eQuator.co.id – Kuala Behe-RK. Meninggalnya Badarius, 40 karena gantung diri pada 20 Agustus 2016 lalu masih menimbulkan tanda Tanya. Beberapa warga mendatangi Mapolsek Kuala Behe, Rabu (14/9), mempertanyakan penanganan kasus tersebut.
Sebagian besar yang mendatangi Mapolsek adalah pihak keluarga Badarius. Mereka beranggapan adanya kejanggalan dalam kejadian tersebut.
“Kami dari ahli waris ingin mempertanyakan laporan yang sudah disampaikan, mengenai kasus gantung diri itu ke Mapolsek Kuala Behe,” kata Heronimus salah satu perwakilan keluarga kepada wartawan di Mapolsek Kuala Behe.
Gantung diri Badarius sudah dilaporkan pada 20 Agustus lalu. Namun sampai saat belum ada kejelasan dari kepolisian. “Kami pertanyakan, bagaimana langkah-langkah ke depan atas tindaklanjut kasus ini,” ungkapnya.
Ahli waris atau keluarga Badarius merasa ada yang tidak beres. Sehingga dia nekat gantung diri.
“Secara kasat mata kami melihat kejadian itu ada kejanggalan. Seperti kriminal, karena ada luka-luka di bibir dan di belakang badan korban,” jelas Heronimus.
Karena kondisi janggal itu, pihak keluarga membawa mayat korban untuk divisum ke RSUD Landak. Setelah keluar hasil visum dari dokter, hingga saat ini belum ada hasil penanganan kasus dari kepolisian.
“Kami tidak menuduh, hanya mempertanyakan kenapa itu bisa terjadi. Kejanggalan inilah yang perlu kami ketahui. Kedatangan kami ingin penjelasan dari pihak Polsek Kuala Behe. Sebab kami sudah serahkan kasus ini kepada pihak kepolisian. Kami juga ingin secepatnya kasus ini tuntas,” tegasnya.
Kedatangan warga dan keluarga diterima Kanit Sabhara Polsek Kuala Behe, Bripka Wahyu Gunawan. Sementara anggota Polsek tidak berada di kantor, mengikuti kegiatan di Mapolres Landak.
Wahyu Gunawan mengatakan, kasus gantung diri masih diproses. Jika berkasnya sudah lengkap, maka dilimpahkan di Mapolres Landak. “Kita juga tidak mau lama-lama memproses kasus ini. Lebih cepat lebih baik dan akan dilimpahkan ke Polres Landak,” kata Wahyu.
Sementara Istri Badarius masih diamankan di Mapolsek Kuala Behe. Namun statusnya titipan pengamanan dari pihak keluarga. Kita mengantisipasi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ungkap Wahyu. (ius)
Tersangka DP oknum dosen yang melakukan pencabulan terhadap Korban F siswi SMK saat proses rekonstruksi di sebuah ruangan tersebut terjadinya pencabulan. Kamis (15/9)
Rekonstruksi Kasus Pencabulan Dilakukan Dua Versi
Pontianak-RK. Polresta Pontianak menggelar rekonstruksi kasus pencabulan anak bawah umur, siswi SMK di Kota Pontianak berinisial F dengan tersangka Dian Patria.
Dian Patria merupakan oknum dosen universitas negeri ternama di Kalbar. Sementara siswi SMK berinisial F berusia 16 tahun yang juga siswa magang di kantor Dian Patria. Rekonstruksi dilakukan di salah satu indekos milik Dian Patria di Jalan Sepakat Dua, Pontianak, Kamis (15/9).
Rekonstruksi memakan waktu kurang lebih empat jam. Pelaksanaannya dijadwalkan pukul 08.00 itu molor dan dimulai pukul 10.40. Rekonstruksi diperagakan korban F yang hendak melompat dari lantai tiga. Adegan rekontruksi dilakukan berulang kali, berdasarkan versi korban dan tersangka.
“Rekonstruksi ini dilakukan dua versi. Versi keterangan dari korban dan versi keterangan dari tersangka. Nanti kita akan cari perbedaan dan persamaannya,” kata AKBP Veris Septiansyah, Wakapolresta Pontianak saat diwawancarai wartawan di sela proses rekonstruksi.
Veris menjelaskan, dua versi rekonstruksi itu dilakukan, karena korban dan tersangka mempunyai pengalaman masing-masing. Perbedaan itu nanti akan dilihat, apakah keterangan dari korban atau tersangka yang dijadikan bukti kasus asusila ini.
“Setelah rekonstruksi, akan dilanjutkan ke tahap penyidikan. Berikutnya kita mempelajari hasil rekonstruksi ini. Kita diberi waktu 14 -15 hari untuk melengkapi petunjuk dari jaksa,” jelas Veris.
Rekonstruksi juga melibatkan pengacara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta para saksi. Adegan yang dilakukan korban dan tersangka juga disaksikan lima karyawan indekos dan siswa magang di kantor Dian Patria.
Terkait perlindungan saksi dan korban, Veris mengatakan, sejauh ini Polresta belum mendapatkan laporan. “Belum ada saksi maupun korban melaporkan adanya ancaman dan lain sebagainya. Kita akan melindungi saksi dan korban, jika ada ancaman, silakan lapor kepada kami,” tegas Veris.
Diwawancarai usai rekonstruksi, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Andi Yul Lapawesean menjelaskan, ada 37 adegan versi tersangka. Kemudian 49 adegan dari versi korban. Polisi akan memilah adegan tersebut, tentunya yang memenuhi unsur tindak pidana. “Perbedaan mencolok pasti ada, akan kita kaji untuk memenuhi alat bukti,” jelas Andi Yul.
Kepala SMK tempat korban F menimba ilmu mengatakan, pihak sekolah diminta secara resmi untuk mendampingi korban dalam menjalani proses hukum. Kepala SMK berharap proses hukum sesuai dengan prosedur. “Anak ini masih di bawah umur, harus dilindungi,” katanya.
Ada isu beredar, bahwa kedua pihak sudah berdamai. Namun secara resmi belum sampai ke kepala SMK. “Sangat disayangkan, jadwal rekonstruksi yang molor tadi salah satunya karena korban kelihatan diintimidasi. Ada upaya agar korban tidak datang ke tempat kejadian untuk rekonstruksi,” kesal Kepala SMK.
Laporan: Ambrosius Junius
Editor: Hamka Saptono