Bukan Darahnya yang Dibeli, Tapi Prosesnya yang Dibayar

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Untuk mendapatkan satu kantong darah di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Pontianak, warga yang membutuhkan harus membayar lebih dari Rp100 Ribu. Sebenarnya, itu bukan harga darahnya.

“Itu biaya pengolahan. Harga kantong darah naik dan ini yang mahal,” kata H Sutarmidji SH MHum, Walikota Pontianak ditemui di rumah dinasnya, Selasa (26/4).

Pembelian kantong darah itu, kata Midji–sapaan Sutarmidji, sebenarnya sudah disubsidi Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak Rp500 Juta per tahun. “Nilai per kantong (yang subsidi itu, red) hanya Rp25 Ribu. Sedangkan harganya di atas Rp100 Ribu,” ungkapnya.

Olehkarenanya, Pemkot Pontianak akan mengkaji kembali agar darah di PMI Kota Pontianak tetap bisa terjangkau. Bisa saja dengan pengalihan alokasi dana lain untuk menambah subsidi darah tersebut. “Nanti kita akan coba komponen apa yang harus dihilangkan. Banyak juga yang bisa dilakukan,” ucap Midji.

Selain harga kantongnya yang naik, jelas Midji, biaya operasional juga naik. Misalnya untuk menjaga agar daerah yang distok itu tetap awet sesuai standar keilmudian medis. Sehingga ketika ada pasien yang membutuhkan, tetap bisa dimanfaatkan.

“Jadi, bukan jual darah, tetapi prosesnya. Misalnya untuk tes HIV berapa, tes ini dan itu komponen bahan kimianya yang dibebankan ke pasien. Karena kita tidak mau pasien mendapatkan darah yang tidak sehat,” lugasnya.

Terkait ketersediaan atau stok darah, Pemkot Pontianak sudah memberikan kemudahan kepada masyarakat, khususnya terhadap pasien yang memerlukan darah, yakni bisa langsung mengecek secara online untuk mengetahui stok darah di PMI.

“Ini untuk transparansi dalam hal keterediaan darah. Masyarakat tinggal klik saja kebutuhan darahnya, golongan apa yang dibutuhkan. Supaya lebih transparan. Misalnya, dia sudah melihat ada 100 kantong, tetapi didatangi, tahu-tahu sudah habis dalam waktu satu hari, itu tidak mungkin,” tutup Midji.

 

Laporan: Gusnadi

Editor: Mordiadi