LBH Akan Surati Munzalan, Beni: Kami Super Transparan

MUNZALAN. Suasana depan kantor BMI saat didatangi sejumlah masyarakat yang menanyakan transparansi pengelolaan keuangan, belum lama ini. OCSYA ADE CP

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Baitulmaal Munzalan Indonesia (BMI) sebagai lembaga yang bergerak di bidang sosial belakangan ini menjadi perhatian publik.

Karena dinilai tidak terbuka soal laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan kepada masyarakat yang memintanya. Apalagi ada pernyataan dari unsur pimpinan BMI bahwa masyarakat yang meminta transparansi pengelolaan keuangan tersebut dianggap tidak memiliki kepentingan.

Hal inilah membuat sekelompok masyarakat tambah penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di lembaga yang terletak di Jalan Sungai Raya Dalam, Kubu Raya itu.
Perwakilan masyarakat yang ingin mendapat keterbukaan itu kemudian mendatangi dan mengadu ke Kantor LBH Pontianak di Jalan Sepakat II, Jumat (9/8) lalu. Ini langkah ketiga setelah mengadu ke Komisi Informasi Kalbar dan anggota DPRD Pontianak.

“Perwakilan masyarakat ini menyampaikan bahwa sepatutnya yayasan yang mengelola dana umat harus menyampaikan dan memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan terkait dana yang dikelola yang bersumber dari umat,” tutur Suparman, SH MH, Ketua LBH Pontianak, kemarin.

Ia melanjutkan, lembaga sosial apapun yang menghimpun dana dari masyarakat termasuk yayasan itu sendiri seharusnya terbuka untuk publik. Mulai dari pertanggungjawaban pengelolaan keuangannya, sumber dananya, aliran dananya dari mana dan penggunaannya. “Untuk apa, semua harus terbuka untuk publik, tidak boleh ditutupi,” tuturnya.

Menurut Suparman, jika lembaga sosial yang menyatakan laporan keuangan yayasan hanya diperuntukan untuk kalangan tertentu, berarti lembaga tersebut tidak memahami secara utuh mengenai keberadaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Yang dikhawatirkan adalah, akan menjadi preseden buruk bagi lembaga sosial yang lain,” terangnya.

Misalkan, kata dia, dalam Pasal 7 ayat (1) menjelaskan bahwa badan publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

“Maka, apabila badan publik yang tidak memberikan informasi kepada masyarakat yang meminta dapat diancam pidana sesuai Pasal 52 undang-undang ini,” terang dia.
Suparman menyesalkan pernyataan Direktur BMI di salah satu media cetak yang mengatakan bahwa “menyumbang saja nggak dan memberikan apa-apa nggak tapi terus bertanya”.

Menurut Suparman, pernyataan ini seoalah-olah yang berhak menanyakan dan meminta laporan pengelolaan keuangan hanya orang tertentu. Padahal kalau mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), sepanjang yang meminta informasi publik tersebut adalah warga negara Indonesia, maka berhak untuk diberikan. “Masyarakat sepertinya dibuat kecewa oleh sikap BMI yang tidak memberikan informasi laporan pengelolaan keuangan. Sehingga masyarakat berkonsultasi kepada Komisi Informasi Kalimantan Barat dan DPRD Kota Pontianak dengan harapan haknya dapat terpenuhi,” terang diam.
Suparman melanjutkan,

lembaga sosial apapun termasuk yayasan, apabila tidak transparan dalam pengelolaan laporan keuangan kepada publik dikhawatirkan akan menimbulkan tanda tanya kepada masyarakat. “Ada apadengan laporan keuangannya atau LPJ-nya? Kalau memang laporan sesuai dengan penggunaan kenapa tidak diberikan. Kenapa dipersulit dengan berbagai alasan seolah-olah ditutupi,” tegasnya.

Yayasan sebagai lembaga sosial sepatutnya lebih terbuka diminta informasi dan harusnya informasi tersedia untuk umum. Lebih-lebih kalau informasi itu diminta oleh masyarakat.
“Hal ini semata-mata untuk menghindari rasa kecurigaan masyarakat atas pengelolaan keuangannya,” kata dia.

Pihak yayasan, sambungnya, semestinya menyampaikan secara utuh laporan pengelolaannya keuanganya. Misalnya dari jumlah asetnya, sumber dana dari mana, pengelolaannya seperti apa.

“Seharusnya dipublish. Perlu diingat yayasan selain mengelola dana masyarakat, yayasan juga bisa menerima hibah atau bantuan dari pemerintah, dan masyarakat berhak untuk melakukan pengawasan,” kata dia.

Suparman secara kelembagaan akan mengirimkan surat kepada pihak BMI. Sekaligus mendesak kepada BMI agar segera mempublikasi laporan pengelolaan keuangannya secara utuh sejak awal pendirian hingga sekarang kepada publik tanpa terkecuali.

