eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Dua pekan setelah menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun sebagai tersangka, tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT), kemarin (26/7). Kali ini, Bupati Kudus M. Tamzil dan sejumlah pejabat daerah setempat yang terjaring operasi senyap tersebut.
OTT itu dikonfirmasi Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Selain kepala daerah, KPK juga mengamankan delapan orang lain. Diantaranya staf dan ajudan bupati, serta Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kasmudi. Dari informasi sementara yang diperoleh tim di lapangan, Tamzil diduga terlibat dalam transaksi suap yang berkaitan dengan pengisian jabatan di Kudus.
”(Salah satu pejabat daerah yang diamankan, Red) calon kepala dinas setempat (diduga pemberi suap, Red),” kata Basaria saat dikonfirmasi Jawa Pos, kemarin. Pihak-pihak yang diamankan itu kemudian dibawa ke markas polisi setempat untuk pemeriksaan tahap awal. Dan rencananya akan dibawa ke gedung KPK di Jakarta hari ini (27/7).
Lantas berapa uang yang diamankan dalam OTT itu? Basaria belum bisa memberikan keterangan. Dia menyebut uang yang disita masih dihitung oleh tim di lapangan. Namun, berdasar sumber Jawa Pos di internal KPK menyebut ada uang senilai kurang lebih Rp 200 juta yang disita dalam OTT itu. Duit tersebut yang diduga sebagai ‘mahar’ pengisian jabatan.
Basaria menerangkan, pihaknya belum bisa menjelaskan lebih detail konstruksi perkara tersebut. KPK masih harus menelaah setiap bukti dan keterangan yang didapat di lapangan. Baru kemudian memutuskan status hukum pihak-pihak yang diamankan. ”Sesuai dengan mekanisme dan hukum acara yang berlaku, KPK diberikan waktu 24 jam (menentukan status perkara, Red),” ujarnya.
Meski demikian, Basaria mengakui modus suap itu diduga mirip dengan skandal jual beli jabatan di Klaten yang pernah diungkap KPK lewat OTT akhir 2016 lalu. ”Miriplah (modus suap di Kudus dengan di Klaten). Informasi lebih lengkap akan disampaikan besok (hari ini, Red),” imbuh pensiunan perwira polisi tersebut.
Untuk diketahui, dalam skandal jual beli jabatan di Klaten, KPK menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka. Pada September 2017, Sri kemudian divonis bersalah oleh majelis hakim dan dijatuhi hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 900 juta subsider 10 bulan kurungan. Sri terbukti menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 12,8 miliar terkait dengan jual beli jabatan.
Kala itu, KPK berhasil menguak fakta mencengangkan terkait praktik jual beli jabatan di Klaten yang dilakukan Sri. Sri diketahui membanderol setiap jabatan dengan harga tertentu. Mulai dari level kepala sekolah hingga pejabat eselon III dan II, seperti kepala bagian sampai kepala dinas. Bahkan, sampai jabatan pegawai perusahaan daerah.
TAMZIL EKS TERPIDANA KORUPSI
Tamzil diketahui bukan politisi anyar di Kudus. Dia sebelumnya pernah menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008. Tamzil kemudian mencalonkan diri sebagai gubernur Jawa Tengah pada 2008, tapi gagal. Dan pada 2018, Tamzil maju kembali sebagai calon bupati (cabup) Kudus dengan tiga partai pengusung. Yakni, Hanura, PPP, dan PKB. Tamzil menang dalam kontestasi kepala daerah itu.
Sebelum terpilih kembali menjadi bupati, Tamzil sempat berurusan dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada 2014. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara perjanjian kerjasama terkait pengadaan sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan senilai Rp 21,848 miliar. Sarpras itu meliputi alat peraga, alat laboratorium, dan alat pendidikan lain tahun anggaran 2004/2005.
Di persidangan, Tamzil divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Kepala daerah yang tercatat memiliki kekayaan Rp 912.991.616 di laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) KPK pada 2018 lalu itu dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Pada Desember 2015, Tamzil bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane Semarang setelah mendapat fasilitas pembebasan bersyarat (PB) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan tertangkapnya Tamzil dalam OTT KPK mengonfirmasi bahwa pembatasan hak mencalonkan diri bagi eks narapidana (napi) korupsi dalam konstestasi apa pun perlu segera dilakukan. ”Ini untuk mengantisipasi kasus Kudus dan eks koruptor masuk ke dalam sistem (pemerintahan, Red),” ujarnya.
OTT Kudus juga menguatkan argumen bahwa hukuman bagi koruptor belum memberikan efek jera. Sehingga, para mantan koruptor tidak merasa kapok mengulangi perbuatannya meski sudah pernah dijatuhi hukuman pidana. Kajian Indonesia Corruption Watch (ICW), rata-rata putusan hakim terhadap pelaku korupsi selama 2018 hanya dua tahun enam bulan alias vonis ringan. (Jawa Pos/JPG)