eQuator.co.id – Pontianak-RK. Arus mudik pada H-10 lebaran di Terminal Batu Layang, Jalan Khatulistiwa Pontianak Utara, tak terasa. Tak tampak keramaian penumpang yang hendak berpergian. Beberapa bus terparkir, hanya terlihat beberapa orang kongkow di warung kopi sekitar terminal.
Sepinya penumpang di sana telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Beberapa faktor menjadi penyebab, diantaranya keberadaan taksi gelap, banyaknya kendaraan bermotor, dan tak terurusnya terminal tersebut.
“Sepi memang dekat lebaran ni. Udah beberapa minggu, sampai sekarang. Mane lah motor banyak, taksi banyak. Yang dari hulu pun ngeluh juga,” tutur seorang supir bus tujuan Pontianak-Sambas, Unyil, di terminal, Kamis (15/6).
Tahun lalu, kata dia, masih lebih ramai daripada tahun ini. Dan, dari pengamatan Unyil, setiap tahun selalu terjadi penurunan penumpang.
Sekali jalan, bus hanya mengangkut dua hingga tiga orang, paling banyak tujuh hingga delapan penumpang. Tentu saja, hal ini tak sebanding dengan pengeluaran untuk operasional driver bus. Pasalnya, harga tiket yang Rp60 ribu tak mampu untuk menutupi biaya bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai Rp500 ribu Pontianak-Sambas pergi dan pulang (PP).
“Kalo dapat duit minyak, udah senang. Ini masih nombok lagi. Daripada gak kerja lah,” ungkap Unyil.
Menyiasati pengeluaran, para sopir mau tak mau juga mengangkut barang yang dititipkan. Kerap kali kendaraan roda dua diangkut dengan bandrol harga Rp50 ribu.
Unyil berharap ada sentuhan pemerintah terhadap Terminal Batu Layang ini. Agar kembali ramai seperti dulu.
Senada, penjaga Terminal Batu Layang, Tedy. Pria 35 tahun ini menyebut banyak bus yang tidak jalan atau terparkir di terminal bukan karena dalam kondisi rusak. Melainkan tidak adanya penumpang.
Menurut dia, penyebab paling dominan terminal sepi adalah taksi gelap yang semakin menjadi-jadi. Alhasil, dengan minimnya orang di Terminal Batu Layang, kata Tedy, perhentian bus itu jadi hunian kucing dan orang gila.
“Jangankan kebersihannya, lampu tidak diperhatikan, mati semua. Jadi tempat mesum kalau malam,” bebernya.
Tak hanya Unyil dan Tedy yang pendapatannya menurun jauh sejak taksi-taksi gelap berkeliaran. Mereka yang menggantungkan hidup dengan keberadaan terminal Batu Layang inipun mengeluh. Salah satunya, seorang ojek motor yang sering mangkal di sana, Muhammad.
Pria berusia 35 tahun yang tinggal tak jauh dari terminal ini juga mengharapkan sentuhan tangan pemerintah. Misalnya saja, angkutan umum dari luar kota transitnya harus di terminal. Yang mau masuk ke kota diharuskan menggunakan angkutan umum dalam kota yang ada di terminal.
“Yang turun ke Ponti, transit ke sini, bongkar habis. Apa gunanya terminal, kalau tidak digunakan. Kan Oplet hidup, bus kota, ojek, warung, semua hidup. Kalau langsung masuk dalam kota, susah,” tandas Muhammad.
Laporan: Ambrosius Junius
Editor: Mohamad iQbaL