Bupati Martin Didesak Cabut SK Pj. Bupati Kartius

Kasus Tapal Batas Desa Semakin Memanas

WARNING. Warga Desa Sungai Nanjung mengingatkan Bupati Ketapang Martin Rantan untuk segera mencabut SK tapal batas yang diterbitkan Pj. Bupati Kartius, Senin (14/3). SK itu dituding sebagai konspirasi pejabat dengan investor. FOTO:Achmad Mundzirin-Rakyat Kalbar.

Ketapang-RK. Akibat tindakan sepihak Penjabat (Pj.) Bupati Ketapang, Kartius, menetapkan tapal batas Desa Sungai Nanjung dengan Desa Pagar Mentimun, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Ketapang, Bupati Martin Rantan kena getahnya.

Untuk kesekian kalinya ratusan warga Desa Sungai Nanjung pun turun ke jalan melakukan perlawanan terhadap SK Pjs Bupati Kartius, Nomor 783/BPM,PD,P dan KN-C/2015 tertanggal 3 Desember 2015. Mereka protes dengan cara memasang dua patok batas di Km 53., Senin (14/3) siang.

Warga desa tegas-tegas menolak penetapan tapal batas yang dibuat Kartius karena telah menyebabkan hilangnya sekitar 13 hektar lahan mereka. Bahkan, 700 hektar lahan warga lainnya telah dirusak oleh perusahaan PT Ketapang Bangun Sarana (KBS).

Sebelumnya, batas di Km 53 Desa Sungai Nanjung itu dibuang oleh orang tak bertanggung jawab. Batas antara Desa Sungai Nanjung dan Desa Pagar Mentimun dikembalikan sesuai dengan pemekaran dan perjanjian awal 2007 lalu. Sedangkan SK Pj. Bupati Kartius membuat tapal batas baru yakni di patok Km 51.

Suasana memanas akibat masyarakat yang berang, menuntut bahkan memberikan warning keras kepada Bupati Ketapang definitif Martin Rantan, secepat mungkin mencabut SK Pj. Bupati. Bila SK tersebut tidak dicabut, dikhawatirkan suasana yang sudah tidak kondusif itu akan meledak menjadi konflik antara dua desa.

Diungkapkan Dharma, warga Desa Sungai Nanjung kepada sejumlah wartawan, pada dasarnya Desa Pagar Mentimun adalah dusun dari Desa Sungai Nanjung. Dusun Pagar Mentimun menjadi desa setelah dimekarkan. Pada poin pemekaran itu, telah ditetapkan perjanjian dan sejumlah kesepakatan.

Perjanjian dan kesepakatan itu diketahui oleh perangkat Pemerintahan Desa dan masyarakat, yang menetapkan batas untuk Dusun Pagar Mentimun yang akan menjadi desa akibat pemekaran. “Saat itu semuanya sepakat, batas Desa Sungai Nanjung dan Desa Pagar Mentimun adalah pada Km 53,” ungkapnya.

Masih kata Dharma, namun entah kenapa tiba-tiba saja Pj. Bupati Kartius yang mustinya tidak boleh membuat keputusan strategis, menetapkan SK tapal batas tidak sesuai dengan dokumen-dokumen dan kesepakatan yang telah ada. “Aneh, kami kuatir jika sengketa ini nantinya menimbulkan konflik. Jelas kami akan mempertahankan tanah kami,” tegas Dharma.

Karena itu, jangan sampai menjadi konflik yang tidak terkendali, Dharma memohon sudah saatnya Bupati Ketapang mengambil kebijakan. Yakni mencabut SK penetapan tapal batas yang dibuat Pj. Bupati.

“Entah apa kepentingan SK yang diterbitkan Kartius itu. Yang jelas, pengalihan tapal batas itu mengakibatkan ribuan hektar tanah kami yang hilang. Bahkan  sekitar 700 hektar lahan sudah rusak akibat  perusahaan dan tidak ada ganti rugi kepada masyarakat,” bebernya.

