Boleh Ajukan Otonomi Khusus

Jangan Pindahkan Masalah Jakarta ke Kaltim

Ilustrasi pemindahan ibu kota. Foto: Prokal/JPNN

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. DKI tidak akan lagi menjadi ibu kota negara pada 2024 mendatang. Embel-embel sebagai DKI juga akan hilang. Untuk selanjutnya, sistem pemerintahan yang akan diberlakukan di DKI Jakarta bakal dituangkan dalam perubahan UU 29.2007 tentang Pemerintaha DKI Jakarta.

Pemerintah, dalam hal ini Kemendagri, tidak akan menentukan seperti apa bentuk DKI di masa depan. Pemprov DKI-lah yang harus menentukan sendiri bentuk apa yang paling pas untuk daerah tersebut.

’’Apakah DKI akan tetap menjadi daerah otonom tunggal atau dia akan bermetamorfosa menjadi daerah otonom dua tingkat,’’ terang Plt Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik saat ditemui di Kemendagri kemarin (27/8).

Sejauh ini, Pemprov DKI Jakarta sudah membuat usulan perubahan UU 29/2007. Dalam usulan tersebut, DKI masih meminta agar wilayahnya menjadi daerah otonom tunggal satu tingkat seperti yang berlaku saat ini. Bukan dua tingkat seperti provinsi di Indonesia pada umumnya.

’’Tetapi (usulan itu) konteksnya dulu ketika dia masih menjadi ibu kota negara,’’ lanjutnya.

Konten perubahan UU Pemerintahan DKI Jakarta sebagian besar akan diserahkan kepada pemprov. Pemerintah hanya akan me-review apaka ada di antara usulan itu yang tidak sinkron dengan kewenangan-kewenangan Kementerian/Lembaga. Juga memastikan tidak tumpng tindih atau bahkan bertentangan dengan UU yang lain.

Akmal memastikan nama DKI akan dihapus dari Jakarta ke depan. Namun, ada peluang bagi Jakarta untuk mengajukan diri menjadi daerah otonomi khusus. Dengan catatan, pembuat UU dalam hal ini pemerintah dan DPR sepakat untuk menyetujui usulan itu. Bisa jadi Jakarta akan menjadi daerah khusus untuk bisnis, atau bentuk lainnya.

Bentuk daerah otonomi khusus itu memungkinkan Jakarta menggunakan sistem satu tingkat seperti saat ini. Yang penting, dalam revisi UU pemerintahan DKI Jakarta nanti, fungsi-fungsi Jakarta sebagai ibu kota negara dihilangkan. Karena memang sudah tidak lagi berstatus ibu kota negara.

Sementara itu, Menteri PAN-RB Syafrudin angkat bicara soal survei yang menyatakan mayotritas ASN tidak setuju pindah ke ibu kota baru. Dia mengklaim bahwa ASN tidak khawatir untuk pindah dari Jakarta ke Kalimantan.

’’ASN dan aparatur negara apapun, terutama aparatur hukum, TNI, Polri, dan sipil negara, itu sudah kontrak dengan negaranya,’’ terangnya saat ditemui di kantor Wapres kemarin.

UU maupun PP mengatur bahwa ASN dikontrak oleh negara dan siap ditempatkan di mana saja. Sejak sekarang, persiapan sudah mulai dilakukan meskipun perpindahan baru dilakukan lima tahun lagi.

’’Yang akan dipindah itu ASN yang ada di Lembaga dan kementerian yang ada di pusat. Bukan yang bertugas di DKI (Jakarta),’’ lanjut mantan Wakapolri itu.

Secara keseluruhan, ASN yang akan digeser berjumlah 180 ribu orang. Berdasarkan data ASN yang ada saat ini, diperkirakan 30 persen diantaranya akan pensiun pada saat pemindahan mulai dilakukan. Sehingga mereka tidak jadi pindah. Posisi mereka akan digantikan ASN-ASN muda yang kariernya masih panjang.

Dia mengingatkan, ibu kota baru akan memiliki fasilitas-fasilitas yang akan memudahkan ASN dalam bekerja. Mulai tempat tinggal, tempat Pendidikan, hingga fasilitas kesehatan dan transportasi. Dia yakin di ibu kota baru nanti pengeluaran ASN justru akan lebih efisien.

Dia mencontohkan ASN di Jakarta yang masih mengontrak rumah di Bekasi atau daerah penyangga lainnya. Tidak hanya keluar biaya sewa rumah, mereka juga harus berangkat pagi-pagi menggunakan kendaraan pribadi atau umum. Kondisi tersebut tidak akan terjadi di ibu kota baru.

