eQuator.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai lamban dalam menyelesaikan kasus korupsi pengadaan e-KTP. Sampai saat ini baru dua orang yang ditetapkan jadi tersangka. Komisi antirasuah pun didesak agar segera menjerat aktor intelektual dalam perkara korupsi yang menyebabkan kerugian negara Rp 2 triliun itu.
Peneliti Indoesian Legal Raoundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menyatakan, penanganan kasus korupsi di tubuh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Tapi sampai sekarang belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. ”Sudah dua tahun, tapi baru dua orang yang jadi tersangka,” papar dia.
Dua tersangka itupun bukanlah pihak yang paling bertanggungjawab. Seharusnya, papar alumnus fakultas hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, KPK sudah menemukan siapa yang paling bertanggungjawab dalam tindak pidana korupsi itu. Pihaknya pun mendesak agar komisi antirasuah segera menjerat aktor intelektual korupsi kartu tanda penduduk elektronik itu.
Sebenarnya sudah banyak saksi yang diperiksa KPK. Bahkan, pada 1 Novemper lalu, lembaga yang berada di Jalan H.R Rasuna Said itu memeriksa Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. Agus dianggap mengetahui proses penganggaran proyek itu. Sebab, saat proyek itu diajukan, dia menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu).
Nama Agus beberapakali disebut Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat saat diperiksa KPK. Nazar menyebut Agus terlibat dalam korupsi pengadaan e-KTP. Bahkan, orang nomor satu di BI menerima fee dari proyek tersebut. Namun, tuduhan Nazar itu dibantah Agus saat dia diperiksa KPK.
Agus menyatakan, apa yang dikatakan Nazar adalah fitnah dan kebohongan besar. Dia meminta Nazar agar tidak seenaknya menuduh dan menfitnah. Sebagai seorang narapidana, dia seharusnya sadar dan tidak berkata bohong. Apalagi menyerang orang lain dengan perkataan bohong. “Saya ingin dia cepat sadar,” tutur Agus.
Agus memaparkan, proyek multiyear e-KTP merupakan tanggungjawab kementerian pengguna anggaran. Dalam hal ini adalah Kemendagri. Menurut dia, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 PMK 02/2010 disebutkan tanggungjawab mutliyear ada pada kementerian atau lembaga pengguna anggaran.
Selain Agus Martowardojo, KPK juga sudah beberapakali memeriksa Gamawan Fauzi. Saat proyek itu dilaksanakan, Gamawan menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Jadi, dia dianggap sangat mengetahui program nasional itu.
Erwin mengatakan, dengan banyaknya saksi penting yang diperiksa, seharusnya KPK sudah menentukan siapa aktor intelektual dalam kasus tersebut. Melihat kerugian negara yang begitu besar, diduga banyak pihak yang terlibat. Jadi, KPK harus serius dalam menangani perkara yang mendapat perhatian masyarakat luas itu. “KPK harus segera menuntaskannya,” ucapnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, komisinya masih terus mengusut perkara tersebut. Yang bertanggungjawab tidak hanya dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Masih ada pihak yang dianggap bertanggungjawab. Namun, dia enggan mengungkapkan siapa yang dianggap terlibat itu. ”Kami masih mencari alat bukti untuk menjerat pelaku lain,” ucap dia. Tentu, pihaknya akan menjerat aktor intelektual dalam korupsi itu.
Seperti diberitakan, dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Irman, mantan dirjen dukcapil Kemendagri, dan Sugiharto, mantan direktur pengelola informasi administrasi kependudukan, ditjen dukcapil Kemendagri. Keduanya diduga melakukan penggelembungan anggaran pengadaan. Mereka berdua dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39/1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (lum/ang)