Dihajar Kritik Buruk, Suicide Squad Masih Puncaki Box Office

ILUSTRASI: Youtube

eQuator.co.id – Selama tiga pekan beruntun, Suicide Squad memuncaki box office akhir pekan di Amerika Utara. Meski dihajar kritik buruk, pekan lalu film garapan David Ayer itu masih membukukan pendapatan tertinggi, yakni USD 20,7 juta atau sekitar Rp 274,2 miliar.

Tempat kedua masih diduduki film animasi cerdas Sausage Party. Film berkategori R-rater itu mengantongi USD 15,3 juta atau Rp 202,6 miliar. Hanya, yang jadi catatan, baik Suicide Squad maupun Sausage Party sama-sama mengalami penurunan hingga lebih dari 50 persen dibanding pekan lalu.

Yang menjadi kejutan justru Ben-Hur. Remake film blockbuster tahun 1959 itu jeblok habis-habisan. Baik dari segi pendapatan maupun rating. Di Amerika Utara, pendapatan pekan pertamanya hanya USD 11,35 juta (setara Rp 150,03 miliar). Catatan itu masih di bawah film yang sama-sama dirilis pada 19 Agustus lalu, War Dogs dan film stop motion rilisan LAIKA Kubo and the Two Strings. Jadilah, Ben-Hur cuma menduduki peringkat kelima.

Kegagalan Ben-Hur langsung mendapat sorotan. Maklum, film arahan sutradara Timur Bekmambetov itu digarap dengan bujet raksasa. Yakni, USD 100 juta atau Rp 1,32 triliun. ”Sayang sekali bujet besar itu tidak mampu mengikat penonton. Cast-nya pun kurang kuat,” ulas Stephen Holden, kritikus The New York Times.

Ben-Hur, menurut Holden, adalah film dengan sisi humanis yang tinggi. Tak melulu action. Kekuatan akting, penceritaan, serta aspek sinematografi membuat Ben-Hur versi 1959 diganjar 11 Oscar. Bukan semata adegan chariot race yang epik dan ikonik tersebut. Ini tidak bisa disamai oleh Ben-Hur baru.

Jajaran cast juga kurang meyakinkan. Bekmambetov hanya mengajak Morgan Freeman yang berperan sebagai Sheikh Ilderim. Sementara itu, Judah Ben-Hur diperankan Jack Huston, dan Messala diperankan Toby Kebbell. Keduanya terkesan kurang tangguh. ”Ben-Hur butuh kehadiran sosok yang menonjol -mirip dengan kemunculan Russell Crowe di film Gladiator,” kata Holden. Ben-Hur punya poin plus pada adegan laga. ”Kekuatannya ada di scene balap dan perang dengan kereta kuda selama 10 menit. CGI-nya benar-benar bagus, apalagi kalau ditonton di format 3D,” kata kritikus Variety Owen Gleiberman.

Film yang terinspirasi dari novel rilisan 1880 itu hanya dapat nilai 5,3 dari IMDb. Sementara itu, di Rotten Tomatoes, rating-nya hanya 28 persen. Secara keseluruhan, 2016 adalah tahun apesnya Paramount. Film-film rilisan mereka di musim panas juga tidak berhasil balik modal. Kegagalan beruntun itu memaksa Phillipe Dauman, chief executive Viacom, perusahaan induk Paramount, mundur Minggu lalu (21/8). (fam/c17/na/jawapos)