Polisi Hebat, Sekolahkan Kembali Ratusan Anak

PEDULI PENDIDIKAN. Piether Paembonan menyampaikan materi motivasi di salah satu sekolah di Kalukku, Mamuju. PIETHER PAEMBONAN FOR JAWA POS

Didasari keyakinan bahwa pendidikan minim mendekatkan orang pada kriminalitas, Piether Paembonan peduli terhadap nasib anak-anak putus sekolah. Sempat tak menyangka badan PBB, Unicef, turut tertarik mendanai.

Rakhmat Nur Hakim, Mamuju

Irma diambang keputusasaan. Waktu pendaftaran ke SMA semakin dekat, sedangkan orang tuanya telah angkat tangan. Mereka tak punya dana lagi untuk membiayainya sekolah. Prestasi bagusnya semasa SMP dengan langganan juara kelas pun terancam sia-sia.

Setengah frustrasi, Irma mulai membayangkan bakal menghabiskan hari-harinya berkutat dengan pembuatan batu bata. Seperti yang dilakukan banyak anak dan remaja di Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat.

Sampai akhirnya dia mendengar tentang Gerakan Kembali Bersekolah (GKB) yang dipelopori Piether Paembonan. ”Saya akhirnya buru-buru kejar Pak Piether. Alhamdulillah masih bisa diterima meskipun telat daftarnya,” kenang Irma tentang saat-saat menegangkan sekaligus melegakan yang dialaminya tahun lalu itu.

Irma yang kini duduk di kelas X SMA Budi Mulia Kalukku hanyalah satu di antara ratusan anak yang telah dibantu Piether untuk bersekolah lagi. Sebuah komitmen dan kegigihan yang akhirnya sampai menarik perhatian internasional.

Unicef, badan PBB untuk perlindungan hak-hak anak dan kaum muda, mulai tahun lalu turut mendanai GKB. ”Saya sempat enggak nyangka mereka (Unicef) sampai turut mendanai program saya,” kata Piether bangga.

Untuk bisa sampai titik hingga Unicef ikut tertarik, jalan yang dilalui polisi berpangkat brigadir itu termasuk berliku. Bahkan penuh onak, di sana-sini. Kala menyekolahkan 26 anak pertama pada 2013, misalnya, Piether harus merogoh kocek sendiri.

“Waktu itu saya ngutang. Karena sudah dekat sama warga, pedagangnya percaya waktu saya ngutang beli seragam, sepatu, dan buku,” kenang Piether kepada Jawa Pos yang menemuinya di Kalukku.

Semua kiprah sosial personel Polsek Kalukku itu memang berawal dari kedekatan dengan masyarakat sekitar tempat dia bertugas. Kedekatan yang lantas menimbulkan keprihatinan. Disusul kepedulian, kemudian ide dan akhirnya berwujud tindakan. “Sebagai staf babinkamtibmas (bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat), kerjaan saya sehari-hari ya keliling kampung, ngobrol sama warga,” ujarnya.

Dari sanalah ayah tiga anak tersebut tahu ada begitu banyak anak di lingkup Kecamatan Kalukku yang harus berhenti sekolah di tingkat sekolah dasar. Baik protol di tengah jalan maupun yang tidak melanjutkan ke SMP.

Faktor utamanya memang kesulitan ekonomi. Banyak orang tua yang lebih menyukai anak-anak mereka membantu mencari nafkah. Baik sebagai pembuat batu bata maupun pekerjaan serabutan lainnya.

Jawa Pos yang diajak Piether mampir ke rumahnya yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Mapolsek Kalukku menyaksikan, sepanjang jalan, bangunan rumah warga dari kayu masih mendominasi. Kediaman bertembok masih bisa dihitung dengan jari.

Piether pun gelisah menyaksikan fenomena banyaknya anak-anak putus pendidikan itu. Sebab, sebagai penegak hukum, dia meyakini, kriminalitas kerap berawal dari minimnya pendidikan seseorang. Semakin minim latar pendidikan seseorang, demikian yang ada di benak Piether, semakin kecil peluangnya untuk keluar dari kemiskinan. Buntutnya, godaan melakukan tindak kriminal pun semakin besar.

Kepedulian polisi yang bertugas di Polsek Kalukku sejak November 2012 itu juga dilatari masa lalunya. Ibundanya adalah guru yang sering membantu kawan-kawannya semasa kecil yang putus sekolah di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Akhirnya, dengan segala keterbatasan, Piether pun mulai bergerak membantu anak-anak putus sekolah. Dari awal 2013 sampai Juni 2014, dia harus melakukan semuanya sendiri.

Karena terkendala pendanaan, Piether pun memilih menyekolahkan anak-anak yang dibantunya tadi di sekitar Mapolsek Kalukku. Untung, sang istri Olca Klara sangat mendukung meski sebagian penghasilan sang suami harus terpotong untuk keperluan tersebut. ”Kami terbiasa hidup sederhana, jadi tak masalah,” kata Olca.

