eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Secara regulasi pemungutan biaya pendidikan di sekolah memang tidak dapat dibenarkan. Namun sayang perihal ini terjadi di Kabupaten Sambas di mana oknum guru menjual buku pada siswa. Hal ini sangat disesalkan wakil rakyat.
“Kita sangat menyayangkan hal itu. Karena sekarang memang tidak diperbolehkan menjual buku ke peserta didik,” ungkap H. Suriansyah, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Rabu (9/1).
Persoalan guru memungut biaya dengan menjual buku dan lain sejenisnya ini bukan lagi menjadi rahasia. Pasalnya tidak sedikit para orang tua siswa yang mengeluhkan hal ini. Suriansyah menyebut bahwa apa yang dilakukan oknum guru ini memang tidak diperbolehkan.
“Indikasi oknum guru yang menjual buku ke siswa tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Saya sendiri melihatnya dari sisi yang berbeda,” terangnya.
Legislator yang juga Ketua DPD Partai Gerindra ini menyatakan harus ada tindaklanjut dalam menyikapi persoalan yang terjadi secara mendalam. Jika sudah diketahui pokok permasalahannya, paling tidak ini dapat menjadi pelajaran bagi seluruh pihak termasuk pemerintah. “Apakah maksudnya untuk mendapat keuntungan atau membantu pembelajaran siswa,” tukasnya.
Ia menjelaskan, persoalan ini dilihat memang tampak sepele namun berimlementasi besar terhadap pendidikan di Kalbar. untuk itu tidak bisa hanya didiamkan saja tanpa ada tindakan atau upaya penyelesaiannya. “Masalah itu tidak bisa dianggap sepele,” imbuh Suriansyah yang darah pemilihannya Kabupaten Sambas ini.
Sekalipun demikian, Suriansyah enggan memberikan komentar miring dan berpandangan positif terhadap persoalan ini di mana ia menilai tujuan oknum guru tersebut hanya untuk memenuhi tuntutan pembelajaran siswa. “Sebab ketersediaan buku atau alat peraga lainnya memang sangat terbatas. Terutama di sekolah-sekolah agak dalam (pelosok-red),” tuturnya.
Tidak dipungkiri, tabah dia, hingga kini cukup banyak daerah di Kalbar tidak terkecuali di Kabupaten Sambas yang ketersediaan buku di perpustakaan sekolah masih sangat terbatas. Terlebih lagi guru dituntut untuk menghasilkan lulusan dengan standar Nasional. “Kalau tidak dibantu ketersediaan buku, bagaimana dengan tingkat kelulusan siswa kita nanti,” tuturnya.
Menurutnya, permasalahan ini tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. “Jangan kita hanya menuduh oknum guru itu untuk mendapatkan keuntungan yang melebihi batas kewajaran,” ingat Suriansyah.
Kalaulah memang oknum guru dimaksud memang benar menjual buku ke siswa untuk mendapat keuntungan, misalnya dilihat dari harganya yang melampaui batas kewajaran–patut juga diperhatikan ihwal kesejahteraan guru.
“Banyak guru itu bukan ASN (Aparatur Sipil Negara). Mereka honorer yang penghasilannya hanya Rp400 sampai Rp600 Ribu per bulan. Mau makan dari mana kalau seperti itu,” ucap Suriansyah.
Olehkarena Suriansyah menegaskan, masalah oknum guru yang menjual buku ke siswanya ini tidak bisa dipandang dari satu aspek saja. “Banyak dimensi yang harus dilihat,” lugas Suriansyah.
Reporter: Gusnadi
Redaktur: Andry Soe