Dengan bersemangat Dharma menunjuk patok asli yang dibuat dengan perjanjian dan kesepakatan antar desa. “Patok ini adalah batas Desa yang telah disepakati kedua belah pihak saat pelaksanaan pemekaran,” ujar Dharma sambil menunjuk batas desa yang kembali mereka bangun.

Sementara itu, Ketua Front Perjuangan Rakyat (FPR) Ketapang, Isa Anshari, menegaskan bahwa tapal batas yang ditetapkan oleh Pjs Bupati Ketapang Kartius, saat itu pula telah menimbulkan konflik sosial masyarakat.

“Lihat bagaimana semangat warga mempertahankan hak-hak mereka. Jika ini dibiarkan terus, lalu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka pemerintah sekaranglah yang harus bertanggung jawab,” tegas Isa.

Lantas Isa membeberkan deretan konflik yang tak kunjung selesai ini. Akhirnya Februari 2016 oleh warga dilaporkan kepada FPR Ketapang. Dari berbagai bukti dokumen dan fakta di lapangan, penerbitan SK Bupati nomor 783 tersebut disinyalir penuh dengan rekayasa.

“SK itu tidak menyertakan penetapan tapal batas Sungai Nanjung, padahal Desa inilah induk dari Desa yang dimekarkan, yakni Pagar Mentimun. Kan aneh itu,” ujarnya.

Lebih parah dan mengejutkan, diungkapkan Isa Anshari, penetapan tapal batas dengan SK Kartius, itu tidak mengacu kepada SK Bupati nomor 69 tahun 1981.

Akibatnya, kesepakatan yang sudah jelas dibuat di dalam berita acara November 2007 dilanggar. Itu perkuat dengan berita acara pengakuan pemekaran pada 23 Februari 2013, dan surat kesepakatan penyelesaian batas desa pada 16 Agustus 2013.

“Dari bukti-bukti  tersebut, ditemukan dugaan adanya konspirasi besar terhadap permasalahan tapal batas tersebut. Yakni adanya kepentingan investasi asing yang masuk ke Pagar Mentimun. Itu diduga yang membuat para pengambil keputusan berani berbuat curang, dan tidak mengindahkan dokumen-dokumen pemekaran yang sudah dibuat sebelumnya,” cecar Ketua FPRK itu.

“SK yang dikeluarkan Pj. Bupati jelas memaksakan kehendaknya tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulkan. Jadi kita minta Bupati mencabut SK Kartius saat sebagai Pj. Bupati,” tegasnya.

Dari pantauan dan peninjauan lapangan, ditemukan lahan dalam area Km 53 milik Desa Sungai Nanjung, sudah digarap oleh PT KBS tanpa sepengetahuan aparat desa. “Tidak pernah diberi informasi sejak 2013  perusahaan itu beraktivitas. Padahal area itu masuk Desa Sungai Nanjung bukan Pagar Mentimun,” kesalnya.

Isa menegaskan, berdasarkan bukti-bukti yang menguatkan adanya tindak kejahatan terhadap penerbitan SK Bupati nomor 783 itulah, dia meminta Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulistyanto agar mengusut tuntas oknum-oknum yang terlibat dalam penetapan tapal batas desa tersebut.

“Karena dugaannya telah terjadi konspirasi besar mafia tanah memuluskan masuknya investasi asing di Ketapang. Sebelumnya, kita juga sudah melaporkan hal ini kepada Ombusdman,” pungkas Is Anshari.

Sementara itu, mantan Pj. Bupati Ketapang, Kartius belum memberikan keterangan. Nada di selulernya sibuk ketika dihubungi sekitar pukul 16.40 WIB. Pada pukul 20.00 WIB, dihubungi kembali namun masih tak dijawab. Pesan singkat (SMS) pun belum dibalas olehnya.

Laporan: Achmad Mundzirin dan Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL