Perdana Jauh dari Orangtua Lumayan Lama, Bekal 15 Kg Beras

Kisah Anak Indonesia Menuntut Ilmu di Pedalaman Kalimantan (2)

DI TANJUNG SELOR. Pelajar SMAN 10 Malinau telah tiba di rumah kontrakan khusus untuk menghadapi UNBK di Ibukota Kaltara, Tanjung Selor. Kekurangan biaya dan jauhnya jarak transportasi menyebabkan mereka tak bisa bolak-balik Malinau-Tanjung Selor. Radar Kaltara Photo/JPG
DI TANJUNG SELOR. Pelajar SMAN 10 Malinau telah tiba di rumah kontrakan khusus untuk menghadapi UNBK di Ibukota Kaltara, Tanjung Selor. Kekurangan biaya dan jauhnya jarak transportasi menyebabkan mereka tak bisa bolak-balik Malinau-Tanjung Selor. Radar Kaltara Photo/JPG

Menempuh perjalanan dua hari dari Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau ke Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, sangat menguras tenaga bagi pelajar kelas XII SMAN 10 Malinau. Tapi, berpisah dengan orangtua menjadi tantangan lain demi mengikuti UNBK di ibu kota. Sebab, ini kali pertamanya bagi mereka berpisah dngan orang tua.

FITRIANI, Tanjung Selor

eQuator.co.id – MENEMPUH perjalanan selama dua hari berada di atas perahu ketinting dan longboat demi mengikuti Ujian Nasional Bebasis Komputer (UNBK) di Ibu Kota Provinsi Kaltara menjadi pengalaman baru bagi mereka akibat tidak adanya fasilitas pendukung.

Namun, perjalanan ini tidak kalah sulitnya saat harus berpisah dari kedua orangtua maupun keluarga yang sedari kecil belum pernah ditinggalkan. Karena para siswa itu harus berada di ibu kota provinsi termuda di Indonesia ini hingga selesai melaksanakan ujian nasional.

Sehingga diperkirakan akan berpisah dengan orangtua dan keluarga sekitar 40 hari ke depan, karena keterbatasan dana untuk transportasi sehingga siswa beserta gurunya bertahan di Tanjung Selor. Anggaran yang digunakan untuk berangkat ke Tanjung Selor juga berkat sumbangan dari beberapa pihak, karena tidak tercover dari dana BOS dan tidak ada petunjuk teknisnya.

Sehingga, pihak sekolah tidak berani menggunakan. Dikhawatirkan jika tetap digunakan akan menjadi temuan saat ada pemeriksaan penggunaan keuangan di kemudian hari.

Selain berpisah dari orangtua, pekerjaan rumah seperti memasak, menyapu, mencuci pakaian dan lainnya juga akan dilakukan 11 siswa itu. Di antaranya dari kelas IPA 3 laki-laki dan 4 perempuan, kelas IPS 3 perempuan dan satu laki-laki. Sedangkan saat berada di rumah pekerjaan itu dibantu oleh orangtua. Bahkan mungkin dikerjakan orangtua mereka sendiri, sehingga jarak jauh ini benar-benar terasa perbedaannya bagi pelajar SMAN 10.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama untuk makan, para siswa juga sudah membawa sebanyak 15 kilogram (kg) beras per siswa, dan bahan lainnya seperti kunyit, cabai, serai dan beberapa bahan lainnya hasil tanaman orang tua. Karena jika tidak membawa bekal para siswa tersebut akan kesulitan mengingat minimnya anggaran yang dimiliki. Dan besarnya biaya hidup selama 40 hari berada di ibu kota.

“Baru pertama kali ke Tanjung Selor dan naik longboat ini,” ucap Farel Lukas kepada Radar Kaltara (Jawa Pos Group).

Selain baru pertama kali menginjakkan kaki di Ibu Kota Kaltara, dirinya juga baru pertama kali berpisah jarak yang lumayan jauh dari orang tuanya. Sehingga berkumpul bersama teman-teman dan juga guru dalam satu atap itu merupakan hal yang baru bagi siswa berusia 18 tahun ini.

“Awalnya takut ke sini (Tanjung Selor, Red) karena banyak giram, perjalanannya menantang tapi karena akan mengikuti ujian jadi dijalani saja. Dan syukur saya juga tahu berenang,” ujar sulung dari empat bersaudara ini.

Meski minim komputer tersedia di sekolahnya, Farel mengaku siap untuk mengikuti ujian berbasis komputer itu meski jauh dari tempat tinggal. Ia berharap agar ke depan fasilitas di sekolahnya juga dilengkapi seperti sekolah-sekolah lainnya. Serta adanya penambahan tenaga pendidik dan buku-buku pelajaran.

“Paling tidak adik kelas kita tidak begini lagi menempuh perjalanan jauh untuk mengikuti ujian nasional,” harap dia.

Berbeda dengan Farel, pelajar lainnya, Sulau Lugi (17), mengaku bukan kali pertama dirinya ke Tanjung Selor. Sehingga sudah terbiasa berjalan jauh dan menggunakan longboat.

“Sudah sering, naik longboat bukan hal yang biasa lagi. Dan di sini juga punya keluarga,” sebut wanita yang akrab disapa Lugi ini.

Meski sering jauh dari orangtua, baru kali ini dirinya merasakan pisah dalam waktu lumayan lama. Tidak mudah memang, mau tidak mau dirinya harus berpisah untuk sementara waktu. Hal ini juga dinilainya hitung-hitung belajar, sebab wanita berambut panjang ini setelah lulus sekolah berencana kuliah di Kota Samarinda.

Meski begitu dirinya selalu mengingat pesan orang tua selama berada jauh dari rumah, yakni agar selalu berhati-hati dan rajin belajar agar dapat lulus ujian dengan hasil yang memuaskan. Sehingga bisa membanggakan orang tua, sekolah maupun daerah asalnya.

“Selalu ingat pesan orang tua, rajin-rajin belajar dan jangan nakal selama di sini (Tanjung Selor, Red),” ungkap anak pasangan Lugi Bilung dan Fatimah Njuk ini.

Setelah sampai di Tanjung Selor Senin (26/2) malam sekitar pukul 21.00 Wita, siswa dan guru hanya beristirahat satu hari keesokan harinya. Meski rasa lelah masih terasa di tubuh, namun sejak Rabu (28/2) siswa dan guru itu sudah ke SMAN 1 untuk menumpang selama kegiatan belajar mengajar (KBM) sebelum pelaksanaan ujian nasional. (RADAR TARAKAN/JPG/habis)