’’Mungkin saja di sana karena smart city dan green city, cukup dengan bersepeda atau berjalan kaki,’’ tuturnya. Itulah yang terjadi di beberapa negara yang punya ibu kota baru.

Efisiensi paling minimal, tuturnya, ada di sektor transportasi. Angka 180 ribu ASN itu setara dengan satu kabupaten. Dia berharap tidak ada lagi opini soal ASN, karena bagaimanapun aparatur negara sejak awal sudah menyatakan siap ditempatkan di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Di sisi lain, Wapres jusuf Kalla menyatakan bahwa pemindahan ibu kota negara adalah keputusan bersama antara Presiden dan DPR. Karena itu, meskipun Presiden sudah mengumumkan lokasinya, tetap harus ada persetujuan DPR.

’’Jadi tidak sepihak. Ini calon ibu kota, nanti diajukan ke DPR. Itu prosesnya,’’ ujar JK di kantor Wapres kemarin.

Seluruh kajian yang dilakukan pemerintah akan dirupakan dalam bentuk Rancangan UU. RUU itulah yang nanti akan dibahas bersama DPR. Termasuk juga UU lain yang terkait. Hanya saja, JK memperkirakan tidak akan bisa dibahas oleh DPR periode saat ini karena masa kerjanya sudah hamper habis.

’’Jadi nanti dibahas lebih dalam oleh DPR berikutnya,’’ lanjut JK.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, pemerintah telah melakukan inventarisasi dan rekalkulasi aset pemerintah, baik  yang ada di Jakarta maupun di Kaltim. Inventarisasi tersebut juga digolongkan, antara aset yang mengandung nilai historis dan aset yang tidak mengandung nilai historis.

“Kalau yang non historis, bisa saja ditukar guling,” katanya.

Sebagai bagian dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), pemerintah juga perlu mengkaji apakah Kemenkeu perlu dipindah ke Kaltim atau tetap di Jakarta. Sebab instansi yang berhubungan dengan dunia keuangan seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tetap berada di Jakarta.

Sementara itu, terkait kajian ibu kota, Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Rudy S. Prawiradinata mengatakan kajian sudah mulai dilakukan sejak 2017. Kajian tersebut melibatkan hampir semua kementerian/lembaga (K/L) dan masyarakat setempat. Para akademisi dari berbagai perguruan tinggi juga diajak berdialog. Antara lain dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Kami survei ke lapangan kok, lihat saja. Bisa dibuktikan kok,” ujar Rudy.

Dia merasa, dalam proses melakukan kajian, semuanya sudah cukup terbuka. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Memang, sebelumnya, pada tahap awal kajian, tidak ada pengumuman besar yang disebarkan masyarakat, karena hal itu dinilai belum perlu untuk dilakukan. “Ini kan terkait tanah, isu sensitif,” ungkapnya.

Dialog-dialog dalam tahap awal yang dilakukan ketika kajian melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan saja. Barulah ketika sudah ada sedikit titik terang, dialog dalam kapasitas besar dilakukan dalam rangka sosialisasi.

“Kan kita memastikan dulu. Jadi kita enggak perlu dialog besar-besarlah, padahal baru sebatas niat. Lebih baik kita lengkapi dulu semua, baru kita lakukan dialog,” lanjutnya.

Kemudian, setelah kajian dilakukan, Bappenas memberikan hasilnya kepada presiden. Dan, presidenlah yang memilih lokasi IKN baru.

LEBIH MUDAH KONTROL TAMBANG

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan ada dua hal positif bagi sektor pertambangan Indonesia dengan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Pertama, tata kelola pertambangan di sana akan lebih ketat, penerbitan izin akan lebih tegas sehingga tata kelola pertambangan di sekitar Kalimantan Timur diharapkan lebih bagus.

“Sekarang kan problemnya adalah tata kelola izin tambang di sana yang bisa sampai puluhan hektar itu,” paparnya.

Selain itu, penanganan lubang bekas tambang dan reklamasi juga akan semakin terkontrol karena pengawasannya lebih dekat ke pemerintah pusat saat ada pemindahan ibukota. Selama ini, pengawasan lubang bekas tambang maupun reklamasi tambang di Kalimantan masih belum maksimal dan sering menimbulkan korban jiwa. “Kalau sekarang pengawasannya jauh ya karena di daerah,” imbuh Hendra.

Kedua, kelangsungan investasi jangka panjang bagi perusahaan-perusahaan tambang juga bisa lebih terjamin. “Pasti akan menjadi kepentingan pemerintah karena dampak pertambangan batu bara di sana kan sangat besar,” ujarnya.