Jalan yang dirintis Piether mulai terang ketika pada Maret 2014 dia diberangkatkan ke Bekasi untuk mengikuti penyuluhan. Kegiatan itu diadakan Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama dengan kepolisian Jepang dan Polri.

Tujuannya, mengedukasi polisi melakukan pendekatan preventif mencegah kriminalitas. Caranya dengan berada di tengah-tengah warga.

Seusai training di Bekasi itu, bersama JICA, Polri mengadakan lomba pengembangan perpolisian masyarakat (polmas) bagi 10 polda dan 17 polres di seluruh Indonesia. Piether pun ditunjuk sebagai pilot project mewakili Polda Sulawesi Barat.

Waktu itu program yang diharapkan JICA dan kepolisian Jepang adalah pembangunan balai kemitraan polisi dan masyarakat (BKPM). Bentuknya adalah pembangunan pos-pos polisi hingga ke tingkat kelurahan.

Piether memilih mengintensifkan program membantu anak-anak putus sekolah yang telah dirintisnya. Per Juni 2014 GKB pun digerakkan. Dananya berasal dari swadaya Polres Mamuju. Setiap anggota dipatok menyumbang Rp 50.000 yang dipotong dari gaji bulanan. “Tapi, kalau yang pangkatnya tinggi pastinya lebih,” ucapnya.

Piether pun bertugas mendata anak-anak putus sekolah dan menyediakan kebutuhan untuk bersekolah bagi mereka. Di GKB tahun pertama itu 178 siswa berhasil dikembalikan ke bangku sekolah. Tiap anak mendapat peralatan sekolah dan dana tambahan untuk menutup keperluan lain. Misalnya untuk uang ujian dan uang praktik pelajaran. Bantuan tersebut diberikan di tiap tahun pelajaran baru.

Namun, rintangan tak lantas tidak ada lagi. Tak sedikit orang tua yang bersikukuh tak melepas anak-anaknya kembali ke sekolah. Atau anak-anaknya sendiri, karena mungkin sudah terlalu lama meninggalkan bangku sekolah, jadi malas balik.

Biasanya Piether memilih cara persuasif. Sesantai mungkin. Kepada sang anak, misalnya, ditunjukkannya foto-foto anak-anak sekolah yang riang gembira saat bermain di sekolah. Tak lupa, dia pun menceritakan dirinya yang bisa menjadi polisi juga karena bersekolah.

Kepada orang tua si anak, Piether memilih berkali-kali mendatangi dan mengajak mereka bicara. Biasanya dia menceritakan prospek anak-anak yang bersekolah, yang kelak punya kesempatan hidup lebih baik saat dewasa.

Tentu saja Piether juga tak boleh melupakan tugas sebagai polisi. Untungnya, sebagai anggota babinkamtibmas, pekerjaan utamanya memang bergaul dengan masyarakat. Salah satunya ialah melakukan pendataan warga untuk mencegah terjadinya kriminalitas. “Makanya, pernah ada warga yang konflik pemilikan tanah. Saya yang jadi juru damai sebelum masuk pengadilan,” kata Piether.

Memasuki tahun kedua, kian banyak pihak yang mengulurkan tangan untuk GKB. Termasuk Unicef tadi. Juga Pemkab Mamuju dan beberapa perusahaan swasta. Otomatis semakin banyak anak putus sekolah yang bisa dibantu.

Tercatat sudah 675 anak yang terbantu lewat program tersebut. Mayoritas anak usia SD, tapi ada juga yang seperti Irma yang melanjutkan pendidikan ke SMA. Bukan hanya di Kalukku, tapi juga Papalang, kecamatan lainnya di Mamuju.

GKB yang digagas Piether juga mengantarkan Polda Sulawesi Barat memenangi lomba pengembangan polmas pada April 2015. Di bulan Mei Piether sebagai pilot project GKB akhirnya dikirim ke Jepang dalam rangka studi banding dengan kepolisian Jepang untuk program polmas.

Pihak kepolisian Jepang sangat mengapresiasi program GKB. “Kata mereka, di Jepang sendiri belum ada program polisi yang menyekolahkan anak putus sekolah untuk meminimalkan kriminalitas,” ungkapnya.

Apresiasi juga datang dari anak-anak yang telah merasakan sendiri faedah program tersebut. Caranya, mereka memberikan kejutan kecil kepada Piether pada 9 November lalu.

Kala Piether tengah serius memberikan materi motivasi di salah satu kelas di SMA Budi Mulia, tiba-tiba terdengar kor, ”Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun… “Ya, Piether tepat berusia 43 tahun di hari itu. “Saya terharu, benar-benar terharu,” kenangnya dengan mata berbinar. (Jawa Pos/JPG)