Ahmad Fauzi Dikorbankan Pimpinan

Dianggap Hasil Kerja Tim Saber Pungli

JAKSA PEMERAS. Ahmad Fauzi, jaksa penyidik di Bidang Pidana Khusus Kejati Jatim, ditangkap usai memeras terkait perkara korupsi yang diusutnya. Dari tangannya, petugas menyita sekoper uang tunai Rp1,5 M. Galih Cokro-Jawa Pos

eQuator.co.id – Surabaya-RK. Kejaksaan termasuk instansi penegak hukum yang sangat telat menjalankan tim Saber Pungli. Ketika Kepolisian sudah menangkap puluhan anggotanya yang melakukan penyimpangan di sejumlah daerah, Kejaksaan malah belum sama sekali.

Untuk menutupi malunya, Ahmad Fauzi yang dikorbankan. Penangkapan penyidik korupsi Kejati Jatim yang memeras Rp1,5 miliar itu dianggap sebagai hasil kerja tim Saber Pungli.

‘Pengorbanan’ Fauzi tersebut diputuskan ketika pimpinan Kejaksaan menggelar rapat kerja di Bogor pada 23 November 2016 lalu. Saat itu, Fauzi hendak ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menerima duit Rp 1,5 miliar. Hanya saja, informasi itu bocor ke Kejaksaan.

Agar tidak keduluan KPK, tim intelijen Kejati Jatim bergerak lebih dulu untuk mengamankan Fauzi. Maksudnya untuk membentengi agar KPK tidak bisa menangkapnya. Sebab jika ditangkap petugas lembaga antirasuah itu, bisa merembet ke mana-mana.

Hasil mengamankan Fauzi, dilaporkan ke pimpinan Kejaksaan yang saat itu berada di Bogor. Dari pembahasan singkat, diputuskan bahwa Fauzi ditangkap oleh tim saber pungli Kejati Jatim.

Keputusan memasukkan Fauzi sebagai hasil kerja tim saber pungli, didukung pimpinan di Kejati Jatim. Karena itulah, penangkapan dan pemeriksaan awal dilakukan oleh Kejati Jatim sendiri. Hal itu sekaligus untuk menunjukkan bahwa di internal Kejati Jatim sudah melakukan bersih-bersih sesuai program Presiden.

Sempat terdengar opsi untuk menyelamatkan Fauzi. Apalagi, dia dikenal dekat dengan unsur pimpinan di Kejati Jatim. Hanya saja, pimpinan akhirnya memutuskan untuk membangun citra Kejaksaan dengan menjebloskan Fauzi ke dalam penjara ketimbang menyelamatkannya.

Penangkapan Fauzi menjadi poin positif tersendiri bagi Kejati Jatim. Korps Adhyaksa pimpinan Maruli Hutagalung tersebut saat itu menjadi satu-satunya Kejaksaan yang sudah menjalankan program saber pungli dan yang pertama kali. Sebab ketika itu belum ada satu Kejaksaan pun yang berhasil menangkap anak buahnya yang menyeleweng.

Padahal, jauh sebelum itu, Kepolisian sudah berkali-kali menangkap anggotanya yang melakukan penyelewengan di beberapa lokasi. Sedangkan di Kejaksaan belum terdengar sama sekali ada yang diamankan oleh tim saber pungli.

Sementara, Kasipenkum Kejati Jatim Richard Marpaung belum juga merespon pertanyaan Jawa Pos terkait hal tersebut. meski sudah dihubungi, dia belum menjawab telepon maupun pesan singkat. Upaya Jawa Pos untuk menemui langsung pun selama ini, tidak pernah mendapat respon. Bahkan, wartawan dilarang masuk ke lingkungan Kejati dan hanya dibolehkan menunggu di luar pagar Kejaksaan.

Ungkap Peran Lain

Dakwaan kasus pemerasan jaksa Ahmad Fauzi masih belum memuaskan banyak pihak. Sebab keterlibatan kolega Fauzi lainnya masih belum diurai dalam dakwaan. Hakim diharapkan berani memerintahkan jaksa agar menghadirkan nama-nama yang sebenarnya punya keterkaitan dengan perkara itu.

Ketua Jatim Corruption Watch (JCW) Sajali mengatakan, dakwaan belum detail mengurai pihak-pihak yang terindikasi terlibat kasus penyuapan. Baik pihak penerima suap di luar Ahmad Fauzi. Maupun pihak pemberi suap selain Abdul Manaf. “Gampangnya, kenapa kok tidak diurai dalam dakwaan, Manaf itu mendapatkan uang tersebut dari mana?” ujar Sajali.