Selain itu, pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur juga bisa menjadi momentum untuk menggairahkan hilirisasi batu bara di Indonesia. Selama ini batu bara RI mayoritas diekspor secara mentah, tanpa ada nilai tambah. Penggunaan di dalam negeri pun mayoritas hanya sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

“Ini momentumnya. Dengan momentum ini lah kita harapkan industri pengolahan terutama batu bara bisa dikembangkan karena tidak selamanya batu bara seperti itu, harus diolah lagi,” terang Hendra.

Tumbuhnya industri pengolahan batu bara juga diyakini mampu mendorong industri – industri pendukungnya. Sehingga, nantinya dapat menggerakkan roda perekonomian di Kalimantan Timur dan sekitarnya.

Ketua Umum DPP INSA (Indonesian National Shipowners Association) Johnson W Sutjipto mengatakan perpindahan ibu kota ke Kalimantan Timur akan berdampak terhadap peningkatan arus barang ke sana. “Banyak infrastruktur dibangun terutama untuk mengangkut pasir, batu, semen itu akan meningkat ke daerah situ. Angkutan barang yang ke sana akan meningkat juga, itu sudah suatu keniscayaan walaupun pembangunan tersebut berupa pembangunan jalan, gedung tetapi materialnya datang dari seluruh penjuru Indonesia,” paparnya.

Seperti material batu bisa datang dari Palu, semen didatangkan dari Sulawesi dan Jawa serta pasir didatangkan dari Bangka. “Kami menyambut baik dengan perpindahan ini karena akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan angkutan laut khususnya dalam rangka membangun ibu kota baru,” imbuhnya.

Apalagi, menurutnya, lokasi ibu kota baru juga sangat dekat dengan industri galangan kapal yang ada di Indonesia Timur sehingga mampu mendorong pengembangan industri galangan kapal di sana. “Di Jakarta sendiri bukan sentral industri galangan kapal. Di Kalimantan Timur lebih banyak seperti Samarinda dan Balikpapan ada banyak sekali industri galangan kapal dan transportasi lautnya padat juga di sana,” imbuhnya.

PINDAH IBU KOTA

PINDAH PROBLEMNYA?

Mengenai rencana pemindahan IKN tersebut, ujar Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo, tentu patut disyukuri. Karena hal itu juga merupakan kabar baik bagi Berau, sebagai salah satu kabupaten di Kaltim. Sehingga, dampak positif dari pemindahan ibu kota tersebut, harus dimanfaatkan dengan tepat. Seperti, Berau yang telah dicanangkan Pemrov Kaltim sebagai daerah wisata andalan di Bumi Etam – sebutan Kaltim.

“Kalau ibu kota benar-benar dipindahkan, tempat liburannya di mana? Pasti ke Berau. Mereka (masyarakat ibu kota) liburannya ke Pulau Derawan atau ke Pulau Maratua,” katanya kepada Berau Post, Selasa (27/8).

Meski begitu, wabup juga mengingatkan pentingnya pembuatan konsep ibu kota negara. Itu sebagai dasar arah pembangunan ibu kota nantinya. Dirinya mengharapkan agar ibu kota baru tidak seperti Jakarta.

Karena selain menjadi pusat pemerintahan, statusnya juga bertambah dengan pusat perekonomian dan bisnis. “Jakarta itu salah desain. Jakarta menjadi ibu kota, jadi pusat bisnis dan pemerintahan, semua jadi satu,” ucapnya.

Di negara-negara maju, lanjut dia, ibu kota negara dengan pusat perekonomiannya berbeda wilayah. Amerika Serikat dan Australia salah satu yang menerapkan hal tersebut. Sehingga dirinya melihat, pusat bisnis haruslah tetap di Jakarta dan pusat pemerintah di lokasi yang baru.

Selain itu, Agus berharap pemindahan ibu kota juga diikuti dengan penyempurnaan aturan ketatanegaraan. Dengan kata lain, ibu kota negara harus diikuti desentralisasi pemerintahan.

“Setiap persoalan yang ada di daerah, harus bisa diselesaikan di daerah, sehingga tidak perlu lagi pejabat daerah datang ke ibu kota,” katanya.

Lanjutnya, apabila sistem pemerintahan masih sama, maka bisa saja ibu kota yang baru akan sama seperti Jakarta. Banyak penduduk luar yang berpindah ke ibu kota. Sehingga pusat perbelanjaan hingga perhotelan akan menjamur di ibu kota.

“Kalau begitu situasinya, itu hanya memindahkan masalah dari Jakarta ke Kaltim,” terangnya.

“Makanya kalau masih sentralistik, nanti akan tetap ramai. Saya setuju dipindahkan, tapi harus dipahami, ini hanya memindahkan ibu kota negara, bukan memindahkan masalah,” ujarnya.  (Jawa Pos/Berau Post/JPG)