Pembekuan Ground Handling Lion dan AirAsia, Dapat Memicu Masalah Baru

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Jakarta–RK. Sanksi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak konkrit. Pembekuan dua perusahaan ground handling di bawah Lion Group dan AirAsia Group juga berpotensi menimbulkan masalah baru dalam praktik layanan jasa penerbangan di bandara Soekarno Hatta dan bandara Ngurah Rai, Bali.

”Yang dibekukan itu apakah perusahaan ground handling dimaksud dalam konteks pelayanan kepada maskapai Lion Air dan AirAsia saja? Atau juga termasuk untuk maskapai lain? Hanya di bandara Soekarno Hatta dan Ngurah Rai saja atau juga bandara lain?” pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, memertegas, kepada Jawa Pos, kemarin (18/05).

Sebut saja hanya untuk di Soekarno Hatta dan Ngurah Rai dan dalam kaitannya terhadap layanan dua maskapai itu saja. Pertanyaan selanjutnya, berarti aset yang digunakan oleh perusahaan ground handling itu masih digunakan untuk melayani maskapai lain?

”Setahu saya ground handling AirAsia di Ngurah Rai itu menggunakan jasa JAS (PT Jasa Angkasa Semesta). Mereka juga melayani banyak maskapai luar negeri. Kalau sampai dibekukan, besok maskapai asing itu bisa ngamuk-ngamuk,” pikirnya.

Bagi Lion Group dan AirAsia saja, kata Gerry, diberikan waktu lima hari untuk mencari perusahaan ground handling lain merupakan hal sulit. Akan menjadi pekerjaan besar bagi perusahaan penerima tugas baru itu. ”Jangankan lima hari, satu bulan saja belum tentu bisa,” ucapnya.

Terlebih frekuensi penerbangan dua maskapai itu relatif tinggi. Lion Air, misalnya, per hari terdapat 100 penerbangan di Soekarno Hatta dan secara grup Lion mencapai 180 sampai 200 penerbangan per hari.

Sementara bagian kerja pada Ground Handling cukup banyak. Mulai dari Pasasi (proses penanganan penumpang, bagasi, kargo, dan pos dari proses embarkasi (departure) sampai debarkasi (arrival).  Sampai dengan proses security berupa pengecekan dan keamanan (selengkapnya grafis).

Kejadian sama dua kali dalam seminggu memang mengejutkan. Bisa jadi ada isu sistemik dari situ sehingga jika ada asumsi itu, regulator yaitu Kemenhub sebaiknya tidak bersikap reaktif tetapi disarankan proaktif.

Maka Gerry menilai tindakan langsung menghukum berupa pembekuan sebelum ada proses pemeriksaan dan investigasi itu tidak bijak. ”Dilihat dulu masalahnya secara menyeluruh. Jangan diberhentikan aktifitasnya. Kalau diberhentikan bagaimana bisa kelihatan? Lha yang mengawasi saja bisa tidak tahu kalau di situ ada masalah,” herannya.

Disepakati bahwa kejadian salah bawa penumpang ke terminal di bandara merupakan faktor manusia yang bisa melakukan kesalahan. Tetapi langsung membekukan perusahaannya disebut Gerry hanya membuang masalah, bukan menyelesaikan masalah.

”Baru-baru ini di bandara international JFK di AS juga kejadian seperti itu. Satu pesawat tersasar ke terminal yang salah. Bukan satu bis lho, satu pesawat. Langsung digiring ke terminal semestinya dan tidak ada sanksi,” paparnya. Kecuali terjadi berulang-ulang, kata dia, maka sudah pasti ada masalah dan harus segera diperbaiki.

Kemenhub kemarin memang memutuskan untuk membekukan sementara izin kegiatan ground handling Lion Air dan Indonesia AirAsia, di lokasi kejadian masing-masing. Dilarang beroperasi baik untuk melayani dua maskapai tersebut maupaun maskapai lain.  Surat pembekuan itu telah ditandatangani oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Suprasetyo pada Selasa (17/5). Suprasetyo mengungkapkan, surat pembekuan ini berlaku mulai 5 hari sejak surat dikeluarkan.

”Pembekuan tentu sampai investigasi rampung. Sanksi diberikan untuk perbaikan semua pihak agar lebih peduli soal keamanan dan keselamatan penerbangan penumpang,” ungkapnya dalam temu media di Kantor Kemenhub, kemarin (18/5).