WWF dan Suar Institute Bedah Buku

Bedah Buku. Bedah buku tentang Potret Hutan Adat Rasau Sebaju serta Kitab Undang-Undang Hukum Adat dan Istiadat Dayak Muslim Katab Kebahan, di aula gedung pertemuan Hotel Rajawali Nanga Pinoh, Selasa (1/12). Sukartaji/Rakyat Kalbar.

eQuator – Nanga Pinoh–RK. Lembaga Suar Institute yang didukung WWF Indonesia melaksanakan bedah buku tentang Potret Hutan Adat Rasau Sebaju yang ditulis oleh Lembaga Suar Institue serta tentang Kitab Undang-Undang Hukum Adat dan Istiadat Dayak Muslim Katab Kebahan yang ditulis oleh M. Yusli, Selasa (1/12), di aula gedung pertemuan Hotel Rajawali Nanga Pinoh.

Acara tersebut dibuka oleh Camat Nanga Pinoh, Aimolnija yang juga sebagai pembedah serta Dr Zainudin, MA yang merupakan Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Kegiatan tersebut dihadiri para kepala desa, instansi terkait serta masyarakat desa yang berada di sekitar hutan adat Rasau Sebaju.

Camat Nanga Pinoh, Aimolnija memberikan apresiasi. Isi dari kedua buku yang dibedah tersebut sangat memberikan manfaat dan pengetahun bagi masyarakat. Baik tentang Hutan Adat Rasau Sebaju maupun tentang adat istiadat. “Dengan adanya buku Hutan Adat Rasau Sebaju tentu kita menjadi tahu jejak-jejak tertua zaman dahulu. Ini sama halnya dengan melakukan penelitian tentang hutan adat Rasau Sebaju,” papar Aimonija.

Lebih lanjut, ia mengatakan, pihaknya juga menginginkan ada sebuah tulisan yang menuliskan tentang sejarah Melawi sehingga bisa diketahui seperti apa sejarah Melawi sebenarnya. “Dulu pernah dibentuk panitia untuk pembuatan buku sejarah terbentuknya Melawi. Namun hingga saat ini tidak juga ada bukunya,” satirnya.

Aimolnija berharap, bedah buku pertama kalinya yang dilaksanakan Suar Institute bersama WWF ini bisa memberikan motivasi bersama. Agar di desa-desa lainnya juga membuat buku tentang sejarah desanya masing-masing, teutama bagi panitia yang sudah dibentuk untuk membuat buku sejarah terbentuknya Melawi.

Sementara tentang hukum adat dan istiadat Dayak muslim Katab Kebahan juga perlu kita ketahui serta diskusikan bersama terkait apa yang dirasakan masih kurang. “Dengan adanya buku ini, kita bisa memahami hukum adat. Seperti apa yang ada pada Katab Kebahan,” paparnya.

Buku Hutan Adat Rasau Sebaju dibuat sebagai bagian dari upaya untuk menjaga agar Hutan Adat Rasau Sebaju tetap lestari dan menjadi penutur tentang kisah-kisah masyarakat di sana kepada anak cucu mereka nantinya.

Buku tersebut membahas tentang kisah yang selalu dijaga secara turun temurun serta perbuatan yang ditunjukan sebagai penghormatan terhadap warisan masa lalu. Sebagai masyarakat Sebaju, penghormatan diwujudkan dengan memelihara hutan adat Rasau Sebaju. Sebab disitulah jejak tertua beraktivitas, bercocok tanam, bersosialisasi, beradat dan berbudaya.

Sehingga terwujudlah sebuah tatanan masyarakat yang memiliki peradaban dan mewariskan hutan adat Rasau Sebaju yang terhampar luas. Penghormatan juga diwujudkan dengan memperkuat aturan-aturan adat dan berbagai kearifan lokal yang disepakati bersama. Tak sampai disitu saja, warga Sebaju pun melembagakan diri dalam sebuah organisasi yang memiliki aturan main dan rencana jangka panjang. Dengan harapan Rasau Sebaju bisa diwariskan ke anak-anak.

 

Dengan dihadirkannya buku tersebut, kelak menjadi bagian dari sejarah kearifan lokal yang dilakukan masyarakat Sebaju dalam melindungi serta mengelola kawasan penting mereka itu supaya terus lestari. (aji)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.