Menyimak Perubahan MOS Menjadi MPLS yang kini Wajib Diterapkan di Sekolah

Dulu Dicegat Lalu Koprol, Kini Diantar Orang Tua Hingga Wajib Salam

Puluhan siswa/siswi baru dari berbagai SMP di Jayapura bahkan Kabupaten Jayapura dan Sarmi yang didampingi orang tuanya melakukan registrasi di SMAN 1 Jayapura, Senin (18/7) kemarin. Tahun ini penerimaan siswa baru tak lagi menggunakan system perploncoan

eQuator.co.id – Murid baru yang hendak masuk sekolah kini bisa bernafas lega dan tidak perlu cemas. Jika beberapa tahun lalu masih ada sistem kekerasan verbal maupun non verbal yang diidentikkan dengan gojlok (plonco), kini semua dihilangkan. Lantas apa saja materi MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) yang kini menggantikan MOS (Masa Orientasi Siswa) ini?

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Lahirnya Permendikbud Nomor 18 tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah untuk diterapkan pada tahun ajaran 2016-2017 bisa diterjemahkan sebagai satu kemudahan baru bagi peserta didik (murid baru) maupun orang tua siswa.

Bagaimana tidak? jika dulunya setiap anak yang ingin masuk ke SMA/SMK “wajib” diplonco oleh para senior yang masuk dalam pengurus OSIS, dimana setiap murid baru akan digojlok atau dikerjai sedemikian rupa hanya untuk menaruh rasa hormat pada senior maupun kecintaan terhadap sekolah, kini wajah tersebut berubah total. Tak ada lagi kekerasan fisik maupun PR berat yang wajib dicari siswa baru dalam proses orientasi di sekolah baru.

Beberapa tahun sebelumnya, istilah Masa Orientasi Siswa (MOS) masih nampak bentuk “dikerjai”, begitu juga dengan Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) yang ikut mengadopsi pola MOS. Namun untuk Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) benar-benar tak ada lagi sistem kekerasan dan gojlokan yang dilakukan para senior. Jika dulu ketika masih menerapkan sistem MOS ataupun MOPD, setiap murid baru yang terlambat tentu sudah ditunggu oleh panitia di pintu gerbang yang kemudian diminta untuk jalan jongkok hingga koprol dengan atribut yang aneh. Setiap kesalahan pasti menuai sanksi fisik dan bentakan

Namun untuk MPLS ini perbedaannya sangat terlihat dimana orang tua siswa bisa ikut mengantarkan sang anak ke sekolah kemudian dikenalkan dengan bagaimana menumbuhkan budi pekerti. “Jadi jika dulu MOS lebih banyak ditangani oleh OSIS, kini dibalik, lebih banyak guru dan OSIS melengkapi dan dipastikan tanpa kekerasan,” kata Sekretaris Panitia MPLS SMAN 4 Jayapura, Alfred Randang di SMAN 4, Senin (18/7). Yang ditonjolkan adalah bagaimana menumbuhkan budi pekerti, saling menghormati dan memahami tentang wawasan kebangsaan.

“Murid baru juga didorong untuk bisa menerapkan 5S yakni Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun serta bagaimana tiap mengawali belajar dimulai dengan berdoa,” katanya.

Ini dianggap lebih tepat karena secara tidak langsung ada pendidikan yang lebih soft dan diterapkan langsung kepada murid baru. Anak-anak lebih nyaman, tak tertekan dan sikap mendidik yang keras dari OSIS kini dikurangi. Dikatakan tak perlu harus dengan pemaksaan, kekerasan untuk membuat anak didik menghargai senior atau mencintai sekolahnya. Sebab, secara tidak langsung ada juga impact yang bisa membuat anak murid minder dan menumbuhkan rasa dendam.

“Dengan MPLS diharap lebih menghormati kakak tingkat, mengenal guru. Sebab selama ini kebanyakan siswa tak mengenal guru yang mengajar dia padahal dalam satu kawasan sekolah. Kami lihat jika dasar sudah baik maka ke depan akan lebih mudah diatur,” beber Alfred.

Begitu juga disampaikan Ketua Panitia MPLS, Weston Pakpahan bahwa tahun ini pihaknya menerapkan regulasi nomor 18 tahun 2016 dan ini dianggap lebih tepat sebab pendidikan budi pekerti akan lebih nyambung dengan cara yang beretika juga. “Kalau kekerasan biasanya anak-anak malah tidak suka, tapi tahun ini jauh lebih baik,” singkatnya.

“Dulu mereka dicegat dijalan lalu dihukum bila terlambat, sekarang orang tuanya antar sampai depan dan serahkan ke kami. Jadi selama di sekolah mereka juga harus percaya kepada kami di sekolah untuk mendidik,” tambahnya. Tahun ini SMAN 4 Jayapura telah teregister siswa baru sebanyak 526 siswa baru dan proses MPLS akan dimulai hari Kamis (21/7) hingga Sabtu, (23/7).

Hal senada disampaikan Ketua MPLS, SMAN 1 Jayapura, Eunike Takayeitouw S,Pd, M.Pd dimana menurut wanita asal Depapre Kabupaten Jayapura ini tahun ini sangat berbeda. Jika sebelumnya sebagian besar agenda ditangani oleh Osis, kini yang dikedepankan justru para guru. “Sekarang ke kelas dimulai dengan berdoa lalu membangkitkan nasionalisme kebangsaan karena saat ini sudah banyak yang mulai melupakan. Lalu orang Indonesia kurang gemar membaca karenanya di sekolah kami tiap pagi sebelum belajar seluruh anak diberi waktu untuk membaca selama 5 menit. Hasilnya nanti akan diceritakan kembali kepada murid lainnya,” jelasnya.

Untuk proses MPLS ini sendiri dikatakan akan dilakukan selama 3 hari yang dimulai dengan membersihkan lingkungan lalu mendengar materi visi misi dan tata tertib serta etika berbicara, berkomunikasi dan menggunakan internet. “Menariknya di akhir kegiatan MPLS seluruh siswa baru diwajibkan menggunakan pakaian adat untuk mengenal masing-masing pakaian adat,” imbuh Eunike.

Salah satu orang tua siswa bernama Siska Angkow mengaku setuju dengan MPLS sebab ia tak lagi harus direpotkan untuk mencarikan berbagai atribut aneh yang menjadi syarat MOS. Selain itu sang anak bisa tetap menghormati para seniornya tanpa harus dipaksa dengan kekerasan fisik. “Kalau dulu kami sempat cemas, jangan sampai ada apa-apa tapi kini saya pikir jauh lebih baik dan tak ribet juga,” katanya.

Begitu juga disampaikan siswa baru bernama Vira Setiani Rini, mantan siswi SMPN 1 Sarmi ini melihat dengan penerapan MPLS ia tak perlu melapor ke orang tuanya soal apa saja yang dibutuhkan. “Senang saja karena tidak sibuk dan kami hanya fokus pada syarat yang diperlukan,” singkatnya. (*/tri)