Komplotan Penipu Berkedok Pejabat MA Diringkus

Polisi Sita Uang Rp 800 Juta

PENIPUAN. Konferensi pers komplotan penipu berkedok panitera MA di Mapolda Metro Jaya, Jumat (2/8)--Sabik Aji Taufan/Jawa Pos

eQuator.co.id – Jakarta-RK. Subdit Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mengungkap kasus penipuan berkedok meloloskan sebuah kasus yang tengah ditangani oleh Mahakamah Agung (MA).

Dalam aksinya, modus mereka menyamar sebagai panitera dan meminta uang Rp 1 miliar kepada para korbannya. “Komplotan ini ada enam orang. Kami tangkap kemarin di kawasan Bekasi, Jawa Barat,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (2/8).

Keenam tersangka itu yakni AA alias Andi, 38, yang berperan sebagai kapten atau pimpinan. Tugas dia mencari data perkara yang sedang berjalan di website MA. Dia juga berperan sebagai panitera senior yang kemudian menyakinkan korban bahwa masalahnya bisa selesai dengan syarat ada imbalan uang.

Tiga tersangka lain, RL alias Riswan, 23; tersangka A, 38, dan tersangka EK, 45, memiliki peran sebagai pihak yang menyiapkan dokumen-dokumen palsu untuk melancarkan aksi penipuan.

Sedangka dua pelaku lainnya, tersangka S alias Daddi, 39, perannya sebagai pemegang rekening yang digunakan menampung uang hasil penipuan. Dan tersangka S alias Awi, 40, berperan sebagai penyedia rekening.

Argo mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal atas adanya dua laporan masuk ke Polda Metro Jaya. Laporan pertama dilayangkan oleh korban atas nama Suripto dengan nomor laporan: LP/3399/V/2019/ PMJ/Ditreskrimum, tanggal 31 Mei 2019.

Kemudian, laporan atas nama Maikel Boediman Ibrahim. Yang tercatat dengan nomor LP/4673/VII/2019/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 29 Juli 2019.

“Waktu kejadiannya 12 April hingga 16 Juni 2019. Mereka menargetkan perusahaan-perusahaan yang tengah berperkara di MA,” kata Argo.

Modus operandi komplotan ini yakni mengambil data para korban dari website MA. Kemudian ditelusuri nomor telepon korbannya. Dan terjadilah sambungan telepon guna menyakinkan korban.

“Pelaku Riswan menghubungi korban pada 8 April mengaku dari staf MA bernama Doni Arisman. Pelaku menawarkan bisa mengurus gugatan korban yang sedang berperkara,” terang Argo.

Kemudian, tersangka Riswan yang menyamar jadi staf ini mengarahkan untuk berkomunikasi dengan tersangka Andi yang menyamar sebagai panitera senior MA bernama Hary Widya Pramono dengan memberikan sebuah nomor telepon.

Di situlah tersangka Andi melancarkan tipu muslihatnya dengan meminta uang Rp 1 miliar. Sebagai persetujuan korban diminta memberi DP sebanyak 35 persen. Korban kemudian sepakat dan mentransfer uang senilai Rp 230 juta.

“Setelah korban mengirimkan uang itu, pelaku tidak dapat dihubungi dan korban sadar bahwa telah ditipu oleh pelaku,” tutur Argo.

Dari hasil pemeriksaan awal, komplotan ini telah beraksi selama 3 tahun. Tak hanya menyamar sebagai panitera MA, mereka juga menyasar korban di Pengadilan Negeri dan beberapa kantor dinas pemerintahan. Namun, belum diketahui pasti keuntungan yang didapat mereka dari aksinya.

Sejauh ini polisi hanya menyita uang senilai Rp 800 juta. Rp 500 juta di dalam rekening, dan Rp 300 juta sudah dicairkan. Uang hasil kejahatan ini juga telah digunakan Andi untuk membeli sebuah rumah yang sampai saat ini masih dalam penghitungan kisaran harganya. Sisanya untuk hidup sehari-hari.

Para tersangka dikenakan Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 4 dan Pasal 5 Juncto Pasal 2 ayat (1) huruf r dan atau z UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman hukuman penjara tujuh tahun dan atau 20 tahun. (Jawa Pos/JPG)