eQuator.co.id – Pontianak-RK. Suasana duka sejak dinihari menggelayuti Istana Kadriah. Inalilahi waina ilaihi rojiun, Kesultanan Pontianak berduka melepas kepergian pemimpinnya Sultan Syarif Abubakar Alkadrie bin Syarif Mahmud Alkadrie, yang dinyatakan wafat pukul 04:10 oleh dokter di RSUD Sudarso Pontianak, Jumat (31/3).
Warga Kota Pontianak pun berduka dengan wafatnya Sultan VIII Kesultanan Pontianak dalam usia 72 tahun. Jenazah Sultan Pontianak disemayamkan di Istana Kadriah. Sejak pukul 09:00 istana tak henti dipenuhi warga masyarakat yang datang untuk bertakziah. Mulai dari rakyat kebanyakan sampai yang mengenakan busana adat, mengirimkan Alfateha, membacakan doa.
Wali Kota Sutarmidji yang hadir di pemakaman menyampaikan duka cita kepada seluruh keluarga dan menuturkan kekaguman dan hormat pada sosok Sultan ke-8 Kesultanan Pontianak.
“Kalau beliau mau ketemu saya, biar saya ada tamu, paling beliau tunggu saya 5 menit. Beliau selalu diprioritaskan karena saya menghormati sosok beliau sebagai Sultan,” kata Bang Midji, “Beliau mau ketemu saya di mana saja, kapan saja, saya prioritaskan waktunye.”
Mewakili Pemerintah Kota Pontianak, Sutarmidji dan seluruh masyarakat Kota Pontianak menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya atas kepergian Sultan Syarif Abubakar Alkadrie. “Beliau sosok orangtua yang enak diajak bicara dan saya setiap bulan pasti ada ketemu beliau,” tambahnya.
Yang pasti, Sutarmidji berharap penerus Sultan selain dapat menimba ilmunya, meneladani, dan terus menjalankan kesultanan sebagaimana telah dirintis lebih baik lagi.
Wakil Wali Kota Edi Rusdi Kamtono yang ikut menshalatkan jenazah Sultan di Masjid Jami, merasa kehilangan sosok Sultan Syarif Abubakar Alkadri. “Merasa kehilangan sekali, karena beliau sering memberikan nasihat baik tentang pemerintahan maupun soal akhlakul karimah,” ujar Edi.
Terakhir Edi Kamtono berjumpa dan berbincang dengan Sultan pada acara ulang tahun pernikahan salah seorang anak Sultan sebulan lalu. “Beliau berpesan kepada saya untuk istiqomah terus menjalankan amanah, tetap sabar dan menjaga komitmen membangun Pontianak,” kenang Edi yang menilai Sultan Syarif Abubakar merupakan simbol pemersatu budaya di Pontianak.
Dandim 1270/BS Pontianak, Kolonel Jacky Ariestanto mengatakan sosok Sultan yang sederhana, penyabar dan tidak pernah marah memberikan wajah kesultanan yang baik. “Saya beberapa kali bertemu, sering bertandang ke kesultanan, dan beliau menceritakan sejarah sultan-sultan terdahulu kepada kami,” ujar Jacky.
Ia melihat kepergian Sultan Pontianak ini menjadi kehilangan besar bagi masyarakat Pontianak. “Tentu, kita semua merasa sangat kehilangan,” kata Jacky.
Syarif Max Yusuf Alkadrie, pendiri Yayasan Sultan Hamid II Pontianak, langsung terbang ke Pontianak setelah subuh mendengar berita duka. “Beliau orang baik. Dengan perginya beliau, kita keluarga merasa kehilangan, betul-betul kehilangan,” tutur Max Yusuf ditemui disela-sela pemakaman.
Ia meyakini pihak keluarga akan terus menjaga marwah Kesultanan Pontianak sebagaimana kepemimpinan Sultan. Max Yusuf meyakini bahwa warisan Sultan ini akan diteruskan oleh keluarga besarnya. “Beliau sudah menyiapkan calon pengganti,” ujar Max, “Karena kan sekarang sudah ada asosiasinya, dan programnya juga sudah ada. Nanti anaknya yang akan jadi Sultan ke 9,” ujar Max Yusuf Alkadri.
Budaya Melayu
Turiman Faturahman, sejarahwan dan pakar hukum dari Universitas Tanjungpura yang beberapa kali mendampingi Sultan Syarif Abubakar ketika bertemu dengan tamu-tamu, termasuk ketika menemui tamu dari museum kepresidenan. “Itu terakhir saya bertemu beliau di istana, meminta izin beliau untuk memasang file-file tentang lambang negara di museum kepresidenan di Bogor,” kata Turiman.
