eQuator.co.id – Salah satu fenomena alam kembali terjadi. Yakni, gerhana matahari. Ketika kebanyakan orang memilih untuk menonton datangnya gerhana matahari. Justru, mahasiswa dan dosen Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB memilih untuk melakukan penelitian untuk mengatamati interaksi respon flora dan fauna terhadap gerhana matahari.
Laporan : Nurjanah Purnama
Fenomena gerhana matahari yang terjadi sangat langka menjadi sasaran banyak mata untuk melihatnya. Dengan adanya fenomena ini, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB tertarik mengulik perilaku hewan dan respon tumbuhan saat gerhana matahari muncul. “Penelitian ini juga dilakukan pada H-1 gerhana matahari, hari H dan H+1 gerhana matahari,” terang dosen Fisiologi dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi IPB, Dr. Rika Raffiudin, MSi.
Kegiatan penelitian yang berada di bawah tanggung jawab Dosen Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi IPB, Windra Priawandiputra, PhD tersebut dilakukan pada hewan dan tumbuhan. “Untuk hewan dilakukan di beberapa titik di Bogor,” terangnya. Kebun Raya Bogor, Danau Situ Gede, IPB Dramaga dan permukiman di sekitar kampus menjadi lokasi-lokasi yang digunakan untuk melihat perubahan perilaku hewan. “Di Kebun Raya Bogor untuk meneliti katak dan kelelawar,” katanya.
Lokasi untuk serangga yang dipilih yaitu di laboratorium hewan Departemen Biologi di Kampus IPB Dramaga. “Untuk ayam diamati di pemukiman penduduk di sekitar kampus IPB Dramaga,” jelasnya. Sedangkan zooplankton dilakukan di Danau Situ Gede.
Ia mengatakan, penelitian dilakukan untuk membandingkan antara perilaku hewan saat normal dan saat terjadi gerhana matahari. Dalam penelitian ini, serangga yang diteliti diantaranya yaitu jangkrik dan lebah. “Untuk semua hewan pengamatan dilakukan dari pagi pukul 05.30 hingga 09.30,” ucapnya kepada Radar Bogor (9/3).
Hasil sementara yang didapat dari dua hari penelitian yaitu adanya perubahan perilaku pada lebah. “Saat gerhana matahari, jumlah lebah yang beraktifitas menjadi berkurang,” jelasnya. Dijelaskannya, bahwa faktor cahaya matahari menjadi sangat penting untuk lebah. “Karena lebah mulai mencari makan saat matahari terbit,” ucapnya. Hal tersebut lah yang membuat gerhana matahari berpengaruh terhadap perilaku lebah.
Untuk mengetahui aktifitas lebah, peneliti menggunakan handycam sebagai alat bantunya. “Jadi setiap 15 menit dihitung lebah yang keluar dan kembali masuk ke sarang lebah yang ada di IPB Dramaga,” jelasnya. Namun, saat mendekati eclips penelitian dilakukan secara kontinu. Artinya, tidak ada jeda pengamatan saat eclips. “Karena saat eclips itu sangat penting untuk diamati perilaku lebahnya,” terangnya. Ia juga menerangkan bahwa terdapat tiga hal yang mempengaruhi hewan dalam berperilaku. “Insting, proses belajar, dan reasoning,” jelasnya.
Serangga merupakan salah satu hewan yang masih banyak menggunakan insting. “Tentunya, faktor cahaya matahari juga mempengaruhinya,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa hasil penelitian secara keseluruhan baru bisa didapatkan pada hari Rabu pekan depan. Dengan adanya penelitian terhadap perilaku hewan saat gerhana matahari ini, Rika berharap dapat mengurangi mitos yang ada dalam masyarakat saat gerhana matahari. “Jangan sampai perilaku hewan yang tidak normal dianggap mitos,” ucapnya.
Penelitian yang melibatkan enam kelompok mahasiswa yang meneliti tersebut bukan hanya dilakukan pada hewan. Tapi juga dilakukan kepada tumbuhan. “Tumbuhan yang diamati yakni kelompok legum atau polong-polongan,” kata dosen Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi IPB, Dr. Triadiati, MSi. Alasan pemilihan kelompok legum untuk diteliti karena kelompok legum merupakan tipe tumbuhan yang punya ritme jam biologi. “Tumbuhan tersebut punya kemampuan menutupkan daun saat intensitas cahaya matahari rendah,” jelasnya. Karena menurutnya, tumbuhan yang memiliki jam biologi sangat sedikit.
Untuk pengamatan perilaku tumbuhan dilakukan di Kampus IPB Dramaga, salah satu lokasi di halaman FMIPA IPB. “Tujuannya agar memudahkan koordinasi,” terangnya. Ia mengatakan, kelompok legum tidak semuanya peka terhadap perubahan intensitas cahaya. “Jadi yang diteliti hanya yang peka terhadap perubahan intensitas cahaya saja,” jelasnya.
Dijelaskannya, ciri tumbuhan yang peka terhadap perubahan intensitas cahaya yaitu daun menutup saat sinar matahari meredup. Yakni sekitar pukul empat sore. “Dan akan membuka lagi saat ada sinar matahari,” jelasnya. Data sementara yang didapat yakni respon tumbuhan yang diamati kurang signifikan jika dibandingkan saat tidak ada gerhana. “Hal tersebut diakibatkan karena gerhana di Bogor hanya 88,7 persen,” katanya. Jadi, masih ada sinar matahari yang tampak. Penelitian pada tumbuhan dilakukan saat pukul 06.00 sampai 09.30 pagi dan 16.00 sampai 17.00 sore pada H-1 sedangkan pada H gerhana matahari dan H+1 hanya pada pagi hari,” jelasnya.
Triadiati berharap dengan adanya penelitian ini masyarakat akan semakin yakin bahwa ilmu dasar Biologi dapat menjadi landasan ilmu-ilmu lain. “Ingin juga menunjukka bahwa ada tumbuhan yang punya kepekaan terhadap perubahan intensitas cahaya yang selama ini tidak dianggap penting,” tandasnya. (cr2)