eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Laut selatan Jawa sedang bergolak. Dalam sehari, ada dua kapal yang terbalik dihempas ombak kemarin (19/7).
Pagi hari sekitar pukul 08.15 WIB, sebuah kapal motor nelayan berpenumpang 21 orang terbalik dihempas ombak di perairan selatan Kabupaten Jember. Laporan sementara, 8 orang selamat, 6 orang dipastikan meninggal, sementara 7 lainnya hilang.
Kapal motor bernama “Joko Berek” tersebut tengah dalam perjalanan pulang dari melaut dan memasuki Perairan Pelawangan. Pada pukul 08.15 saat memasuki perariran Pelawangan, Puger, Jember, kapal dibalik oleh gelombang tinggi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan jika gelombang pantai selatan Jawa memang sedang tinggi. Hal itu pula yang menyebabkan kapal nelayan di Perairan Pelawangan Puger, Jember, terbalik.
”Tenggelam tadi (kemarin, Red) pada pukul 08.15,” katanya kemarin saat dihubungi Jawa Pos. Sutopo menyebut kapal terbalik saat akan merapat ke pantai. Akibatnya delapan orang awak kapal selamat dan enam orang awak kapal meninggal dunia.
Sutopo menjelaskan bahwa pihaknya mendapat laporan dari Pusdalops BPBD Provinsi Jawa Timur. Tim evakuasi baru mendapat laporan 15 menit setelah kejadian. ”Tim langsung loading peralatan untuk evakuasi,” ucapnya.
Kecelakaan juga terjadi Perairan Cikeruh Wetan, Lebak Banten pada pukul 14.10. Kapal KM Orange yang mengangkut 24 orang penumpang terbalik. Kapal tersebut mengangkut 20 orang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), dua orang juru masak, dan dua orang awak kapal termasuk nakhoda.
Adapun 20 mahasiswa Pusat Studi Satwa Primata IPB Bogor dan dua orang awak kapal telah dievakuasi dengan selamat. Sedangkan dua orang juru masak yang merupakan bagian dari rombongan IPB tersebut ditemukan meninggal dunia.
Menurut Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Labuan, Endang mengatakan bahwa kapal yang dinahkodai Suhendra tersebut berlayar tanpa Surat Persetujuan Berlayar (SPB). ”Dipelayarannya menghadapi cuaca buruk yang menyebabkan kapal tersebut terbalik akibat terkena ombak dari buritan kapal dan air masuk ke dalam kamar mesin,” ujarnya.
Mahasiswa IPB dalam rombongan tersebut akan menuju Pulau Tinjil. Tujuannya adalah untuk studi satwa primata.
Endang menambahkan bahwa pada saat kejadian seluruh penumpang kapal yang berhasil dievakuasi oleh petugas Syahbandar Binuangeun telah menggunakan life jacket. ”Saat ini dua orang yang meninggal dunia telah diambil keluarganya. Sedangkan penumpang yang selamat telah dibawa ke Puskesmas Binuangeun untuk penanganan medis,” kata Endang.
Kepala bagian organisasi dan Humas Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Gus Rional mengatakan jika maklumat pelayaran terkait cuaca ekstrim rutin selalu dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
Maklumat itu berisikan tentang tingginya gelombang laut di perairan di Indonesia yang harus diwaspadai oleh para nakhoda kapal. ”Dalam Maklumat Pelayaran tersebut diingatkan agar selalu memperhatikan faktor cuaca sebelum berangkat dan mengutamakan keselamatan pelayaran tanpa kompromi,” kata Gus saat dihubungi Jawa Pos kemarin.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar mengungkapkan, KKP sudah menerbitkan aturan terhadap keselamatan pelayaran. “Tapi kompetensi dan kesadaran nelayan relatif masih rendah,” jelasnya.
Selama ini kata Zulficar masih mengacu ke regulasi internasional, yaitu International Maritime Organization (IMO), International Labour Organization (ILO) dan Food and Agricultural Organization (FAO). ”Kemenhub yang membuat turunannya untuk safety kerja di laut,” katanya.
Aturan dari IMO mengatur tentang keselamatan jiwa di laut, kapal, peralatan, serta perlengkapan pendukungnya. Sebagai lembaga internasional, IMO mengembangkan dan menetapkan aturan-aturan tentang transportasi laut dan keselamatan maritim. ”Sementara ILO mengatur tenaga kerja dalam industri perikanan, sedangkan FAO mengatur tentang tata kelola perikanan secara umum,” jelas Zulficar.
