eQuator.co.id – Mempawah-RK. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Mempawah menyampaikan tuntutan 8 bulan penjara terhadap terdakwa Frantinus Nirigi (FN). Dalam sidang perkara candaan bom yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mempawah, Kamis (4/10) sore.
Tuntutan dibacakan JPU Erik Cahyo dalam persidangan yang dihadiri oleh majelis hakim; I Komang Dediek Prayoga, Erli Yansah dan Arlyan; serta terdakwa dan kuasa hukum Andel.
Dalam salinan berkas tuntutannya, Erik menyebutkan bahwa dakwaan bersifat subsidair. Yaitu menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 437 Ayat 1 UU RI No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Dalam dakwaan subsidiair tersebut, seperti dibacakan Erik, terdakwa juga memenuhi unsur-unsur setiap orang dan menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan. “Unsur setiap orang mengandung arti bahwa pelaku tindak pidana adalah berupa orang yang dapat dituntut sebagai subjek hukum atas tindak pidana yang didakwakan, yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak ditemukan adanya alasan pemaaf dan pembenar,” sebut Erik.
“Dalam kaitan perkara ini, kami Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan terdakwa yang identitasnya telah dicocokkan dengan identitas terdakwa serta dikuatkan dengan keterangan para saksi dan pengakuan terdakwa sendiri yang hadir di persidangan telah bersesuaian dengan jelas menerangkan bahwa yang dimaksud setiap orang dalam perkara ini,” sambungnya.
Kemudian, unsur menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan. Bahwa dalam persidangan berdasarkan keterangan para saksi, ahli dan petunjuk diperoleh fakta, saat di dalam pesawat Lion Air JT-687 rute Pontianak ke Jakarta terdakwa meletakan tas di kabin bagian atas bagasi nomor 3 dan 4 DEF. Dengan mengatakan “Awas di dalam tas ada bom” kepada saksi Cindy Veronika Muaya yang merupakan pramugari.
“Dengan demikian unsur menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan telah terpenuhi,” jelas Erik.
Masih dalam salinan berkas tuntutan itu, Erik meminta kepada Majelis Hakim PN Mempawah yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan. Serta mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam UU tentang Penerbangan tersebut. Sebagaimana dalam dakwaan primair.
Majelis hakim juga diminta membebaskan terdakwa dari dakwaan primair dan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
“Meminta kepada majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama delapan bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” katanya.
Ditemui usai sidang, Erik mengatakan pertimbangan JPU mengajukan delapan bulan penjara berdasarkan perbuatan dan keterangan saksi, serta alat bukti dan petunjuk yang diperoleh. “Itu lah yang membuat dia (FN) dituntut selama delapan bulan,” ujar Erik singkat.
Sementara itu, Kuasa Hukum FN, Andel mengatakan, atas tuntutan yang diajukan oleh JPU tersebut, pihaknya akan menjawab dalam pledoi saat persidangan selanjutnya. “Yang jelas kami akan menyampaikan pledoi menanggapi apa yang sudah disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya tadi,” ujar Andel. “Nah, dasar apa yang dianggap jaksa itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana,” tambahnya.
Menurut Andel, jika jaksa menyebutkan adanya kerugian yang dialami pihak Lion Air, harusnya pesawat juga dihadirkan sebagai barang bukti.
Sejak awal, kasus ini dikawal Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) dan JPIC Kapusin. Forum ini diberi kuasa oleh keluarga untuk mendampingi FN. Ketua FRKP dan JPIC Kapusin, Bruder Stephanus Paiman mengungkapkan, setelah mendengar dan membaca salinan tuntutan dari JPU, bahwa sangat jelas lemah. Karena tidak didukung dengan alat bukti yang kuat sesuai KUHAP jika pasal tersebut dipaksakan.
“Ketika saksi ahli hukum pidana dihadirkan, sangat jelas dan terang benderang bahwa sesuai KUHAP dasar penangkapan dan penahanan tidak kuat. Karena dua alat bukti tidak terpenuhi. Maka tidak heran jika dalam tuntutan jaksa sangat lemah,” ungkap Biarawan Kapusin ini.
Ia menyatakan, ingin tahu bagaimana majelis hakim nantinya memutus perkara ini. “Apakah memenuhi rasa keadilan atau tidak. Kita lihat pledoi dan hasil putusan nanti,” pungkasnya.
Laporan: Ocsya Ade CP