eQuator – Pontianak-RK. Catatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah semakin bertambah mendekati akhir tahun 2015. Kali ini, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Pontianak kembali menemukan lima warga Kalimantan Barat yang harus dipulangkan ke Indonesia.
Tiga dari lima TKI tersebut, Jubri Adnan Moh. Dahlan, Susanti Binti Romidin, dan Reihanah, dipulangkan dari Arab Saudi. Sisanya, Sella dikembalikan ke tanah air dari Brunei Darussalam, dan Simon dari Malaysia.
“Mereka semua tidak memiliki paspor. Berangkat sendiri mengggunakan jalur PLB (pintu lintas batas),” jelas Kasi Penempatan BP3TKI, As Syafii, kepada sejumlah wartawan, Sabtu (19/12).
Yang bekerja di Arab Saudi berdomisili di Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, dan Bengkayang. “Ketiganya sudah tiba di Jakarta kemarin (Jumat, 18/12) dan langsung diterbangkan ke Pontianak. Saat ini sudah diterima oleh pihak keluarga,” ungkapnya.
Sedangkan dua TKI yang bekerja di Malaysia dan Brunei Darussalam, dipaparkan As Syafii, kepulangannya difasilitasi BP3TKI bersama Biro Kesejahteraan Sosial Sekretariat Daerah dan Dinas Sosial Kalbar. “Untuk dari Malaysia diantar oleh KJRI Kuching hingga Terminal Internasional Ambawang. Kemudian, satu TKI dari Brunei Darussalam diantar oleh KBRI Brunei Darussalam ke Bandara Supadio Pontianak,” papar dia.
Keberangkatan lima orang TKI asal Kalbar yang dilakukan secara ilegal ini memang membuat kelimanya mendapat masalah. “Misalnya saja gaji tidak dibayar oleh majikan dan permasalahan lainnya,” terang As Syafii.
Namun, para TKI itu tak bisa berbuat banyak karena banyak aturan telah mereka langgar. Diantaranya, regulasi keimigrasian dan ketenagakerjaan Sarawak, Malaysia. “Maka dari itu, kita selalu mengimbau masyarakat untuk mengikuti prosedur bila ingin bekerja di luar negeri. Kalau sudah seperti ini, ya masyarakat sendiri yang menjadi korban,” pintanya.
TKI yang dipulangkan dari Malaysia, Simon, masuk ke negeri jiran tanpa dokumen kewarganegaraan lengkap pada Januari 2015. “Saya masuk ke Serikin melalui PLB, paspor saya tidak punya, nekat saja masuk ke sana untuk bekerja,” tuturnya.
Selama sebelas bulan di Malaysia, ia mengaku menuai banyak masalah. “Bekerja tidak digaji, bahkan ditinggalkan majikan di Terminal Kuching,” ungkap Simon.
Sayangnya, ketika BP3TKI hendak memproses masalah yang dihadapinya itu, Simon tidak mengetahui alamat bahkan nama asli majikannya. “Ingin sekali diproses (hukum,red) majikan yang tidak membayar gaji tersebut, namun saya sama sekali lupa dan tidak tahu alamat serta identitas majikan saya,” beber dia.
Alhasil, agar nasib Simon tidak terulang, Kasi Penempatan BP3TKI As Syafii meminta masyarakat mematuhi regulasi pemerintah untuk menjadi TKI. “Kemudian jangan juga percaya jika ada yang mengajak menjadi TKI, tetapi tidak melewati prosedur yang sudah ditetapkan. Karena sudah ada sejumlah kasus, beberapa saat ini sedang ditangani kepolisian,” pungkasnya. (ZrN)