eQuator – Pemerintah Indonesia memandang konflik di sejumlah negara Islam belakangan ini, tidak lepas dari peran intervensi sejumlah negara-negara besar. Tanpa menjelentrehkan pihak yang dimaksud, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyerukan agar negara-negara besar itu berhenti mencampuri urusan dalam negeri negara-negara Islam.
“Kami serukan kepada negara-negara besar, jangan hancurkan negara-negara (Islam) yang memang sedang bermasalah,” kata Wapres Jusuf Kalla, saat akan menutup Konferensi Cendekiawan Muslim, Ulama, dan Sufi se-Dunia IV, di UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, kemarin (25/11).
Di awal sambutannya di depan peserta konferensi, dia membeber tentang keprihatinannya atas gelombang pengungsi dari sejumlah negara-negara berpenduduk Islam yang sedang berkonflik, beberapa waktu terakhir. Fenomena hijrahnya sejumlah kelompok masyarakat ke negara-negara Barat, menurut dia, berkebalikan dengan fenomena hijrah ketika zaman rasulullah.
“Tentu, kita sedih, saat memperingati dan merayakan tahun hijriyah, jutaan umat Islam justru hijrah ke negara non-Islam untuk dapat perlindungan. Ini sungguh tragis,” ungkap JK. Menurut dia, situasi hijrah di era rasulullah yang setiap tahun diperingati umat muslim hingga saat ini justru terjadi sebaliknya. Ketika itu, masyarakat malah yang berbondong-bondong masuk ke negara-negara Islam untuk mendapat jaminan keamanan dan kenyamanan.
JK kemudian menilai kalau persoalannya memang bukan semata-mata adanya intervensi dari pihak luar. Kondisi masing-masing negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas Islam sendiri juga yang memicunya. Mulai dari faktor kepemimpinan yang otoriter dan tidak demokratis hingga minimnya sikap toleransi antar kelompok.
“Karena itulah, saya mengharapkan doa dan upaya dari alim ulama manapun agar berupaya mendorong kepemimpinan yang baik, sehingga negara besar juga tidak punya kesempatan menghancurkan negara kita,” ajak JK.
Konferensi yang diinisiasi International Conference of Islamic Scholar (ICIS) itu salahsatunya menghasilkan Malang Message. Sebuah dokumen kesepahaman bersama yang diharapkan menjadi pesan bagi pemimpin dan masyarakat muslim di dunia untuk mengembangkan Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semua).
ICIS digagas sejak tahun 2002 oleh Kementerian Luar Negeri RI dan sejumlah tokoh. Salah satunya mantan Ketua Umum Tanfidziyah PB NU Hasyim Muzadi. Salah satu upayanya adalah merangkul ulama, cendekiawan, dan sufi se-dunia untuk bersama-sama meredam radikalisme dan ekstrimisme. Termasuk, berusaha menjembatani dunia Islam dan dunia Barat.
Sekjen ICIS Hasyim Muzadi yakin nilai Islam yang berkembang di nusantara dan sebagian besar di Asia Tenggara bisa menjadi solusi jika dikembangkan di Timur Tengah. Yaitu, Islam yang toleran, moderat, tidak ke kiri dan ke kanan. “Moderasi Islam rahmatan lilalamin ini diperjuangkan oleh ICIS sejak awal,” tandas Hasyim.
Selain wapres, hadir dalam acara penutupan konferensi tersebut juga diikuti Menteri Agama Brunei Darussalam Dato Haji Badaruddin bin Dato Haji Othman. Hadir pula Ketua Sufi Turki Syeikh Fadil Al-Jalaini. Wagub Jatim Saifullah Yusuf ikut pula menyertai wapres dalam kesempatan itu. (Jawa Pos/JPG)