eQuator.co.id – JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengomentari desakan publik supaya Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu KPK. Dia tidak ingin mengomentari urusan Perppu itu. Hanya saja dia menyinggung soal posisi dewan pengawas dan komisioner KPK yang perlu diperjelas.
Selama ini Keberadaan dewan pengawas KPK menjadi sorotan publik. Sebab untuk melakukan penyadapan, perlu mendapatkan izin dewan pengawas. “(Keberadaan, Red) Pengawas ini juga perlu perbaikan-perbaikan prosedur internal. Tidak seperti itu juga,” kata JK di kantornya kemarin (1/9). Jika tidak dilakukan perbaikan atau penataan, posisi dewan pengawas dan komisioner KPK tidak jelas.
JK menegaskan kedudukan dewan pengawas dan komisioner KPK harus diperjelas. Saat ini dia menilai di UU KPK yang baru, kedudukan keduanya seakan sama. Atau bahkan dewan pengawas lebih tinggi.
Pria asal Makassar itu mengatakan pemerintah tetap ingin menjalankan upaya antikorupsi melalui KPK. Di sisi lain pemerintah juga menjaga aparat negara dan pemerintah. Supaya aparatur negara dan pemerintah tetap hati-hati sekaligus berani dalam mengambil kebijakan atau tindakan.
“Sekarang ini dengan situasi seperti ini, mungkin tak melihat bahwa kantor-kantor pemerintah takut luar biasa,” katanya. Aparatur atau pejabat berani ambil keputusan. Menurut JK, jika tak ada yang berani ambil keputusan, maka negara ini berjalan tidak lancar.
Untuk itu JK menegaskan bahwa kedua tujuan itu harus berjalan bersama. Yakni pemberantasan korupsi dan jalannya pemerintahan yang hati-hati dan cepat. Menurut JK pejabat pemerintahan juga harus ada keberanian untuk bertindak. Menurut JK saat ini hampir tidak ada keberhasilan akibat ketakutan-ketakutan itu.
JK juga meminta masyarakat bisa menahan diri. Apalagi saat ini gugatan UU KPK sudah berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia berharap publik menunggu keputusan MK. Dia menjelaskan revisi UU KPK sejatinya bukan tergesa-gesa. “Jangan lupa, itu kan sudah dibicarakan DPR sejak tahun 2015. Tapi kan ditunda,” katanya. Tiga poin kekhawatiran masyarakat terkait revisi UU KPK itu adalah keberadaan dewan pengawas, izin penyadapan, dan surat perintah penghentian perkara (SP3). (Jawa Pos/JPG)