadirkan pengajar dari USC Satunama Yogyakarta, Himawan Pambudi yang juga dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT) Indonesia untuk mata kuliah Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Kemudian pengajar tamu Sugeng Yulianto, Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kelembagaan Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta.

Didukung fasilitator dari lembaga Gemawan dan Swandiri Institute, seperti Laili Khairnur, Muhammad Isa, H Iskandar, Heru Suprihartanto, Happy Hendrawa, dan Arif Munandar.

Sekolah Desa Gemawan tiap angkatan akan menempuh pendidikan dan pelatihan (Diklat) mencapai tiga kelas selama empat bulan. Antara Kelas I dan Kelas II terdapat kursus bikin tata ruang desa partisipatif. Kemudian antara Kelas II dan Kelas III ada kursus legal drafting desa.

“Semangat pemberian kuota perempuan, sesuai pasal 58 UU Desa, menerangkan jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal (ganjil, Red), paling sedikit lima orang dan paling banyak sembilan orang dengan memperhatikan wilayah, penduduk, kemampuan keuangan desa, dan perempuan,” ungkap Laili Khairnur, Direktur Lembaga Gemawan ketika mengajar di Kelas I Angkatan I Sekolah Desa Gemawan.

Dikatakannya komposisi BPD diharapkan berkomposisi minimal 30 persen untuk kaum hawa atau perempuan. Demikian amanat undang-undang nomor 6 tahun 2014 (UU 6/2014) tentang Desa.

“Penjelasan pasal 54 UU Desa, dimaksud dengan unsur masyarakat adalah antara lain tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok masyarakat miskin,” papar Laili Khairnur.

Dikatakannya Peraturan Pemerintah (PP) 43/2014 tentang Pelaksanaan UU Desa, terkait BPD di pasal 72, menerangkan pengisian keanggotaan BPD dilaksanakan secara demokratis, melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan dengan menjamin keterwakilan perempuan.

“Musyawarah Desa (Musdes), pasal 80 terkait unsur masyarakat yang terlibat dalam Musdes di poin h, sudah dijelaskan perwakilan kelompok perempuan. Kemudian pasal 127, terkait Bab Pemberdayaan Masyarakat dan Pendampingan Masyarakat Desa ayat 2 point d, menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal ,” ungkap Laili Khairnur.

Ia menerangkan pada bagian penjelasan, pasal 150 point g, peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas anak usia dini, kualitas kepemudaan, dan kualitas perempuan.

“Jadikan perempuan desa sebagai subyek, integrasi analisis gender dalam program yang dilakukan, baik oleh desa maupun para penggerak perubahan sosial,” ajak Laili Khairnur. (lud)