eQuator.co.id – Jakarta–RK. Jika dibiarkan, seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) bakal menjadi istana hantu. Pasalnya banyak proyek atau infrastuktur mangkrak yang tidak selesai pembangunannya. Hitung-hitungan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir, nilai bangunan mangkrak di seluruh PTN mencapai Rp 9 triliun.
Dibandingkan dengan megaproyek mangkrak Hambalang, nilai proyek mangkrak di kampus-kampus negeri jauh lebih besar. Lebih dari tiga kali lipat nilai proyek Hambalang yang tercatat sekitar Rp 2,5 triliun.
“Urusan bangunan-bangunan atau proyek mangkrak di kampus negeri hari beres 2018,” kata Nasir kemarin (20/5).
Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menjelaskan, keberadaan proyek mangkrak di PTN sudah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo. Hasilnya akan dicarikan solusi secepatnya. Kementerian Ristekdikti segera berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mengecek kelayakan bangunannya.
“Target pemerintah urusan bangunan mangkrak ini harus selesai 2018,” jelasnya.
Nasir mengatakan tidak menutup kemungkinan urusan pembiayaan kelanjutan pembangunan proyek mangkrak itu bekerja sama dengan Kementerian PUPR. Sebab kementerian yang dipimpin Basuki Hadimuljono itu membidangi urusan kontruksi.
Sampai kemarin Nasir belum bisa membeber dengan rinci sebaran bangunan-bangunan mangkrak itu. “Menurut saya, di setiap kampus ada bangunan mangkraknya,’’ sebut dia.
Seperti di kampus Universitas Mulawarman sebanyak 16 unit bangunan mangkrak. Kemudian proyek mangkrak karena belum jadi juga ada di Universitas Lampung, Universitas Musamus Merauke, dan kampus-kampus negeri lainnya. Menurutnya, bangunan mangkrak ini tidak menimbulkan kerugian negara karena pembayaran ke kontraktor distop sampai pengerjaan terakhir.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenristekdikti Jamal Wiwoho menuturkan proyek mangkrak juga ada di PTN-PTN di Jawa. ’’Saya akui di kampus saya (UNS, red) juga ada,’’ kata mantan pembantu rektor II Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) ini.
Selain itu proyek mangkrak juga ada di UGM, Universitas Brawijaya Malang, dan Universitas Samratulangi Manado. Fungsinya bermacam-macam, mulai dari ruang kuliah, perpustakaan, sampai laboratororium.
Sebagai orang yang pernah berurusan dengan proyek-proyek pembangunan di kampus, Jamal mengatakan banyak sekali faktor penyebab proyek sampai terhenti lantas terbengkalai. Umumnya karena kinerja pihak ketiga atau kontraktor. Dia mencontohkan salah satu bangunan di kampusnya senilai Rp 32 miliar mandek karena progres pembangunannya baru 9 persen. Kemudian pihak kontraktor angkat tangan.
Jamal mengungkapkan banyak sekali kontraktor yang lain ucapan beda perbuatan. Misalnya ketika teken kontrak, mereka dengan nada mantap mengaku sanggup mengerjakan proyek yang ditenderkan. Tetapi di tengah jalan, mereka menyerah tidak sanggup.
Setelah ditelusuri, ternyata kontraktor itu bermain di banyak proyek kampus atau instansi lain. Dalam satu tahun bisa langsung menangani lebih dari sepuluh proyek. ’’Kenyataannya mereka kewalahan,’’ jelasnya. Baik itu dari sisi pendanaan internal kontraktor, peralatan, hingga SDM atau tukang yang mengerjakan proyek.
Rektor Universitas Mulawarman (Unmul) Masjaya membenarkan bahwa banyak sekali proyek mangkrak di kampus yang ia pimpin. Diantara penyebabnya, proyek itu komitmen awalnya dibangun melalui pendanaan dari pemerintah daerah. Dengan skenario pembiayaan tahun jamak (multiyears). Tetapi dalam perjalanan waktu, keluar kebijakan anggaran pemerintah daerah tidak boleh digunakan untuk instansi vertikal seperti PTN.
Dia menuturkan sedang menunggu kajian dari Kemenristekdikti untuk kelanjutkan penanganan gedung-gedung mangkrak itu. Masjaya menegaskan tidak ada kerugian negara dalam kasus proyek mangkrak itu. Sebab pembayaran nilai kontrak kepada kontraktor, disesuaikan dengan persentase bangunan yang sudah selesai.
Masjaya lantas menyatakan kampusnya baru saja mendapatkan suntikan uang pinjaman lunak antara pemerintah dengan Islamic Development Bank (IDB). Khusus untuk Unmul nilai dana segarnya mencapai Rp 700 miliar. Dia menjelaskan suntikan dana itu boleh digunakan untuk mendanai pembangunan fisik tahun jamak.
’’Tetapi tidak boleh digunakan untuk mendanai ulang proyek yang mangkrak,’’ tandasnya. (Jawa Pos/JPG)