Soal Ibu Kota Baru, Kalteng Tak Pernah Lobi Presiden

Ilustrasi pemindahan ibu kota. Foto: Prokal/JPNN

eQuator.co.id – PALANGKA RAYA–RK. Kalteng sempat disebut-sebut melakukan lobi ke presiden soal ibu kota negara (IKN) baru. Informasi itu mencuat menjelang pidato kenegaraan pada 16 Agustus lalu. Kalteng dikabarkan melakukan lobi ke pemerintah pusat, agar dipilih sebagai lokasi ibu kota baru.

Tudingan itu langsung dibantah oleh orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai ini, H Sugianto Sabran. Beberapa kali ia menyampaikan bahwa dalam pemindahan ibu kota ini, Kalteng tidak pernah meminta. Hanya saja, kata dia, fakta sejarah membuktikan bahwa Presiden Pertama Ir Soekarno berkeinginan agar Kalteng menjadi IKN.

“Kalteng tidak pernah meminta, tetapi Kalteng memiliki sejarah pada 1957 lalu. Kami sudah berdoa dan berusaha, tinggal menunggu takdir Allah,” tegasnya dalam penyampaian pembahasan RPJMN dan live bersama televisi swasta nasional, belum lama ini.

Minggu (25/8), Sekda Kalteng Fahrizal Fitri kembali menegaskan bahwa Kalteng tidak pernah melobi soal pemindahan ibu kota. “Kalteng tidak mengklaim (sebagai ibu kota) atau melobi. Keputusan tetap oleh pemerintah pusat,” ucap Fahrizal Fitri kepada Kalteng Pos, kemarin.

Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng ini menyebutkan, sebagaimana yang sering disampaikan gubernur, yang memiliki kewenangan memutuskan lokasi untuk ibu kota negara yang baru adalah presiden.

“Gubernur kan sudah menyampaikan, silakan apabila nantinya pemerintah pusat (menunjuk) Kalteng sebagai ibu kota, maka Kalteng siap,” kata pria yang akrab dengan wartawan ini.

SARANKAN IBU KOTA BARU

JADI DAERAH ADMINISTRATIF

Berdasarkan kajian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), IKN yang baru kelak lebih aman jika berbentuk daerah administratif ketimbang berbentuk daerah otonom. Hal tersebut mempertimbangannya soal stabilitas.

“Dengan menjadi daerah administratif, paparnya, akan menjadi lebih mudah bagi presiden dalam mengelola ibu kota. Komando pemerintah pusat juga mudah terlaksana,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, dalam diskusi bertajuk Gundah Ibu Kota Dipindah, di D’consulate Resto and Lounge, Jakarta, Sabtu (24/8).

Pertimbangan itu, kata Akmal, untuk mencegah dinamika politik yang begitu dinamis di pusat ibu kota. Misalnya, dengan meniadakan pilkada di daerah tersebut.

“Kita ingin ke depan ibu kota yang betul-betul teduh, aman, dan tanpa gejolak politik,” katanya.

Telaah yang dilakukan Kemendagri tersebut soal bagaimana susunan pemerintahan dan bentuk otonominya. Bagaimana model kelembagaan hingga batas wilayah ibu kota.

“Ini hanya telaah kami (kemendagri, red). Semua kembali tergantung keputusan presiden (Joko Widodo),” katanya.

Termasuk tentu keputusan soal lokasi persisnya IKN. Menurut Akmal, presiden sudah dua kali meninjau calon lokasi IKN tersebut sejak 2018. “Lokasinya di mana, nanti presiden yang putuskan,” katanya.

Sejarawan LIPI Asvi Warman Adam mengatakan, pemindahan ibu kota bukanlah wacana baru. Itu juga pernah dicetuskan Bung Karno. Tahun 1957, Presiden Soekarno kala itu merasa cocok menjadikan Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai ibu kota negara.

Sebab, posisinya berada di tengah-tengah wilayah Indonesia. Juga luas wilayahnya sepertiga dari luasan Indonesia. “Saat itu ada kegentingan yang memaksa dan menjadi faktor penarik keinginan Bung Karno agar ibu kota berada di tengah-tengah,” tuturnya.

Namun rencana tersebut terbengkalai setelah Indonesia mendapat tawaran menjadi tuan rumah Asian Games. Karena itulah dibangun Stadion Gelora Bung Karno (GBK) dan tugu selamat datang di depan Hotel Indonesia.

Nah, jika nanti IKN baru terbentuk, Indonesia akan mencatatkan sejarah baru. “Ibu kota yang bukan warisan kolonial. Tapi ibu kota yang kita ciptakan sendiri. Akan menjadi tinta emas dalam sejarah Indonesia,” katanya dalam diskusi yang sama. (Kalteng Pos/JPG)