Sajali pantas bertanya-tanya. Sebab Jatim Corruption Watch merupakan pihak pelapor kasus pelepasan tanah kas desa di Kalimook, Sumenep. Kasus itu awalnya dilaporkan ke Kejari Sumenep namun entah mengapa tiba-tiba diambilalih Kejati. Di Kejati perkara ini justru berujung pada penyuapan.

Sajali juga mempertanyakan mengapa pihak-pihak yang diduga punya peran bersama Fauzi belum diungkap. Misalnya, siapa yang memberikan persetujuan pada Fauzi untuk “mengamankan” Abdul Manaf.

Aneh jika pengamanan Abdul Manaf agar tidak menjadi tersangka itu dilakukan sendirian oleh Fauzi. Sebab dia hanya jaksa fungsional biasa. Dalam tim penyidikan kasus Sumenep, dia juga anggota biasa. Fauzi memiliki pimpinan. Mulai dari ketua tim penyidikan sampai pihak lain yang punya jabatan struktural.

Sebagaimana diketahui, Abdul Manaf memberikan uang Rp1,5 miliar ke Fauzi agar tidak dijadikan tersangka. Pemberian uang itu bermula dari Fauzi yang menakut-nakuti Manaf. Ceritanya, Fauzi menunjukan bukti transfer ke Manaf. Transferan itu dari Manaf ke Wahyu Sudjoko (Kasi Pengukuran di BPN Sumenep yang sudah menjadi tersangka).

Karena Wahyu sudah menjadi tersangka dan ditahan, Manaf takut. Dia lantas mencari berbagai cara agar bisa diamankan. Akhirnya Manaf dikenalkan pada Abdullah oleh mantan kepala desa di Sumenep.

Abdullah bertugas mengkomunikasikan keinginan Manaf ke Fauzi. Dari sinilah praktik pemerasan terjadi. Fauzi sempat meminta uang Rp2 miliar. Namun Manaf hanya bisa menyanggupi Rp1,5 miliar.

Keterlibatan Fauzi dalam sejumlah penyidikan kasus korupsi di Kejati Jatim sebenarnya janggal. Sebab awalnya oleh Kejaksaan Agung dia ditempatkan di Kejari Gresik. Namun kemudian keluar surat dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Maruli Hutagalung yang intinya memindahkan Fauzi ke Kejati. Nah, alasan pemindahan ini juga yang harusnya diurai dalam persidangan.

Tak hanya Jatim Corruption Watch, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jatim juga menyoroti dakwaan jaksa. Ketua MAKI Jatim Heru Satriyo mengatakan, sidang pertama Ahmad Fauzi harusnya memberikan harapan cerah untuk membongkar keterlibatan orang lain di internal Kejati. Setidaknya, ada dua fakta dari dakwaan yang bisa dijadikan pintu masuk.

“Yang pertama, soal disebutnya peran Abdullah,” katanya. Melalui fakta itu, berarti ada kemungkinan kalau praktik perantara untuk mendapatkan suap atau hal lain di internal Kejati Jatim sudah biasa. Itulah kenapa, dia berharap agar Abdullah bisa ikut dihadirkan di persidangan.

Kata Heru, Fauzi bisa memanfaatkan Abdullah sebagai “saksi meringankan” dirinya. Bahwa dia tidak sendirian dalam melakukan aksi yang menghasilkan uang Rp1,5 miliar itu. Saat Abdullah dipanggil dan harus memberikan keterangan di bawah sumpah, dia berharap saat itulah bobrok Kejati Jatim bisa terungkap.

Untuk poin kedua, soal bagaimana prosedur uang dari Manaf ke Fauzi yang dilakukan di komplek Kejati Jatim. Heru menilai, langkah itu terlalu frontal. Fauzi sebagai orang baru harusnya tidak berani dan mengarahkan pertemuam ke tempat lain. Kecuali, Fauzi sudah tahu ada kebiasaan itu atau jaminan dari orang lain.

“Kalau yang lain aman, aku juga aman. Bahasa Jawanya, oh ngene carane. Dia sudah tahu aman, jadi dilakukan di kejaksaan,” imbuhnya. Dari fakta itu juga, dia makin yakin kalau Fauzi tidak bermain sendiri. Meski, dia tahu butuh waktu yang panjang untuk membuat jaksa yang dekat dengan Kajati Maruli Hutagalung itu mau buka-bukaan. (Jawa Pos/JPG)