eQuator.co.id – Mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto divonis penjara 5 tahun. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.
Ketua Majelis Hakim Tipikor Frangki Tambuwun menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. “Tindak pidana itu dilakukan secara bersama-sama sesuai dakwaan pertama,” katanya. Selain penjara lima tahun, Budi wajib membayar denda Rp 300 juta subsider 2 bulan kurungan.
Hukuman kepada Budi lebih ringan dibanding tuntutan jaksa. Yakni, 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Budi menyusul jejak koleganya di komisi V Damayanti Wisnu Putranti. Eks politisi PDI Perjuangan itu lebih dulu divonis penjara 4,5 tahun. Keduanya terlibat dalam kasus korupsi yang sama.
Budi terbukti menerima suap SGD 305 ribu setara Rp 3 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Uang panas tersebut untuk memuluskan jalan kontraktor memenangi proyek pembangunan jalan. Anggaran program aspirasi itu diusulkan melalui Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016 lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Budi pikir-pikir dengan vonis tersebut. “Yang kami inginkan adalah keadilan,” katanya. Dia menilai putusan itu tidak adil. Sebab, Damayanti hanya divonis 4,5 tahun. Sedangkan dia yang hanya ikut-ikutan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Terkait keterlibatan anggota Komisi V yang lain, Budi enggan menjelaskan. Dia beralasan baru masuk ke Komisi V di tengah jalan. Budi mengaku tidak mengetahui keputusan di komisi tersebut sebelumnya. Menurutnya, Damayanti yang memberitahu tentang program aspirasi. Damayanti juga yang mengurus program itu.
KPK sudah menjerat tujuh orang dalam kasus ini. Selain Budi dan Damayanti, ada dua anak buah Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini. Ada juga Andi Taufan Tiro (anggota komisi V dari PAN), Abdul Khoir, serta Amran H.I Mustary, mantan kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan tidak hanya berhenti pada tujuh orang itu. Mereka terus mendalami keterlibatan pihak lain. Baik dari komisi V maupun Kementerian PUPR. Pemeriksaan terhadap para saksi juga terus dilakukan. “Kalau ada bukti baru yang terungkap di pengadilan, penyidik akan mendalami,” katanya. (lum/ca)