eQuator.co.id – Jakarta. Di tengah dugaan penyadapan terhadap Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ternyata pemerintah dinilai kerap kali menjadi korban penyadapan dari luar negeri. Hasilnya, banyak kerugian yang harus didera karena informasi yang tidak terlindungi tersebut.
Pakar Kriptografi sekaligus Chairman Communicationg and Information System Security Center (CISSReC) Pratama Pershada menuturkan, sebenarnya kasus penyadapan yang dilakukan luar negeri terhadap pemerintah itu banyak, tidak hanya Australia yang menyadap pemerintahan SBY. ”Namun, perlu diketahui ini wilayah abu-abu yang belum tentu benar ya,” ujarnya.
Dia menuturkan, pernah beberapa tahun lalu PT Pertamina menggelar rapat karena kekurangan bahan bakar minyak. Dalam rapat tersebut keputusannya adalah membeli minyak dari Singapura. ”Namun, walau rapat belum selesai, ternyata ada informasi bahwa Singapura menaikkan harga minyak,” tuturnya.
Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa mengindikasikan bahwa negara tetangga itu menyadap pemerintah Indonesia. Tidak hanya segelintir pejabat, tapi hampir semuanya. ”Tidak hanya itu ya,” paparnya.
Dia mengatakan, waktu masih ada operasi Timor Timur, pernah suatu kali ada operasi penerjunan pasukan dari helikopter. Tapi, siapa sangkat ternyata pasukan musuh sudah menunggu di bawah. ”Pasukan TNI itu ditembaki semua dari bawah,” paparnya.
Untuk operasi TNI itu juga diindikasikan bahwa ada penyadapan terhadap komunikasi yang dimiliki TNI. Pratama menuturkan, keamanan informasi pemerintah jangan terasa penting saat hubungannya dengan nyawa. ”Tapi, benar-benar penting untuk melindungi Indonesia,” ungkapnya.
Contoh lainnya, adalah soal illegal fishing dan illegal logging. Dia menuturkan, mengapa sulit sekali untuk bisa menangkap kapal yang mencuri ikan di Indonesia. ”Jawabannya karena kapal itu juga memiliki peralatan penyadapan,” terangnya.
Saat semua lembaga berkoordinasi untuk menangkap, kapal pencuri ini sudah mengetahuinya dan tinggal bergeser ke lautan bebas atau laut negara lain. ”Illegal logging juga begitu, polisi hutan hanya menggunakan HT biasa, para perusahaan itu mudah membeli alat scan seharga 300 dollar untuk menyadap. Begitu bergerak, polisi hutan hanya menemukan bekas-bekasnya saja,” ungkapnya.
Menurut dia, sebenarnya ada Lembaga Sandi Negara yang sudah memiliki kemampuan untuk menyediakan alat komunikasi yang aman. Sayangnya, kepedulian pejabatnya masih kurang. ”Sudah ada email yang disediakan negara, malah milihnya email gratis dan sebagainya,” ujarnya.
Solusi untuk masalah tersebut sebenarnya sudah ada. Anak bangsa ini memiliki industri keamanan informasi yang sudah mumpuni. ”Tapi ternyata tidak dimanfaatkan dan tidak didukung,” ungkapnya.
Dia menuturkan, sudah banyak perusahaan yang bisa melakukan enkripsi atau pengacakan data. Tapi, pernahkah pemerintah memberikan dukungan. ”Jangan bangga pakai alat anti sadap luar negeri, siapa yang bisa menjamin mereka tidak punya celahnya,” tegasnya.
Sementara itu, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko menuturkan kasus penyadapan yang sedang ramai diperbincangankan itu jangan sampai membuat masyarakat was-was. Apalagi takut privasi mereka tidak ada lagi karena disadap.
”Penyadapan itu butuh upaya yang cukup berat. Tidak mungkin sembarangan orang disadap. Perlu upaya teknis dan tentu biaya,” ujar dia kemarin.
Dia mencontohkan penyadapan yang selama ini dilakukan penegak hukum seperti KPK juga berkoordinasi dengan operator seluler. Ada sebuah piranti khusus yang dipasangkan untuk mengetahui pembicaraan orang yang diselediki. Itupun tidak semua orang dengan sembarangan disadap. ”Kalau tidak ada butuhnya kan tidak mungkin disadap. Hampir tidak mungkin dilakukan pada orang biasa,” tambah mantan Kepala Pusat Penelitian Informatika LIPI.
Meskipun begitu, Handoko mengungkapkan bahwa untuk membuktikan adanya penyadapan ilegal tidak cukup mudah. Apalagi tidak memiliki bukti permulaan dugaan penyadapan. ”Tahu kalau disadap kadang baru saat dibuka di pengadilan,” jelas dia.
Sedangkan untuk menangkal penyadapan, menurut Handoko, sudah ada beberapa peralatan yang dilengkapi pula dengan enkripsi. Dia mencontohkan dalam aplikasi seperti Whatsapp pun juga sudah dilengkapi dengan metode enkripsi.
Isu penyadapan itu mulai bergulir dalam sepekan terakhir. Pemicunya pernyataan dari kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengungkapkan isi percakapaan antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin. Yakni, tentang permintaan untuk bertemu di kantor PBNU dan permintaan untuk membuat fatwa.
SBY lantas menduga bahwa dirinya menjadi korban penyadapan. Bahkan, dia meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan manakala dugaan penyadapan itu dilakukan oleh institusi negara yang punya kemampuan menyadap. Antara lain, BIN, Polisi, KPK, dan Badan Intilejen Strategis (Bais) TNI. Tapi, instansi itu mengkonformasi kalau mereka tidak menyadap SBY. (Jawa Pos/JPG)