Waspadai Gerak-gerik WNA di Kapuas Hulu

Petugas JPJ Malaysia Diduga Minta Pungli kepada Sopir Indonesia

HABIS SHOPPING. Sejumlah WNA tertangkap kamera usai berbelanja di salah satu Mini Market, Jalan Komyos Sudarso, Putussibau, Kapuas Hulu, Kamis (22/9)___ANDREAS_RK.

eQuator.co.id – Putussibau – RK. Tertangkapnya sejumlah Warga Negara Asing (WNA) yang diselundupkan masuk Kalbar belakangan ini membuat Kantor Imigrasi Kelas III Putussibau memperketat pengawasan di kawasan kerjanya. WNA yang masuk ke wilayah Kapuas Hulu akan dipantau secara seksama meski mereka hanya sekedar berkunjung sebagai wisatawan maupun melakukan penelitian. Mau itu dari negara tetangga atau negeri yang lebih jauh.

“Petugas kita melakukan pengawasan langsung ke lapangan dengan melakukan koordinasi bersama para Kepala Desa dan Camat untuk mempermudah dalam menghimpun informasi terkait keberadaan para WNA. Sebulan sekali kami turun ke lapangan seperti ke perusahaan, hotel, dan tempat lainnya,” ungkap Plh. Kepala Kantor Imigrasi Kelas III Putussibau, Bachtiar, kepada Rakyat Kalbar, Kamis (22/9).

Memang, lanjut dia, pernah ditemukan beberapa kasus WNA yang menyalahi izin visa. Pada tahun ini, Imigrasi Putussibau menangani satu WNA asal RRC yang diketahui menyalahi izin visa kunjungan. Si WNA malah bekerja, menjual pakaian keliling Kapuas Hulu.

“WNA yang banyak bermasalah itu dari Cina dan Malaysia,” sebutnya.

Setakat ini, ia menambahkan, pihaknya sedang mengecek administrasi empat WNA asal Finlandia yang akan masuk ke Kapuas Hulu dibawa oleh World Wildlife Fund (WWF). Hanya saja, karena yang bersangkutan belum tiba di Kapuas Hulu, belum bisa dipastikan tujuan kedatangan mereka ke Bumi Uncak Kapuas.

“Beberapa hari lalu kita sudah cek, namun belum tiba ke sini (Putussibau)” beber Bachtiar.

Dan ternyata, para WNA yang masuk ke Kapuas Hulu menimbulkan kekhawatiran tersendiri pada masyarakat lokal. Seperti yang diungkapkan Hendra, warga Kecamatan Putussibau Utara. Ia meminta pihak terkait melakukan pengawasan ketat terhadap gerak-gerik WNA di Kapuas Hulu.

“Sekarang teknologi sudah canggih. Bisa saja mereka datang ke sini dengan tujuan kunjungan, ternyata di lapangan mereka membuat aktivitas terselubung dengan menggali potensi sumber daya alam yang ada untuk kepentingan negara mereka,” tuturnya.

Ia mengaku pernah melihat sejumlah WNA datang ke Kapuas Hulu, hingga masuk ke wilayah-wilayah terpencil cenderung terisolir dalam jangka waktu lama. “Kita tidak tahu apa yang mereka lakukan,” ucap Hendra.

Warga lainnya, Suhadi, mengatakan jumlah WNA yang masuk ke Kapuas Hulu meningkat setiap tahunnya. Apalagi sejak kebijakan bebas visa, yang merupakan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan beberapa negara termasuk RRC, diberlakukan.

“Sekarang ini Kapuas Hulu benar-benar sudah ditelanjangi, semua isi perut yang terkandung di bumi Kapuas Hulu sudah rahasia umum,” duganya.

Seharusnya, lanjut dia, orang asing yang datang ke Kapuas Hulu memiliki tujuan jelas serta diketahui oleh pemerintah daerah (Pemda). “Kalau mereka datang untuk meneliti, hasil penelitian harus disampaikan kepada Pemda. Jika pemerintah tidak tegas terhadap masuknya orang asing, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif di kemudian hari, menimbulkan persaingan dengan masyarakat lokal, terlebih dalam bidang kerja,” pungkas Suhadi.

KETIDAKADILAN

DI TAPAL BATAS

Di sisi lain, sadar atau tidak, martabat bangsa Indonesia masih dipandang sebelah mata oleh otoritas negeri tetangga. Salah satunya, orang Malaysia masuk Indonesia bisa gratisan. Giliran orang Indonesia masuk Malaysia malah disuruh bayar.

Hal tersebut terjadi di pintu perlintasan tapal batas Lubuk Antu-Badau. JPJ (Jabatan Pengangkutan Jalan) Malaysia di pintu border masuk Sarawak itu, konon, sering minta duit kepada sopir-sopir kendaraan roda empat Indonesia yang masuk ke negara mereka. Hal ini jelas jadi keluhan para sopir. Pasalnya, perlakuan tersebut berbanding terbalik dengan yang terjadi di PPLB Badau, kendaraan Malaysia diijinkan masuk ke Kapuas Hulu oleh petugas Imigrasi tanpa dikenakan tarif.

“Kemudian, setiap kendaraan Indonesia yang masuk ke Malaysia dikasih borang atau roadtax (cukai jalan,red) Malaysia, tapi tidak disertai ICP (International circulation Permit) dan Insurance Malaysia. Sehingga, dalam perjalanan kita sering terjaring razia oleh petugas JPJ,” ujar Rauf, salah seorang sopir angkutan umum di kawasan itu, kepada Rakyat Kalbar, di Putussibau, Kamis (22/9).

Ia beranggapan, tarif yang dikenakan kepada para sopir angkutan umum dari Indonesia ini merupakan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan petugas JPJ. Menurut Rauf, percuma border perbatasan dua negara dibuka secara resmi jika masih terjadi penarikan biaya masuk di luar pintu lintas batas tersebut. Jumlahnya pun lumayan mencekik leher para sopir, kisaran 50–100 Ringgit Malaysia (RM).

“Apalagi, arus kendaraan keluar-masuk di Border Badau–Lubuk Antu lebih ramai dibanding di PPLB Aruk,” sebutnya.

Sedangkan, kata Rauf, kendaraan perusahaan sawit yang beroperasi di Badau mengangkut CPO (crude palm oil) tidak pernah dikenakan biaya oleh petugas JPJ Malaysia. “Di sepanjang jalan, polisi ataupun JPJ Malaysia selalu mempermasalahkan kendaraan umum Indonesia tujuan Kuching. Setelah disopoi baru boleh masuk ke wilayah Malaysia,” beber dia.

Mestinya, Rauf menambahkan, petugas JPJ Malaysia memberikan insurance dan ICP atau Permit Edaran Antarabangsa. Kondisi ini, menurutnya, merugikan para sopir angkutan umum Indonesia yang hendak masuk ke Malaysia. Bahkan, lanjut dia, ada kecurangan lain yang terjadi di Imigresen Lubuk Antu. Yakni, setiap pelancong dikenakan biaya pengecapan paspor untuk bisa melancong hingga 30 hari.

“Untuk orang yang baru melintas di border, hanya diberi waktu satu minggu dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutupnya.

 

Laporan: Andreas

Editor: Mohamad iQbaL