eQuator.co.id – Sanggau-RK. Pada semester pertama tahun 2018, Pemerintah Malaysia tercatat mendeportasi sebanyak 1.072 Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau.
Mereka yang dipulangkan ini sebagian besar terjerat permasalahan ketenagakerjaan di negeri jiran. Kondisi para PMI ini ketika dipulangkan beragam, ada yang sehat, sakit, bahkan ada yang sudah dalam keadaan meninggal dunia.
“Umumnya mereka yang dipulangkan ini sehat, yang sakit lima orang, mereka ini repatriasi, yang meninggal dunia 63 orang,” kata Staf Perlindungan dan Pemberdayaan PMI pada P4TKI Entikong, Soni Sumantri, Senin (9/7).
Soni menuturkan, pemulangan PMI melalui PLBN Entikong pada semester pertama tahun ini menurun dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 1.321 orang. Hingga akhir tahun nanti, lanjut dia, belum dapat diperkirakan berapa jumlah pemulangan PMI lewat PLBN Entikong karena deportasi merupakan kebijakan otoritas Imigrasi negara setempat.
Disinggung bagaimana strategi pihaknya mengurangi PMI terjerat persoalan hukum di Malaysia, Soni menyebut, pihaknya terus menguatkan pemahaman masyarakat mengenai prosedur pemberangkatan dan penempatan pekerja migran lewat serangkaian sosialisasi ke desa-desa di perbatasan Sanggau dengan Malaysia.
“Dan PMI yang dideportasi juga kita berikan pembekalan tentang prosedur pemberangkatan serta penempatan tenaga kerja yang prosedural sebelum mereka dipulangkan kedaerah asalnya. Harapan kita, setelah mendapat pembekalan mereka bisa menginformasikan seperti apa tata cara bekerja yang resmi di luar negeri, termasuk di lingkungan tempat tinggal mereka,” tutur dia.
Banyaknya tenaga kerja Indonesia yang dideportasi dinilai Anggota Komisi B DPRD Sanggau disebabkan beberapa hal. Pertama, kemungkinan soal kesulitan dari para tenaga kerja itu mengurus sesuai prosedur.
“Ini mungkin prosedurnya rumit, ruwet, sehingga cari mudahnya. Makanya mereka pakai visa turis. Dan di Kuching juga memang ada yang bermain. Makanya yang ketangkap ini kan yang ilegal. Itu kan mereka rata-rata bukan dari Sanggau, mungkin dari Sambas, Bengkayang. Kemudian kalau dari luar itu dari Jawa, NTT. Nah itu mereka banyak bekerja di perkebunan sawit. Mereka kerja di Sibu, Miri, bukan di Kuching-nya,” kata Konggo.
Kedua, lanjut pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sanggau ini, soal ketersediaan lapangan kerja di Indonesia sendiri. Pemerintah, kata dia, belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi mereka.
“Ini memang menjadi PR pemerintah kita kedepan untuk menyiapkan SDM yang bagus. Jadi ketika bekerja nanti tak bekerja kasar lagi,” terangnya.
Ketiga, soal perbedaan kurs (mata uang) antara Rupiah dan Ringgit, serta iming-iming gaji besar. “Kalau ketemu majikan yang bagus, walaupun ilegal diperlakukan dengan baik. Karena di Malaysia ini kan pekerja kasar kurang. Ndak mau mereka. Untuk memanen buah misalnya, banyak dari Indonesia,” kata legislator partai Golkar itu.
Laporan: Kiram Akbar