Masa’ Bupati Jadi Ketua Panitia Pembebasan Tanah

Tambul Husin Hormati Proses Hukum

DITEMUI MEDIA. Mantan Bupati Kapuas Hulu dua periode, Abang Tambul Husin, diwawancarai awak media di kediamannya, Jalan Selat Panjang, Kecamatan Pontianak Utara, Kamis (26/9) sore. Abdul Halikurrahman-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Setelah 13 tahun berlalu, mantan Bupati Kapuas Hulu Abang Tambul Husin diutak-atik kasus pembebasan tanah. Untuk perumahan Dinas Pemerintah di Putussibau tahun 2006. Lantas dijadikan tersangka.

“Pada prinsipnya saya menghormati proses hukum yang berjalan, karena sudah menjadi tugas kejaksaan, masalah (keputusan, red) nanti tinggal persidangan,” tutur Tambul kepada awak media, di kediamannya Jalan Selat Panjang, Pontianak Utara, Kamis, (26/9).

Karena itu, ia membantah dikatakan mangkir dari panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar pada pemeriksaan pertama sebagai tersangka, Kamis (12/9) lalu. Ketidakhadiranya waktu itu bukan tanpa sebab.

Bersamaan waktunya, mantan bupati dua periode itu tengah sibuk-sibuknya mengurus persiapan pernikahan anaknya. Perihal ketidakhadiran sudah disampaikan kepada Kajati.

“Saya sudah menyurati Kepala Kejaksaan Tinggi, dengan surat tulisan tangan saya,” ungkapnya.

Dan pada panggilan kedua, Tambul memenuhinya. Dia pun dicecar 31 pertanyaan terkait kasus yang menyeretnya itu.

Tambul menerangkan, permasalahan bermula saat Pemda Kapuas Hulu akan melakukan pembebasan lahan tahun 2006. Namun dirinya tidak mau ikut serta di dalamnya, terutama terkait dengan administrasi.

Pembebasan lahan dianggarkan sekitar Rp1,7 miliar dari APBD dengan target perolehan tanah seluas 10 hektar. Dalam proses pembebasan, dibentuklah panitia, merujuk pada Perpres no 55 tahun 1993 dan SK Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang berlaku saat itu. Yang mengharuskan Bupat menjadi Ketua Panitia.

“Saat itu saya menolak keras. Tidak mau (jadi ketua panitia pembebasan lahan) karena beberapa pertimbangan, terutama soal kesibukan sebagai Bupati yang memiliki tugas rutin, masa’ seorang bupati (jadi) ketua tim pembebasan tanah,” tutur Tambul.

Sementara, tugas sebagai Ketua Tim pembebasan tanah sangat teknis sekali. Mulai dari sertifikasi, penilaian tanah, turun ke lapangan, hingga rapat. Padahal tugas teknis sendiri sudah ada badan atau dinas tertentu yang sudah menjadi tupoksinya.

Misal pengurusan SKT menjadi urusan kepala desa, pengukuran dan pembuatan sertifikasi tanah menjadi tugas BPN.

“Penjabaran dari Keppres dan SK BPN itu pun sangat rancu. Bupati kan anak buah Mendagri, bukan anak buah BPN. Sehingga saat itu saya menolak,” ungkapnya.

Meskipun begitu, untuk urusan administrasi, namanya tetap saja harus dicantumkan sebagai Ketua Pantia. Karena Perpres tersebut yang mau tidak mau, harus tetap menyesuaikan petunjuk Pusat yang kala itu berlaku.

“Meskipun waktu itu saya menolak. Namun tidak mungkin nama saya tidak dicantumkan di situ. Kalau tidak dicantumkan maka bertentangan pula dengan Perpres,” paparnya.

Sehingga, lanjut Tambul Husin, secara formal tidak ada jalan lain selain mengiyakan. Sebab, akan jadi temuan nantinya dan Bendahara pun tidak akan berani mengeluarkan anggaran apabila tidak sesuai dengan petunjuk.

Akhirnya, Ketua Pembebasan lahan dilimpahkan kepada Asisten 1 Pemda Kapuas Hulu yang pada saat itu dijabat oleh Raden Amas Sungkalang. Sebab tupoksinya berkaitan di bidang pertanahan.

