eQuator – Nanga Pinoh–RK. Perusahaan perkebunan yang beroperasi di Indonesia wajib mendukung program revitalisasi perkebunan. Baik itu revitalisasi karet, kelapa sawit maupun kakou. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan.
“Program revitalisasi perkebunan ini telah dimulai semenjak tahun 2007 silam hingga tahun 2015 untuk tarap I. Bagi perusahaan perkebunan skala besar wajib untuk mendukung program revitalisasi perkebunan ini,” ujar tokoh pemuda Melawi, M. Yusli, kemarin.
Dalam Peraturan Mentan Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 pada pasal 4, ayat 2 jelas huruf a disebutkan bahwa pelaksana program revitalisasi perkebunan yaitu perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan/atau Izin Usaha Industri dan Koperasi dan atau pekebun. Ayat ini diperjelas lagi oleh pasal 5, ayat 1, berbunyi perusahaan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, ayat 2 huruf a sebagai mitra usaha dalam pelaksanaan program revitalisasi perkebunan.
Teknisnya, perusahaan perkebunan selaku mitra usaha dalam pelaksanaan program revitalisasi perkebunan melakukan kerja sama kemitraan dengan koperasi dan kelompok tani pekebun. Kerja sama kemitraan dibuat dalam bentuk perjanjian yang diketahui oleh Bupati.
Yusli menjelaskan, konsepsi revitalisasi perkebunan pengembangan perkebunan melalui kemitraan baik pola PIR maupun kemitraan lainnya. Untuk wilayah yang tidak tersedia mitranya dilakukan langsung oleh petani pekebun. Lalu, setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya hamparan yang kompak serta memenuhi skala ekonomi.
“Luas lahan maksimum adalah 4 ha per KK, kecuali untuk wilayah khusus yang pengaturannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Untuk memberikan jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha, dapat dilakukan pengelolaan kebun dalam satu manajemen minimal satu siklus tanaman,” bebernya.
Dia memaparkan, konsep revitalisasi perkebunan khusus untuk bunga kredit. Yakni bunga kredit yang diberikan kepada petani pekebun sebesar 6 persen untuk kelapa sawit serta 5 persen untuk kakao dan karet. Namun dievaluasi setiap 6 bulan. Selisih bunga menjadi beban pemerintah. Subsidi bunga diberikan sampai tanaman menghasilkan, maksimum 5 tahun untuk kelapa sawit dan kakao serta 7 tahun untuk karet.
“Terpenting, dalam pelaksanaan revitalisasi perkebunan, petugas pendamping diperlukan untuk mengawal pelaksanaan program ini akan memanfaatkan tenaga sarjana pertanian dengan sistem kontrak,” terangnya.
Yusli berharap, komunikasi antara pemerintah dengan perusahaan harus sering dilakukan. Misalnya untuk membicarakan undang-undang mengenai investasi. Sebab banyak sekali aturan mengenai perkebunan dan investasi yang sering kali mengalami perubahan.
Salah satunya, kewajiban perusahaan untuk melakukan bermitra dalam mendukung program revitalisasi perkebunan di Indonesia. Kewajiban ini dalam pelaksanaan tentunya banyak lagi aturan-aturan yang mesti diikuti perusahaan.
“Saya ingin sekali ada pertemuan antara pemerintah dengan pihak pengusaha. Untuk membahas berbagai hal terkait dengan investasi. Seperti hari ini, kita sangat berharap percepatan program revitalisasi dapat terealisasi,” ulasnya. (aji)