Tidak hanya itu, KKP juga sudah mengeluarkan 2 permen yg mendorong juga agar kepatuhan terhadap kontrak kerja ABK kapal ikan dan Hak Asasi Manusia (HAM). ” Ini menjadi bagian yang harus dipenuhi perusahaan perikanan,” jelasnya.
Zulficar menjelaskan, dekerja di laut bagi ABK dan nelayan adalah pekerjaan yang beresiko tinggi. Kecelakaan sangat mungkin terjadi. Ia menyebut ada tiga faktor utama yang sangat mempengaruhi, yakni faktor manusia termasuk kecakapannya dalam keselamatan pelayaran, faktor cuaca/lingkungan yg perlu diantisipasi, dan faktor teknis termasuk kelengkapan fasilitas dan peralatan.
Sebenarnya, lanjut Zulficar, konvensi International Labour Organization sudah mengharuskan ABK dan pekerja laut untuk memiliki sertifikat Basic Safety Training (BST). ”KKP dan Kemenhub juga aktif menyelenggarakan pelatihan-pelatihan terhadap nelayan untuk BST ini di berbagai wilayah,” katanya.
Dari sisi cuaca, koordinasi intensif dengan BMKG dilakukan dan memberikan info atau warning kepada kapal-kapal yang ada. ”Tapi nelayan kadang kurang peduli. Perlu diintensifkan degan berbagai pendekatan,” keluhnya.
Disamping itu, faktor kelayakan dan kelaikan kapal dan pelayaran harusnya dipertimbangkan oleh syahbandar ketika memberikan izin melaut. ”Tapi tetap saja, untuk kapal-kapal yang lebih kecil, hal hal terkait keselamatan kadang diabaikan,” jelasnya.
KKP sendiri kata Zulficar sangat concern dengan pekerjaan beresiko tinggi ini. Untuk itulah, KKP sejak 2016 hingga tahun ini meluncurkan program Asuransi Nelayan secara gratis kepada nelayan.
Selain itu, Zulficar menghimbau agar perusahaan-perusahaan perikanan juga intensif dan peduli dengan hal-hal ini serta memastikan kompetensi awak/ABK. ”Fasilitas keselamatan, dan koordinasi cuaca dgn pihak terkait dilakukan dengan baik, serta mendorong asuransi bagi awak/ABK-nya,” pungkasnya.
Sampai 6 Meter
Seminggu kedepan bukan waktu yang bagus untuk berlayar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan bahwa di sebagian besar perairan indonesia akan mengalami gelombang tinggi.
Dari semua wilayah, Samudera Hindia di selatan dan barat indonesia adalah yang paling berbahaya. Tinggi gelombang berkisar antara 4.0 hingga 6.0 meter. Peringatan BMKG dikeluarkan kemarin (19/7) dan berlaku untuk semingggu kedepan.
Berdasarkan citra satelit dari BMKG, puncak gelombang tinggi akan terjadi sejak 23 hingga 25 Juli. Dengan skala merah (4- 5 meter), hingga ungu (5,6, hingga 7 meter).
Kepala Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko mengatakan bahwa pada puncak musim kemarau seperti saat ini, gelombang tinggi memang sering terjadi. Hal ini dikarenakan karena ada aliram massa udara dingin dari Australia yang cukup kuat.
Masa udara dingin ini membuat angin diatas lautan berhembus kencang dan memincu ketinggian gelombang hingga lebih dari 2 meter. “Kecepatan anginnya bisa lebih dari 15 knots (15 km/jam), bahkan bisa sampai 20 knots (36 km/jam),” kata Hary kemarin.
Karena aliran udara berasal dari Australia, kata Hary, maka daerah selatan Khatulistiwa yang paling berpotensi mengalami gelombang tinggi.
Kondisi ini, kata Hary secara tidak langsung juga dipengaruhi terbentuknya dua siklon tropis du utara indonesia, yakni Son-Tinh, dan Ampil. “Karena anginnya ketarik ke siklon tropis itu, jadi kan makin kenceng, itu juga mempengaruhi. Tapi tidak secara langsung,” kata Hary.
Meski demikian, Hary mengatakan pihaknya tidak berwenang untuk mengeluarkan maklumat larangan pelayaran. BMKG hanya menyampaikan informasi tinggi gelombang. Hanya syahbandar di masing-masing pelabuhan yang boleh mengeluarkan larangan berlayar.
Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menghimbau menghimbau masyarakat untuk berhati-hati jika akan beraktifitas di Laut Selatan Jawa. ”Jika kondisi tidak memungkinkan hendaknya mengurangi aktivitas di laut sementara waktu. Bagi masyarakat umum yang akan berwisata di beberapa pantai hendaknya ikuti saran dari petugas. Jangan berenang laut,” tuturnya. (Jawa Pos/JPG)