eQuator – Gerakan sosial lembaga Gemawan yang satu di antara berkarya di Kabupaten Kayong Utara, tidak menganut satu kelas masyarakat, namun perjuangan lintas kelas ataupun prural. Networking (jaringan) lembaga Gemawan juga bukan hanya di daerah maupun nasional, namun juga internasional.
“Misalnya Bupati Kayong Utara H Hildi Hamid, tidak bisa kita definisikan sebagai birokrat murni karena sangat banyak inovasi. Jadi kita sebut juga innovator. Kekuatan kita networking. Misalnya kita punya network di Transparansi Internasional (TI) Indonesia, namun juga TI di Berlin, Jerman. Sebab gerakan good governance dan open government ini bukan hanya di Indonesia namun sudah menjadi gerakan global atau dunia,” kata Laili Khairnur, Direktur Lembaga Gemawan, kemarin.
Dikatakannya lembaga Gemawan juga mendukung gerakan anti rokok di Kota Pontianak. Namun diakui langkah Pemkot Pontianak sangat berat. Sebab di Kota Pontianak aja, Perda rokok tidak efetif di beberapa titik-titik strategis.
“Sejak periode Presiden SBY sampai Jokowi, kami melihat gerakan organisasi masyarakat sipil ini, ada kombinasi yang ada di dalam maupun di luar pemerintahan. Ada kebijakan yang sebenarnya kita targetkan untuk diubah, kita sebut advokasi. Sekarang yang terbaru, ada pergeseran dari kawan-kawan aktivitas masuk dalam pusaran kekuasaan. Menurut saya ini seleksi alami. Apakah ada masalah? Belum tentu. Karenanya mandatory itu menjadi penting. Teman-teman di kekuasaan tetap harus membangun komunikasi kita yang ada di luar kekuasaan. Misalnya kawan-kawan di TI Indonesia, kini banyak berada di lingkaran istana,” kata Laili.
Hasil diskusi Laili Khairnur dengan seniornyai, Anies Baswedan yang kini sekarang menjadi Menteri Pendidikan berkata, tidak bisa kita ingin mematikan orang untuk berkuasa. Berkuasa itu libido. Yang penting ketika berkuasa itu menjadi sarana kebaikan.
“Orang akan lebih dihargai ketika berkuasa banyak berbuat baik daripada berbuat baik ketika tidak berkuasa,” kupasnya. (lud)