Semoga Bukan Azab

Ilustrasi.NET

eQuator – Terhenyak sesaat, mendengar jawaban yang terlontar dari mulut putraku yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar, ketika saya bertanya, nak…menurutmu kabut asap yang sempat menyelimuti kota kita, apa yach? Spontan dia menjawab azab.

Dalam renungan, saya berharap semoga ini bukan sebuah azab, tapi sadar atau tidak, kabut yang beraroma asap menyengat ini yang begitu menyesakkan dada, telah menjadi musibah yang menimpa masyarakat.

Musibah tersebut seharusnya menyadarkan kita akan kesalahan yang telah diperbuat. Bukankah sebagian musibah yang ditimpakan oleh Allah SWT terhadap manusia adalah akibat perbuatan manusia sendiri.

Ingatkah kita akan firman Allah SWT yaitu “ Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (TQS Ar-Rum (30) : 41).

Ada asap pastinya ada api. Api sebagai alat yang murah, mudah dan cepat dalam pengelolaan lahan, menjadi inti dari penyebab kebakaran.  Penyebab kebakaran di Indonesia sudah banyak dikaji oleh para peneliti berbagai belahan dunia, semua berkesimpulan bahwa ulah manusialah penyebab utama kebakaran lahan dan hutan. (Al Islam edisi 774).

Kebakaran lahan dan hutan yang berulang setiap tahunnya menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo, karena adanya pembiaran dan penegakan hukum yang lemah (Kompas.com, 14/9). Selain itu, kebijakan tak memadai dan tidak konsisten dijalankan, dan masih banyak celah hukum sehingga para pelaku bisa lolos dari jerat hukum . (Al Islam edisi 774).

Para ahli dan aktivis lingkungan menilai akar masalah dari kebakaran lahan adalah kerusakan ekosistem lahan gambut akibat dari alih fungsi. Area gambut dengan keanekaragaman hayati dan basah disulap menjadi area perkebunan dengan satu jenis tanaman dan dikanalisasi untuk mendukung budidaya. Akibatnya, gambut kering dan mudah terbakar (Kompas, 10/9).

Adapun menurut Direktur Eksekutif Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Nasional Abetnego Tarigan, akar persoalan dari bencana kabut asap bersumber dari monopoli penguasaan tanah oleh segelintir orang (Kompas.com,12/9).

Walaupun pemerintah telah mengupayakan pemberian sanksi berupa pembekuan hingga pencabutan izin usaha yang dimiliki oleh perusahaan yang melakukan pembakaran lahan, namun hal ini sangat sulit atau bahkan mustahil diakhiri dalam sistem kapitalis saat ini, karena demi kepentingan ekonomi, jutaan hektar hutan dan lahan diberikan ijinnya kepada swasta. “ ….sungguh manusia itu amat zalim dan amat bodoh (TQS Al  – Ahzab (33): 72).

Sesuatu yang buruk atau perbuatan tercela tampak terlihat baik dan terpuji. Karena itu seseorang yang terperdaya akan memilih dan mengambil sesuatu yang buruk dan tercela tersebut, akibatnya terperosok dalam kesengsaraan dan penderitaan.

Sistem Islam bisa mengakhiri secara tuntas problema kebakaran hutan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan tasyri’i (hukum) dan pendekatan ijra’i (praktis).  Secara tasyri’i, Islam menetapkan bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum (milik seluruh rakyat). Rasulullah SAW bersabda “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pengelolaan hutan sebagai milik umum harus dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan rakyat,tentunya harus secara lestari. Dengan dikelola penuh oleh negara, tentu mudah menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat dan kelestarian hutan. Negara juga harus mendidik dan membangun kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan manfaatnya untuk generasi demi generasi.

Pemerintah wajib memperhatikan urusan rakyatnya dan memelihara kemaslahatan mereka, karena akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.

Secara ijra’i, pemerintah harus melakukan langkah – langkah, manajemen dan kebijakan tertentu dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir, serta dengan memberdayakan para ahli dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. (Al Islam edisi 774).

Di akhir kata, dengan berbagai anugerah dan kenikmatan yang diberikan Allah SWT, seharusnya manusia mudah bersyukur dan ringan menjalankan perintah-Nya, tidak berat meninggalkan larangan-Nya, tunduk terhadap seluruh hukum-Nya dan bersedia menerapkan seluruh syariah-Nya, maka segala problem kehidupan bisa terselesaikan dengan tuntas. Bersikap ingkar dan berlaku durhaka serta menolak syariah-Nya yang agung, hanya akan menjerumuskan pada kesengsaraan dan penderitaan tak bertepi. #YukNgaji. Wallaha’lam bi ash- shawab

Dedah Kuslinah, ST

karyawati di perusahaan minipile dan ready mix

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.