eQuator.co.id – Pontianak-RK. RL, seorang mantan pengurus di Baitulmaal Munzalan Indonesia (BMI) membeberkan kondisi pelaporan keuangan di sana. Hal ini menyusul adanya aduan aktivis sosial ke Komisi Informasi (KI) Kalbar. Menyoal keterbukaan dan transparansi laporan keuangan di lembaga yang menghimpun dana umat tersebut.
“Saya lihat memang banyak bermasalah dalam pembukuannya. Campur aduk,” tuturnya kepada sejumlah wartawan, kemarin (8/8).
RL menceritakan, awalnya lembaga yang kini aktif dalam kegiatan sosial itu ingin mendirikan ekonomi mandiri. “Waktu itu saya bergabung sekitar tahun 2012. Saya bertemu dengan tokoh-tokoh di sana. Kemudian bersama-sama, membangun Pondok Modern yang dinamai Munzalan Ashabul Yamin,” kata RL.
Menurut dia, sebelumnya lembaga tersebut sudah terlebih dulu melakukan gerakan sosial seperti Infak Beras. “Nah, saat sudah masuk, saya diminta untuk mengurus Infak Beras. Saat itulah, saya melihat ada masalah dalam pembukuan (keuangan, red). Campur aduk,” ujarnya.
Setelah memegang pengelolaan Infak Beras, RL melanjutkan, kala itu dia kemudian diangkat menjadi Direktur Lembaga BMI, yang bergerak di bidang pengelolaan dana umat, baik infak, sedekah, zakat, maupun wakaf. Kepercayaan itu kemudian dimanfaatkan untuk memperbaiki sistem keuangan dengan memperketat pengeluaran. Harapannya, tidak ada lagi kebocoran dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Menurut dia, selama ini banyak ditemukan penggunaan dana umat yang tidak sesuai akad. Setelah dilakukan pengelolaan yang benar, BMI mampu menyantuni puluhan pondok pesantren yang tersebar di wilayah Kalimantan Barat. Yang awalnya hanya belasan pondok.
“Sekarang bisa puluhan pondok yang disantuni. Meningkat drastis. Yang awalnya belasan juta yang masuk, Alhamdulillah setelah saya kelola keuangannya, yang masuk bisa ratusan juta,” bebernya.
Menurutnya lagi, selama ini dana yang ada banyak digunakan untuk operasional. Sehingga jatah yang sesuai akadnya, misalnya untuk anak yatim jadi berkurang.
Namun, karena proteksi yang terlalu ketat dalam mengelola keuangan, RL kerap berseteru dengan unsur pimpinan lainnya. “Dalam bidang agama di sana, saya angkat topi. Tapi yang saya jalankan ini bidang manajemen. Saya memang bukan orang yang benar. Tapi saya berusaha untuk meluruskan dan hanya mencoba menjaga amanah,” tutur dia.
Menurut dia, tidak ada yang salah dengan konsep yang dibangun oleh Munzalan. Bahkan di Madinah sendiri juga sama.
“Rasullah membangun peradaban pun tidak lepas dari urusan muamalah. Hanya saja, di Munzalan banyak bercampur aduk. Mana dana umat, mana bisnis, sudah bercampur aduk. Itu yang sangat saya sesalkan,” ucap dia.
Untuk diketahui, sejumlah penggiat sosial, masyarakat dan relawan sudah mendatangi KI Kalbar, Rabu (7/8) kemarin. Mereka membahas tentang keterbukaan informasi dan transparansi penggunaan dana publik yang dikelola oleh Munzalan.
Rospita Vici Paulyn, Komisioner KI Kalbar mengatakan, berkas dan apa yang disampaikan kelompok masyarakat ke KI itu, bahwa Munzalan sudah memenuhi unsur sebagai badan publik. Kategori badan publik di Indonesia meliputi organisasi masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya (Co: Persatuan Keagamaan, Yayasan, Perkumpulan/Forum, dll) yang menerima dana dari APBN, APBD, bantuan luar negeri dan/atau sumbangan masyarakat.
Kemudian, berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), informasi tentang laporan keuangan yang telah diaudit merupakan informasi yang bersifat terbuka. “Nah, sehingga boleh diketahui dan diminta oleh siapapun sebagai bagian dari pengawasan terhadap penyelenggaraan badan publik dan penggunaan anggarannya,” tutur Vici menanggapi aduan tersebut.
Dengan demikian, lanjutnya, masyarakat berhak utk mengetahui dan mendapatkan laporan penggunaan anggaran dari ormas, perkumpulan/forum, yayasan, LSM, dan lembaga publik lainnya. Sepanjang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU KIP.
“Untuk itu, jika masyarakat ingin mendapatkan informasi terkait penggunaan anggaran suatu organisasi masyarakat/lembaga/yayasan, silakan lakukan permintaan informasi yang bisa dilakukan melalui berbagai media/saluran yg tersedia seperti surat, email, WA, atau datang langsung,” terang dia.
Dalam 10 hari kerja (HK) Munzalan sebagai badan publik wajib menjawab permohonan informasi yang diminta. Jika dalam 10 HK permohonan informasi tidak dijawab, atau dijawab tetapi jawabannya tidak memuaskan bagi pemohon, ajukan surat keberatan.
