Sanggau-RK. Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Sanggau menegaskan tak ada istilah jual-beli darah. Biaya yang dikenakan merupakan biaya pengolahan pengganti darah (BPPD). Demikian diungkapkan Ketua PMI Sanggau, dr. Jones Siagian, M.QIH.
“Yang dibayar itu bukan darahnya, tapi biaya pengolah pengganti darah (BPPD). Standarnya Rp360 ribu perkantong darah. Itu berdasarkan peraturan gubernur (Pergub). Kalau tahun 2015 Rp250 ribu perkantong,” terangnya di sela-sela Muscab PMI Sanggau, Senin (18/7) di aula kantor Bupati Sanggau.
Dikatakannya, pengolahan darah itu termasuk untuk biaya pembelian kantong dan screening darah. Pasalnya, darah yang didonorkan tak bisa langsung ditransfusikan. “Harus dicek dulu, apakah darah ini mengandung penyakit menular atau tidak. Kalau mengandung penyakit menular, tak bisa dipakai (darahnya, red),” terang Jones.
Selain itu, biaya yang dikenakan itu juga sebagai wujud partispasi masyarakat. Tak bisa pembangunan melulu dibebankan kepada pemerintah. Lalu bagaimana dengan masyarakat tak mampu? Jones menegaskan, sepajang yang bersangkutan masuk dalam peserta BPJS, gratis. Artinya biaya Rp360 ribu per kantong itu ditanggung pemerintah.
“Pemerintah bayar kok tiap tahuun, bayar premi mereka. Tapi kalau yagn mampu masa dibayar pemerintah,” jelasnya.
Nominal pertahun yang dibayar pemerintah juga cukup besar. Pada 2015, untuk klaim yang harus dibayar pemerintah dari pasien BPJS tak kurang dari Rp300 juta. “Jadi sepanjang tak mampu, digratiskan,” tegasnya.
Hanya saja, persoalan yang sering timbul, ada masyrakat yang kerap menyepelekan asuransi mandiri ini. Dianggap tak ada untungnya. Baru kalang kabut ketika sakit dan harus membayar biaya pengobatan yang cukup besar.
“Tapi begitu sakit, merasa diri miskin. Apalagi kalau sampai operasi yang butuh sampai lima kantong darah. Kalikan saja dengan Rp360 ribu. Kalau sudah begitu prosesnya kan tidak cepat. Karena kalau menyatakan tak mampu, harus diverifikasi ke Dinsosnaker, cek lagi di Disdukcapil. Ini yang harusnya proses pembelajaran bagi masyarakat,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Wakabid Transfusi dan Yankes PMI Kalbar, Anwar. Dikatakannya, selama ini PMI harus mengimpor kantong darah dari Singapura dan Malaysia. “Rencanaya program pak Jusuf Kalla akan membangun pabrik kantong darah di Batam. Jadi yang mahal itu kantong darah,” ujarnya kepada wartawan.
Selain itu juga biaya pengolahan dan penyimpan darah yang membutuhkan tempat khusus. Itulah, lanjut dia, biaya-biaya pengganti yang harus dipenuhi. “Yang dikatakan masyarakat membeli darah, ini yang perlu kita luruskan. Kan yang menjadi soal misalnya, pak ini kami ambil dari saudara sendiri kok, mengapa harus bayar. Itulah pengganti darah. Itu tidak ditetapkan PMI daerah,” tegasnya.
Soal menggratiskan biaya itu kepada masyarakat, itu tergantung pada pemerintah daerah masing-masing. Dalam arti, biaya tersebut dibebankan kepada pemerintah. Namun untuk digratiskan dalam arti sesungguhnya, tidak dibenarkan.
“Karena harus membeli kantong. Kalau kantong beli, menscreening dan menyimpan digratiskan, lama-lama bangkrut PMI,” katanya.
Kabid Sosial Budaya Bappeda Sanggau, Budi Darmawan, mengatakan pembebanan biaya pengolahan darah pada keuangan daerah sah-sah saja. “Hanya saja kare di Bappeda ini kan kita melihat usulan yang diberikan SKPD terkait. Kalau memang nanti dipandang perlu, mengapa tidak,” ujar Budi.
Laporan: Kiram Akbar