“Sebab Bupati tidak memiliki tugas teknis. Sehingga semua tugas teknis Bupati terbagi habis, dibantu kepala dinas, dibantu kepala bagian, dan seksi, dan semuanya secara mekanisme,” jelasnya.

Sehingga, dengan penunjukan tersebut, secara otomatis Bupati hanya sebagai administrator dan melimpahkan tugas sebagai ketua tersebut kepada Asisten I. “Jadi Bupati memang Ketua. Tapi Bupati menarik diri untuk ikut serta didalam pekerjaan. Karena memang waktu tidak mungkin, dan tugas tersebut merupakan tupoksi masing-masing unit kerja,” beber Tambul.

Setelah penunjukan itu, ia pun tidak pernah mencampuri apapun urusan yang dilakukan  panitia. Selain hanya menandatangani berita acara yang diperlukan untuk pencarian anggaran.

“Saya tidak pernah ikut rapat. Bahkan membaca berita acara pun tidak pernah. Saya hanya menandatangani berita acara. Karena kalau tidak saya tanda tangani, anggaran tidak cair,” jelasnya.

Tambul Husin mengatakan, capaian pembebasan lahan dengan anggaran yang berasal dari APBD pun akhirnya melebih target yang sebelumnya ditetapkan. Target 10 hektar, Pemda Kapuas Hulu justru mampu membebaskan 21 hektar.

Namun, tahun 2008 memang ada pihak tertentu yang mengklaim bahwa pembebasan tanah seluas 21 hektare itu termasuk tanah yang bersangkutan. Dasarnya adalah sembilan sertifikat. Sehingga negara seperti dirugikan.

“Jadi ibarat Pemda telah ngeluarin uang Rp1,7 miliar. Tapi kekayaan tidak bertambah, karena belum bisa dibekukan akibat sengketa,” tuturnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, tiga dari sembilan sertifikat itu akhirnya telah memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara enam lainnya kini tengah berproses.

“Jadi Pemda dan pihak yang mengaku memiliki tanah tersebut telah bersengketa. Hasilnya, tiga dari sembilan sertifikat tanah tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara enam lainya masih berproses,” ungkapnya.

Disamping itu, uang sebesar Rp1,7 miliar oleh pemilik tanah asal yang bernama Ateng, juga dikembalikan.

“Jadi tidak ada lagi namanya rugi negara. Udahlah perkara ini diketahui ada pihak lain yang salah. Uang Rp1,7 pun sudah dikembalikan,” ungkapnya lagi.

Belum Bisa Dikonfirmasi

Seperti diberitakan, Kajati Kalbar menetapkan mantan Bupati Kapuas Hulu Abang Tambul Husin sebagai tersangka sejak 22 Agustus 2019. Penetapan tersangka setelah  penyidik Kajati menemukan alat bukti permulaan yang cukup.

Surat perintah penyelidikan dimulai sejak 5 Januari 2017. Membaca perkembangan hasil penyelidikan Tim Jaksa 28 April 2017, dan ekpose pada Rabu, 27 September 2017 dalam dugaan korupsi tersebut. Ditambah telaah Jaksa tanggal 10 Juli 2019 terhadap putusan Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi TA 2016, atas nama terpidana Daniel Alias Ateng dkk, dan nota dinas Asisten Tindak Pidana Khusus, nomor: ND-13/O. 1.5/F.d.1/07/2019 tanggal 10 Juli 2019.

Dalam statusnya sebagai tersangka, Abang Tambul Husin dijerat pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3), Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang telah diubah  dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPidana.

Kemudian, subdair pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Republik Indonesia nomor 31 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHPidana.

Terkait pemeriksaan itu, upaya konfirmasi telah dilakukan Rakyat Kalbar dengan menghubungi Kasi Penkum Kejati Kalbar Pantja Edi Setiawan via WhatsApp, namun belum mendapatkan jawaban.

 

Laporan Andi Ridwansyah dan Abdul Halikurrahman

Editor: Mohamad iQbaL