Jika dalam 30 HK badan publik tidak menjawab keberatan informasi tersebut, atau dijawab tetapi jawabannya juga tidak memuaskan pemohon, pihak pemohon dapat langsung mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik ke KI.
“Nah, apabila surat keberatan dijawab sebelum berakhirnya masa 30 HK dan Pemohon masih tidak puas atas jawaban tersebut, tidak perlu menunggu 30 HK. Pemohon dapat langsung mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik ke KI,” jelasnya.
KI, sambungnya, akan melaksanakan sidang sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi untuk memanggil para pihak yang bersengketa, dan ‘memaksa’ badan publik memenuhi hak publik atas informasi. “Jika informasi yang diminta oleh pemohon bersifat terbuka. Begitu alurnya,” papar Vici.
Untuk itu, KI Kalbar memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada kelompok masyarakat yang peduli terhadap keterbukaan informasi publik serta penyelenggaraan badan publik yang baik dan bersih di Kalbar pada khususnya. “Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam upaya mendorong keterbukaan di badan-badan publik. Seperti yang diupayakan masyarakat terhadap yayasan ini,” tutupnya.
Anggota DPRD Kota Pontianak, Herman Hofi Munawar, menanggapi soal transparansi yang diinginkan sejumlah aktivis sosial ini. Menurut dia, setiap organisasi apapun bentuknya yang menghimpun dana masyarakat maski terbuka dan transparan.
“Tidak boleh satu pun organisasi yang menghimpun dana masyarakat mengabaikan itu,” katanya, saat diwawancara di kantornya.
Jika ada salah satu lembaga masyarakat yang tidak transparan akan hal tersebut, maka akan membuat kepercayaan masyarakat berkurang dan bahkan hilang dengan lembaga tersebut. “Ini yang merusak sebenarnya,” jelasnya.
Sebetulnya sambung Politisi Partai PPP ini, bukan hanya persoalan menuntut transparansi saja. Karena undang-undang juga menuntut hal itu. “Bahkan ini pidana sebetulnya kalau kita mengarah kesana,” tegasnya.
Pihaknya berharap, semua pihak, apapun dia, dalam bentuk apapun harus terbuka dan transparan. Terutama dalam pengelolaan keuangan. “Kalau memang itu sudah diaudit, meski harus dilakukan secara terbuka dan bisa diakses semua orang,” ujarnya.
Apalagi lanjut dia, kepada para donator, maupun masyarakat umum. Mereka punya hak mengetahui penggunaannya dari mana, kemana dan berapa jumlahnya.
Sebagai wakil rakyat, pihaknya akan mencoba memfasilitasi pertemuan antara pihak-pihak terkait. “Melalui dewan, kita akan coba berkomunikasi dengan pihak terkait. Supaya mereka mau secara terbuka menyampaikan persoalannya,” ucapnya.
Akan tetapi, kata Herman, pihaknya juga tidak punya kewenangan untuk memaksa. Dalam kasus ini, dikatakan dia kembali, sebenarnya bisa saja masuk dalam ranah hukum dan masuk dalam delik aduan serta delik umum.
“Aparat penegak hukum pun bisa saja masuk ke sana,” tuturnya.
Kendati demikian, Herman berpendapat selama kasus tersebut masih bisa dikomunikasikan dan diselesaikan secara baik-baik, tidak perlu masyarakat membawanya sampai kerana hukum.
“Asumsi kita baik-baik sajalah terkait penggunaan dana tersebut. Karena persoalan ini kan menyangkut transparansi dulu. Belum masuk apakah ada penyalahgunaan anggaran atau tidak,” terang Herman.
Sementara, jika nantinya ditemukan ada penyimpanan terkait penggunaan anggaran tersebut, tentu itu hal lain lagi. “Sebab awal kasus itu adalah transparansi. Sehingga ada pihak-pihak terkait merasa tidak mendapatkan akses untuk mengetahui tentang itu. Itu yang dikesalkan,” tambahnya.
“Persoalan benar atau tidak, itu persoalan lain. Itu ada ranah kedua. Yang jelas masyarakat punya hak untuk bisa mengakses informasi-informasi terkait penggunaan anggaran itu,” sambungnya.
Sebelumnya, Direktur BMI Muhammad Imam Muttaqin menjelaskan, dirinya selalu terbuka terhadap setiap pengelolaan keuangan. Seluruh orang tua asuh yang aktif di BMI selalu diberikan update pengelolaan keuangan.
“Semua yang jadi orang tua asuh selalu kita kirimkan (laporan keuangan, red). Itu yang saat ini sedang saya perbaiki,” tegasnya.
Imam yang menjabat sejak Maret 2019 ini memaparkan, pihaknya sangat terbuka terhadap kritik demi perbaikan BMI kedepannya. Dikatakannya, mungkin saja ada masyarakat yang ingin mendapatkan laporan secara bulanan atau ada juga yang menginginkan pertemuan orang asuh dengan BMI. Hal itu tak menjadi persoalan.
“Karena, kita di sini hanya sebagai jembatan apa yang didapatkan dari masyarakat dan kita salurkan ke pihak yang membutuhkan,” kata dia.
Laporan: Ocsya Ade CP, Andi Ridwansyah
Editor: Mohamad iQbal