eQuator.co.id – JAKARTA – RK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai serangkaian kegiatan penyidikan dugaan suap pengisian jabatan di Pemkab Kudus. Lembaga superbodi itu telah melakukan penggeledahan dan akan mulai memeriksa saksi. ”Nanti langsung hari Senin (29/7) sudah mulai panggilan (saksi),” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada Jawa Pos, kemarin (28/9).
Basaria tidak menyebutkan siapa saja pihak-pihak yang akan dimintai keterangan sebagai saksi. Namun, dia memastikan pemeriksaan saksi tersebut guna mendalami informasi dan bukti-bukti yang diperoleh KPK saat ini. Khususunya bukti yang berkaitan dengan perkara suap pengisian jabatan di Pemkab Kudus. ”Nanti akan kita lihat (perkembangan, Red),” ujarnya.
KPK menegaskan telah mengantongi beberapa informasi terkait dengan pengisian jabatan di Kudus. Mulai dari jabatan apa saja yang diisi hingga nama-nama pejabat yang ikut dalam seleksi jabatan. Khusus jabatan eselon II, KPK juga mengklaim memiliki data tentang indikasi aliran setoran untuk Bupati Kudus M. Tamzil yang sekarang menjadi tersangka.
”Informasi itu (soal pengisian jabatan) sudah ada, tapi kan penyidik masih mendalami dulu. Informasi awal justru ada di kita,” ungkap pensiunan perwira Polri tersebut.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Tamzil sebagai tersangka penerima suap. Tamzil dijerat bersama Agus Soeranto alias Agus Kroto (staf khusus bupati) dengan tuduhan yang sama. Kemudian sebagai pemberi suap Rp 250 juta untuk bupati, KPK menetapkan Plt Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Akhmad Sofyan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endy Jaweng mengungkapkan, untuk jangka pendek sangat sedikit yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi kepala daerah hilang. salah satunya adalah mencegah para eks koruptor mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sebab, UU 10/2016 mengizinkan eks koruptor dalam arti yang diancam pidana lebih dari lima tahun untuk nyalon.
Dia menjelaskan, ada tiga gate untuk mencegah eks koruptor menjadi calon kepala daerah. ’’Yakni, partai, pasal, dan pasar,’’ terangnya saat dikonfirmasi tadi malam. Partai sejak awal harus punya komitmen untuk tidak memberi restu pada eks koruptor menjadi calon kepala daerah. Yang terjadi, selama ini partai acapkali bobol sehingga eks koruptor tetap bsia maju.
Kemudian pasal dalam arti regulasi, terjadi penurunan manakala UU 10/2016 mengizinkan eks terpidana yang diancam lima tahun penjara untuk nyalon. Asalkan mengumumkan bahwa dia mantan terpidana. Padahal, di UU 8/2015, mereka tidak boleh mencalonkan diri.
Terakhir adalah pasar alias masyarakat pemilih. ’’Mestinya rakyat menjadi hakim terakhir untuk tidak memilih dia,’’ lanjutnya. Dalam kasus Tamzil, pada pilkada 2018 lalu dia mendapatkan suara terbanyak. Endy pun tidak habis piker bagaimana bias mantan terpidana mendapatkan suara terbanyak di daerahnya. Pemilih pun seolah menafikan statusnya sebagai mantan koruptor.
Karena itu, endy meminta masyarakat di daerah jangan ragu untuk mengampanyekan penolakan terhadap calon kepala daerah eks koruptor. Tidak perlu khawatir dituding mencemarkan nama baik. ’’Karena itu memang ada faka hukumnya,’’ tambah dia. Di saat bersamaan, juga harus ada pendidikan politik yang baik agar masyarakat tidak mudah fanatik tanpa nalar.
Di sisi lain, hingga tadi malam pihak Kemendagri Belum bisa dikonfirmasi mengenai kasus yang menimpa Tamzil. Meskipun demikian, secara prosedural, Tamzil akan dinonaktifkan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Wakil Bupati Kudus Hartopo akan menggantikan jabatan Tamzil dengan status pelaksana tugas. (Jawa Pos/JPG)