Bahkan Rabu kemarin, Turiman sempat menjenguk Sultan. “Beliau sudah dalam keadaan lemah karena sudah empat hari tidak ada masuk makanan,” kisahnya. Tapi kondisi Sultan masih sadar dan bisa berkomunikasi dengan baik. “Beliau meminta didoakan,” ujarnya.
Turiman menyebut bahwa kelanjutan Kesultanan Pontianak telah dipersiapkan oleh sang Sultan. “Beliau jauh-jauh hari sudah menyiapkan penggantinya, yakin Syarif Melvin yang jadi putra mahkota,” katanya.
Agus Setiadi dari Persatuan Orang Melayu Kalbar, kepergian Sultan Pontianak merupakan kehilangan bagi masyarakat Pontianak. “Karena kita mengenal beliau sangat mengayomi masyarakatnya, dan mendukung kebudayaan Melayu di Pontianak,” ujarnya.
Agus berharap pengganti Sultan kelak bisa lebih aktif untuk memperkuat perkembangan budaya Melayu. “Penggantinya ini Bang Melvin kan, kita berharap besar dengan beliau, karena beliau ini masih muda kan, jadi lebih proaktif dan agresif untuk memperkuat budaya Melayu di Pontianak,” pungkasnya.
Dirawat 5 Hari
“Beliau sempat dirawat selama lima hari di RSUD Sudarso, dan kami sadar kali ini cukup kritis,” kata Syarif Hasan Basri Alkadri, salah seorang menantu Sultan. Ia mengatakan sebelumnya menderita jantung, hipertensi dan diabetes.
Sultan Syarif Abubakar Alkadri meninggalkan seorang istri, lima anak, 13 cucu dan tiga cicit. Syarif Hasan Basri yang merupakan suami dari putri kedua Sultan menyatakan bahwa pihak keluarga ikhlas dengan kepergian Sultan.
“Kami dari keluarga menyampaikan permohonan maaf jika semasa hidup ayahanda kami mungkin ada kesalahan atau kata perbuatan yang kurang berkenan di hati,” katanya.
Sekitar pukul 10.30 WIB, jenazah sultan kemudian dibawa menuju masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri. Ribuan orang mengiringi jenazah Sultan untuk dishalatkan.
Sholat jumat sendiri dipadati oleh masyarakat. Sebagian jamaah meluber hingga kelapangan karena tidak kebagian tempat di area masjid. Selepas shlat jenazah diberangkatkan ke pemakaman Batu Layang.
Ribuan Pelayat
Sekitar pukul 09;00 ketika awak koran ini tiba di Istana Kadriah, warga sudah memadati jalan, halaman dan selasar Istana. Mobil dan bus terparkir hingga ke luar komplek istana. Beberapa bus trans Pontianak dikerahkan oleh Dinas Perhubungan untuk mengangkut para peziarah yang ingin mengantarkan Sultan ke peristirahatan terakhir.
Di halaman istana masyarakat berkerumun, sebagian pria mengenakan telok belanga termasuk beberapa atribut dan pakaian kebesaran keluarga dan petugas kerajaan.
Di teras Istana Kadriah sebagian besar pelayat duduk sembari melantunkan ayat Alquran, membacakan doa untuk mendiang Sultan Syarif Abubakar Alkadri. Di muka pintu kursi singasana kesultanan yang biasa tersimpan di dalam diletakkan. Di kursi singasana tersebut terpasang foto besar Sultan dengan baju kebesarannya. Dibawahnya diletakkan papan bertuliskan nama Sultan beserta tanggal wafatnya.
Di ruang utama istana, jenazah Sultan disemayamkan dibaringkan di tempat dimana biasanya singasana Sultan berada. Jenazah diselimuti kain berwarna kuning keemasan, warna kebesaran Kesultanan Pontianak. Di belakangnya tampak Sultan Syarif Melvin, putra Mahkota Kesultanan duduk dengan wajah yang berduka.
Beberapa sanak-kerabat datang silih berganti mengucapkan belasungkawa. Tak kurang pula warga mengabadikan sosok Sultan untuk terakhir kalinya dengan kamera ponsel.
Menjelang pukul 10.30 jenazah dibawa ke Masjid Jami. Prosesi pengangkatan jenazah dilakukan oleh petugas kerajaan. Beberapa petugas tampak membawa tombak dan juga payung kuning Kesultanan Pontianak. Laskar Pembela Islam membuat barikade untuk mengawal jenazah Sultan dalam perjalanan dari Istana ke Masjid.
Masyarakat berbondong-bondong mengiringi jenazah, menunggu shalat Jumat untuk kemudian dilanjutkan dengan shalat jenazah. Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman dipadati ribuan pelayat. Bahkan sebagian jamaah shalat Jumat tak kebagian tempat dan shalat di lapangan.
Laporan: Iman Santosa, Fikri Akbar
Editor: Hamka Saptono