eQuator.co.id – Perhatian pemerintah terhadap perbaikan kerusakan lingkungan patut dipertanyakan. Jaringan advokasi tambang (Jatam) mencatat upaya reklamasi pascatambang atau menutup seluruh lubang bekas tambang batubara belum berjalan maksimal. Kondisi tersebut menyebabkan korban berjatuhan.
Kalimantan menjadi wilayah terparah kerusakan lingkungan atas lubang bekas tambang batubara. Baru-baru ini, dua pelajar SMP di kawasan Kelurahan Bukuan, Samarinda, Kalimantan Timur tewas tenggelam di lubang eks tambang pada Selasa (8/11). Lubang tersebut berjarak 300 meter dari pemukiman dan 15 meter dari area persawahan. ”Berhimpitan langsung dengan ruang hidup warga saat ini,” ujar Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang, kemarin (10/11).
Sebelumnya, di kawasan tersebut juga pernah terjadi hal serupa. Tepatnya pada 2014. Seorang bocah terperosok di lubang bekas tambang batubara yang dibiarkan terbuka di wilayah konsensi tambang PT Energi Cahaya Industritama (ECI). ”Kami sudah minta tutup seluruh lubang tambang yang ada di Samarinda dan segera audit semua perusahaan tambang di seluruh Kalimantan Timur,” ujarnya.
Pihaknya mengaku kesal dengan lambatnya upaya pemerintah menyikapi persoalan jatuhnya korban tersebut. Padahal, sebelumnya sudah ada pakta integritas yang ditandatangani di depan kementrian energi dan sumber daya mineral (ESDM), KLHK, serta koordinasi dan supervisi (korsup) KPK. ”Pemerintah tidak serius, seperti masa bodoh (dengan kondisi di Kaltim).”
Kepala kampanye Jatam Nasional Melky Nahar menilai pemerintah abai terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan. Rentetan peristiwa tewasnya anak-anak di lubang tambang semestinya disikapi secara serius. Sebab, insiden itu sudah terjadi berulang kali. Pun, tidak hanya di Kalimantan, tapi juga wilayah pertambangan batubara lain. ”Negara semestinya hadir dan bertanggungjawab,” paparnya.
Direktur Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka (PKLAT) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sulistyowati mengatakan, semestinya lubang bekas tambang yang belum ditutup diberi tanda bahaya. Dengan begitu, tidak ada anak-anak yang bermain di area berbahaya tersebut.
”Itu (tambang yang tidak ditutup, Red) sudah penegakkan hukum sebetulnya, karena dia (perusahaan, Red) tidak melakukan reklamasi pascatambang,” ujarnya. Dia menegaskan, setiap perusahaan tambang yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) wajib melakukan reklamasi setelah melakukan kegiatan pertambangan. ”Kalau belum ditutup, berarti dia (perusahaan tambang, Red) tidak melakukan reklamasi,” imbuhnya. (tyo)