Nanga Pinoh-RK. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Kalbar telah menetapkan seorang oknum PNS Provinsi Kalbar yang sempat menjadi PPTK, Fahruzi (F), atas dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi pembangunan gedung Kantor bupati Melawi tahun angaran 2006-2007.
Kini kondisi bangunan kantor Bupati yang menjadi sitaan Kejati 2011 lalu, sudah sangat memprihatinkan. Mulai dari tampilan luar bangunan, kondisinya sudah sangat rusak. Kaca-kaca di bangunan yang pecah bertebaran dilantai. Tidak hanya itu, ketika masuk bangunan tersebut, terlihat material sisa bangunan yang berantakan, coretan di dinding dimana-mana.
Anshori, seorang warga yang masuk melihat bangunan itu, mengatakan, sudah sangat parah kerusakannya. Pelafon sudah habis, lantai banyak yang rusak. Dinding-dinding sudah banyak yang jebol. Bahkan atap sudah banyak yang hancur. Begitu juga dengan kabel-kabel serta lampu, sudah hilang.
“Hancur semuanya. Jika dibandingkan pada saat ditetapkan Kejati sebagai barang sitaan yang kalau tidak salah 2011 lalu, tidak begitu parah begini. Namun kini bangunan sudah sangat rusak parah. Jika pun dibangun lagi, penganggarannya tentu seperti mengangarkan pembangunan baru lagi,” katanya ditemui di sela-sela melihat kondisi bangunan, Selasa (3/5).
Bangunan itu juga, lanjutnya, sepertinya sering menjadi tempat prostitusi. Terutama di toilet, banyak ditemukan bungkus alat kontrasepsi. “Ini diduga sering menjadi tempat zinah buktinya banyak bungkus kondom,” ucapnya.
Seharusnya ketika Kejati sudah menetapkan bangunan tersebut menjadi barang sitaan, maka harus dibuat tanda seperti memberikan garis polisline, yang mana juga harus dilakukan pengawasan terhadap bangunan itu, agar kerusakan bangunan tersebut tidak semakin parah seperti sekarang ini.
Kasi perencanaan Dinas pekerjaan umum (DPU) di jumpai diteras kantornya mengatakan, bangunan tersebut juga sempat dianggarkan oleh Pemkab Melawi Ditahun 2015 sebesar Rp. 10 milyar. “Namun oleh Penjabat Bupati dicoret,” katanya.
Sementara ditahun 2016 ini Pemkab tidak mengangarkan untuk melanjuti pembangunannya. Namun sudah mengajukan anggarannya untuk pembangunannya ke pemerintah Pusat menggunakan APBN. “Katanya diangarkan pemerintah pusat, tapi kita belum bisa memastikan karena belum melihat, karena APBD kita yang belum selesai,” paparnya.
Setelah lama ditangani Kejati, baru tahun inilah Kejati menetapkan seorang oknum PNS Provinsi Kalbar berinisial F. Ia diperiksa atas keterkaitannya selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) kabupaten Melawi pada tahun 2006 dan 2007.
Pembangunan tersebut pada tahun 2006 diangarkan sebesar Rp. 5,298 milyar, telah dilelang dan dimenangkan PT Esra Ariyasa Utama. Selanjutnya pada tahun 2007, berdasarka permintaan pelaksana dengan didasarkan surat Bupati Melawi tertanggal 2 Agustus 2007, serta kajian teknis Lembaga Kajian Konstruksi Daerah (LKKD). Kalbar, kembali menunjuk PT. Ersa Ariyasa Utama untuk melanjutkan pekerjaan dengan cara penunjukan lansung. Namun pada kenyataannya pekerjaan tidak dilaksanakan pemenang lelang namun dilaksanakan seorang berinisial GR.
Yang mana seperti yang disampaikan Asisten pidana khusus Kejati Kalbar ke media, bahwa di dalam pelaksanaannya itu terjadi overlap dalam pembayaran terhadap beberapa item pekerjaan, sebagaimana laporan hasil audit, dalam rangka perhitungan kerugian negara atas digaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan gedung kantor Bupati Melawi tahun anggaran 2006-2007 dengan nomor SR 290/PW14/5/2014 tertanggal 10 juli 2014. Yang mana menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 1.590.215.751,32.
Terpisah, Bawaslu Kalbar mengaku syok ketika Kepala Sekretariatnya itu ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. “Kami merasa terkejut dan terpukul dengan penahanan tersebut. Karena operasional pengawasan dan fasilitas anggaran memang kewenangan Kepala Sekretariat,” ungkap Ruhermansyah, Ketua Bawaslu Kalbar, di kantornya, Selasa (2/5).
Menurutnya, penahanan Kepala Sekretariat Bawaslu ini tentu berpengaruh terhadap pihaknya. “Walau ada dampaknya, namun secara kinerja, pengawasan ada di tangan Komisioner Bawaslu,” ujarnya.
Ruhermansyah menyatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima surat pemberitahuan secara resmi dari Kejaksaan Tinggi terkait penahanan F. “Secara resmi, kami belum dapat pemberitahuan dari instansi terkait. Tahunya hanya melalui pemberitaan dari media saja,” akunya.
Terkait status F sebagai tersangka, lanjut dia, sementara ini pihaknya belum mengambil langkah. “Pemberhentian dan pengangkatan Kepala Sekretariat itu menjadi kewenangan Sekjen Bawaslu RI. Kami masih menunggu perkembangan dari Kejaksaan Tinggi,” terang Ruhermansyah.
Ia menegaskan, kasus tersebut perkara masa lalu. Selama F menjabat sebagai Kepala Sekretariat Bawaslu Kalbar, kata Ruhermansyah, tidak ada persoalan sama sekali dan berjalan dengan lancar.
“Kami tegaskan, itu memang murni ketika ia masih menjabat di salah satu kabupaten,” tandasnya.
Laporan: Dedi Irawan dan Ocsya Ade CP
Editor: Kiram Akbar