Potensi Hasil Laut Kawasan Perbatasan Sambas

Ubur-ubur Paloh Sampai ke Taiwan

Ubur-ubur tangkapan nelayan diangkat para pemikul di Pantai Kampak, Dusun Ceremai, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Sabtu (7/5). M Ridho-RK

eQuator.co.id – Pesisir tapal batas Indonesia di Kabupaten Sambas memiliki potensi pendapatan daerah melimpah. Termasuk ubur-ubur yang diyakini beromzet miliaran rupiah.

Belakangan ini, nelayan Kecamatan Paloh sibuk mencari ubur-ubur di sepanjang tepian Pantai Mutusan hingga Tanjung Kemuning. Rata-rata perahu yang digunakan menangkap hewan tak bertulang belakang tersebut berawak dua orang. Satu pengemudi, satunya lagi bertugas menangkap ubur-ubur.

Setelah perahu penuh, hasil tangkapan diserahkan ke warga lain yang mengambil upahan untuk memikulnya menggunakan ragak besar ke tempat penampungan. Aktivitas tersebut tidak putus hingga malam hari.

“Terkait harga, dari masyarakat ke penampung sekilo dijual Rp2 ribu. Sekilonya sekitar tiga ubur-ubur,” terang penampung ubur-ubur asal Kecamatan Sambas, Muhammad Farli, kepada Rakyat Kalbar, Minggu (8/5).

Farli kemudian mengolahnya hingga kering. Dia menyiapkan bahan-bahan pengolahan dan mengupah sejumlah pekerja.

“Perkilo ubur-ubur ini kita jual Rp26 ribu. Dan tahun ini sangat melimpah, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” ungkap dia.

Camat Paloh, Usman SSos MM, mengakui potensi ubur-ubur sangat menjanjikan. Setiap tahunnya pesisir pantai di Paloh dipenuhi ubur-ubur. Dan, proses penangkapannya tidak sulit meski nelayan harus menggunakan sarung tangan agar tidak gatal-gatal.

“Sudah 2 bulan ini warga panen ubur-ubur, banyak pengusaha luar datang sebagai pemodal, hasilnya dijual ke Malaysia, bahkan ke Taiwan,” kata Usman, di Pantai Kampak, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Sabtu (7/5).

Menurut dia, menilik potensi tersebut, seharusnya dibuat peraturan daerah (Perda). Sehingga ada pendapatan asli daerah (PAD) yang masuk. Dalam sekali musim ubur-ubur, miliaran rupiah bisa direguk para pebisnis.

“Setiap pengusaha yang menitipkan modal di pondok penampungan ubur-ubur, setiap harinya mengeluarkan dana di atas Rp50 juta karena banyaknya masyarakat yang datang mengantar ubur-ubur. Padahal, perkilonya Rp2 ribuan, dan ini sudah berlangsung dua bulanan,” bebernya.

Gayung disambut baik oleh Ketua Komisi B DPRD Sambas, Anwari SSos. Ia menyatakan akan langsung merespon jika instansi terkait mengusulkan Perda.

“Apalagi setiap tahunnya kan ubur-ubur selalu ada. Cuma kita akan melihat masuk kemana potensi ubur-ubur ini. Jika hasil laut, apakah masuk penangkapan ikan. Memang, melihat banyak dan besarnya income, sudah seharusnya dibuat Perda,” ujar Legislator Partai Gerindra itu.

Informasi ini diamini Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sambas, Heryanto SSos. Hanya saja, kata dia, ada kendala. Terbentur UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah.

“Kita tidak diberikan kewenangan memungut pajak, namun ini akan kita koordinasikan kembali bersama DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan, red), mengingat ini merupakan potensi daerah. Akan kita coba merumuskan,” ungkapnya via seluler.

Bagi Ir. Ilham Sehan, Kepala DKP Sambas, tak mudah menarik retribusi dari pengusaha ubur-ubur. Menurutnya, pemerintah harus memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terlebih dahulu.

“Nanti kita kordinasikan dengan Dispenda dan melakukan pendekatan bersama pengusaha ubur-ubur. Ya, ini memang potensi, tinggal bagaimana kita maksimalkan saja,” tuturnya.

Dari kaca mata Mantan Kades Sebubus, Bujang, potensi ini akan lebih meningkat lagi jika didukung infrastruktur yang baik. Kata dia, kondisi sarana dan prasarana di Paloh saat ini sangat memprihatinkan.

“Biaya penyeberangan mahal. Memang, sudah banyak pembangunan berlangsung tapi akses jalan negara masih belum ada perubahan. Ingat, selain ubur-ubur, Paloh juga kaya potensi lada,” ungkapnya. (*)

Muhammad Ridho, Sambas