eQuator.co.id – Pontianak-RK. Paryadi yang ditetapkan sebagai DPO atau buronan oleh Kepolisian Sektor Pontianak Utara pada tanggal 24 November kemarin, lantaran tak memenuhi panggilan dan dicari kepolisian juga tak didapatkan. Rabu (29/11) kemarin Paryadi berhasil dijemput pihak kepolisian dan digiring ke Mapolsekta Pontianak Utara.
Penjemputan yang dilakukan terhadap Paryadi ini, yakni berlangsung pada pukul 15.00 wib, di mana terlebih dahulu kepolisian berhasil mendapatkan informasi bahwa dirinya telah berada di rumahnya, yang terletak di Jalan Sepakat II Komplek Griya Raflesia Kecamatan Pontianak Tenggara. “Kemarin kita jemput dan kita bawa ke Polsek. Untuk jalani pemeriksaan,”kata Kapolsekta Pontianak Utara, Kompol Ridho Hidayat, Kamis (30/11).
Menurut Ridho, dari kemarin dijemput hingga hari ini terus kita lakukan pemeriksaan . “Pemeriksaan yang kita lakukan 1×24 jam,” ujar Kapolsek.
Kapolsek menerangkan, kasus yang menyeret mantan Wakil Walikota Pontianak itu yakni berkaitan dengan kasus tindak pidana penipuan yakni pasal 378 KUHP. “Tersangka membeli tanah urukan dengan korban sebanyak 347 Dum. Dan berjanji akan membayar tiga bulan setelah tanah itu diantarkan, yakni senilai Rp200 juta lebih,” ungkap Kapolsek.
“Namun dari tahun 2015- 29 November 2017 kemarin juga belum dibayarkan,” sambungnya.
Berdasarkan pengaduan yang naik menjadi laporan, lanjut Ridho, pihaknya pun melakukan proses hukum. “Tersangka kita panggil sebanyak dua kali tidak datang. Akhirnya kita lakukan penjemputan dan penangkapan. Tapi tidak kita dapatkan. Berdasarkan mekanisme penyidikan itu kita terbitkan Surat DPO pada tanggal 24 November kemarin,” terangnya.
Ridho menegaskan, hingga akhirnya kemarin pihaknya pun, berhasil mendapatkan informasi dan kemudian dilakukan penjemputan oleh pihaknya. “Tersangka mengakui, kemudian tadi malam juga sudah ketemu dengan korban. Penyelesaian dilakukan antara korban dan tersangka,” pungkasnya.
Untuk saat ini, ditambahkan oleh Ridho, pihak keluarga akan mengajukan permohonan penangguhan. “Dari pertemuan korban dan tersangka . Hal tersebut dapat menjadi penentuan kebijakan proses hukum selanjutnya. Termasuk Penangguhan,”pungkasnya. (Zrn)