“Juga mendesak agar BMI segera memberikan laporan pengelolaan keuangan kepada masyarakat yang meminta tanpa terkecuali. Apabila nantinya pihak BMI tidak menanggapi klarifikasi tersebut maka LBH Pontianak akan melakukan upaya-upaya hukum yang telah disediakan oleh undang-undang,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur BMI Muhammad Imam Muttaqin menjelaskan, bahwa selama menjabat sebagai sejak Maret 2019 kemarin, dirinya selalu terbuka terhadap setiap pengelolaan keuangan. Seluruh orang tua asuh yang aktif di BMI selalu diberikan update pengelolaan keuangan.

“Semua yang jadi orang tua asuh selalu kita kirimkan (laporan keuangan, red). Itu yang saat ini sedang saya perbaiki,” tegasnya.

Ia juga memaparkan, pihaknya sangat terbuka terhadap kritik demi perbaikan BMI kedepannya. Dikatakannya, mungkin saja ada masyarakat yang ingin mendapatkan laporan secara bulanan atau ada juga yang menginginkan pertemuan orang asuh dengan BMI. Hal itu tak menjadi persoalan.

“Karena, kita di sini hanya sebagai jembatan apa yang didapatkan dari masyarakat dan kita salurkan ke pihak yang membutuhkan,” kata dia.

Ia mengaku, merasa aneh jika ada pihak tertentu yang tidak menjadi orang tua asuh tapi justru mempertanyakan laporan keuangan BMI. “Menyumbang saja nggak dan memberikan apa-apa juga nggak, tapi terus bertanya,” cetusnya.

Menurut dia, BMI bukan untuk perorangan. Karena lembaga. “Yang kita bantu ini anak yatim piatu, penghafal quran. Bahkan, orang tua asuh bukan hanya menyumbang, kita ajak menyalurkan. Juga tidak masalah,” terangnya.

Sementara itu, Minggu (11/8) siang, awak koran ini mendatangi kantor BMI. Tak ada pihak yang dapat dikonfirmasi. Awak koran ini diarahkan untuk datang kembali ke BMI pada hari ini, Senin (12/8).

Informasi yang dihimpun di lapangan pun, pihak BMI akan menyampaikan klarifikasinya pada hari itu.

Kemudian, Minggu malam, awak media ini kembali menghubungi pihak BMI. Kala itu, Beni Sulastiyo, perwakilan atau orang yang berkompeten di Munzalan memberikan tanggapan.
Ia menegaskan, pihak yang belakangan menganggap Munzalan tak transparan dalam mengelola dana umat adalah fitnah.

Ia pun menjamin, Munzalan sangat transparan. Bahkan setiap laporan dana umat rutin dipublis secara online. Selama ini, kata dia, donatur pun tak pernah komplain.

“Laporannya setiap bulan kami sampaikan ke orang tua asuh, para donatur itu. Setahun sekali kita kumpulkan. Antara orang tua asuh, santri, dengan pimpinan pondok pesantren. Kita sampaikan semua,” jelasnya.

Karena itu, Beni mengaku bingung dengan pihak yang mempertanyakan soal transparansi itu. “Statusnya apa? Kalau relawan, Munzalan tak mengenal istilah itu. Di Munzalan, kita tak mengenal istilah relawan. Yang ada, jamaah masjid, santri, pengurus yayasan dan karyawan baitul mal,” tutur dia.

“Jadi, relawan yang menuntut transparansi ini, relawan yang mana. Saya juga tidak paham,” tanyanya.

Ia kembali menegaskan, pihak yang mepersoalkan transparansi ini cenderung fitnah. “Ini fitnah besar bagi Munzalan. Kita sedang pelajari,” ujarnya.
Kendati demikian, Beni memastikan Munzalan tidak terlalu ambil pusing dengan fitnah yang menurutnya keji tersebut. Apalagi pihak yang menuntut transparan tersebut tak jelas identitasnya.

Harusnya, kata dia, jika memang mau mengetahui hasil audit  ada mekanismenya. Dan, jelas keperluannya untuk apa. Tak ujuk-ujuk minta. Apalagi lewat media sosial.
“Surat permohonannya saja tidak pernah dilakukan. Lalu, tiba-tiba minta hasil audit. Dimana logikanya. Tapi, kita tidak mau reaksional menanggapi pihak-pihak ini. Kami pun tidak mau membangun citra. Untuk apa? Citra kami cukup di hadapan Allah,” tegasnya.
Beni menegaskan, integritas Munzalan dalam mengelola dana umat tak perlu diragukan. “Kami sudah tujuh tahun berkembang. Donatur tidak pernah komplain. Kami super transparan. Kami tidak cari untung disitu,” tutupnya. (oxa/abd)