eQuator – Pontianak-RK. Memperingati hari anti korupsi, Rabu (9/12), mahasiswa berorasi di Bundaran Digulis Untan Pontianak. Mereka gabungan dari berbagai organisasi, mengepung setiap penjuru bundaran.
Menurut pandangan Solidaritas Mahasiwa Peduli Rakyat (Solmadapar), 2015 merupakan tahun duka cita dalam memperingati hari Anti Korupsi Nasional. Pasalnya di tahun ini terbongkar korupsi yang dilalukan oleh oknum perwira menengah berpangkat AKBP yang bertugas di bawah kepemimpinan Brigjen Pol Arief Sulystianto. Kerugian tidak sedikit Rp6,5 miliar atas penyelewenangan anggaran jasa telekomunikasi pada tahun 2011 sampai 2014, kemudian 2014 sampai 2015. Oknum perwira itu adalah AKBP ET .
Bima Sakti juru bicara Solmadapar menegaskan, adanya aoknum aparat penegak hukum dari kepolisian yang terlibat korupsi di Kalbar, merupakan peringatan keras bagi pihak penegak hukum lainnya yang menangani kasus korupsi di Kalbar ini (Jaksa). “Karena di kepolisian sendiri sudah terbukti ada yang terjerat kasus korupsi,” tegas Bima Sakti.
Munculnya kasus AKBP ET ini, menambah panjangnya catatan kegagalan pihak kepolisian dalam menangani kasus korupsi. Keterlibatan AKBP ET menjadi bukti. “Selain itu kepolisian di Kalbar tidak serius menangani kasus korupsi Bansos KONI yang tak pernah terselesaikan,” kesal Bima.
Solmadapar pun seperti tidak percaya kepada Polda Kalbar dalam menangani kasus korupsi di wilayah hukumnya. “Kami melihat kasus-kasus korupsi di Kalbar hanya menjadi ajang eksis polisi saja, mendapatkan citra baik di mata masyarakat,” ujarnya.
Tak berhenti berorasi dan membakar ban di Bundaran Digulis Untan, Solmadapar juga mendatangi Mapolda Kalbar. Tujuannya memberikan Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulystianto tengkorak hitam, tanda tak serius menangani kasus korupsi yang telah disidik. Salah satunya penanganan Bansos KONI Kalbar. Ditambah lagi perwira menengah terjerat kasus korupsi di zaman kepemimpinan Kapolda Arief.
Sebelum menyerahkan bendera tengkorak hitam, para orator dari Solmadapar menyampaikan aspirasi dan kekecewaan mereka atas penanganan kasus korupsi di Mapolda. Mereka berteriak-teriak dengan toa bagaikan rocker di hadapan pejabat tinggi Polri yang menyambut kedatangannya. “Kita menuntut Kapolda Kalbar…!!,” teriak salah satu mahasiswa dari Solmadapar berambut panjang mengunakan celana panjang robek di lutut dengan toanya.
Selesai berorasi. Salah satu dari mereka pun ingin menyerahkan langsung bendera tengkorak hitam kepada sang pencetus Zero Tolerance (salam zero) di lembaga kepolisian itu (Brigjen Pol Arief). Sayangnya Brigjen Pol Arief tak berada di markasnya. Melainkan sedang berada di Ketapang, memantau Pilkada serentak di Kalbar. Begitu juga Wakapolda Kombes Pol Joko Irianto memantau Pilkada di Bengkayang dan Sambas.
Akhirnya Solmadapar menyerahkan bendera tengkorak hitam itu kepada perwakilan Kapolda Kalbar. Polda Kalbar menghadirkan Wadir Reskrimsusnya AKBP Winarto.
“Kapolda memberikan penilaian kinerja Kapolresta dan Kapolres-Kapolres menggunakan bendera tengkorak bagi yang bermasalah. Kali ini kami memberikan bendera tengkorak hitam kepada Kapolda atas penanganan kasus korupsi. Silakan diterima perwakilannya,” kata salah satu mahasiswa dari Solmadapar.
Bendera tengkorak yang dibuat dengan bendera hitam bergambarkan tengkorak putih, sudah diikat dengan sebatang bambu dan diterima Wadir Reskrimsus Polda Kalbar. “Terima kasih atas kontrol dan kritiknya, serta mengawasi kami dalam menjalankan tugas. Kami terima bendera ini,” kata AKBP Winarto.
Wadir Reskrimsus Polda Kalbar pun menjelaskan, kasus Bansos KONI ada satu tersangka yang belum diperiksa. Pemeriksaan tidak dapat dilakukan, karena harus menunggu izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). “Itu kendalanya. Silakan tanyakan kepada DPR RI. Karena kami masih menunggu izin pemeriksaan dari MKD,” jelas Winarto.
Dikatakannya juga, kasus Bansos KONI ini sendiri, saat ini sudah masuk tahap satu. Empat tersangka yang ditetapkan berstatus tahanan kota. Penahanan diperpanjang menjadi 40 hari. “Mudah-mudahan bulan Desember ini sudah P21 atau tahap dua,” ujar Winarto.
Dari organisasi Mahasiswa lainnya GMNI, juga turut mengepung Bundaran Digulis Untan Pontianak untuk menyuarakan hari anti korupsi. Mereka lebih menekankan penegak hukum di Kalbar untuk menindak tegas pelaku korupsi sampai ke akar-akarnya. Sehingga hari anti korupsi tidak hanya diperingati saja, akan tetapi dijadikan momentum untuk menjadikan Indonesia bebas korupsi.
GMNI pun menyayikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Menarik perhatian masyarakat untuk bangkit dan melawan korupsi di Indonesia, khususnya di Kalbar. Mereka menuntut penegak hukum mencabut RUU KPK dan laksanakan UU No 31 tahaun 1999 dan UU No 20 tahun 2001 tentang Tipikor, serta menolak revisi KUHP dan KUHAP yang disengaja melemahkan KPK.
Kemudian mereka juga menuntut tangkap dan hukum seberat-beratnya korupsi sektor pendidikan. Sedangkan tuntutan lainnya, mereka meminta Ketua DPR Setya Novanto diusut. (zrn)